Nai Barghouti, Sisi Lembut Generasi Muda Palestina yang Cemerlang Lewat Musik dan Lagu
Kompas dunia | 20 Mei 2022, 07:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Nama Nai Barghouti masih terbilang asing di Indonesia. Namun bila menyebut nama Palestina, semua akan segera paham tentang sebuah negara kecil di Timur Tengah yang tak henti dilanda konflik dan penindasan oleh Israel.
Nai Barghouti adalah warga Palestina yang menampilkan sisi lain Palestina lewat tembang Arab klasik ke berbagai penjuru dunia. Melalui akun Instagramnya, dia sudah merencanakan konser benama Medfest bersama dua penyanyi lain, yaitu Dhaffer Yousef dan Le Trio Joubran di Den Haag, Belanda pada 4-5 Juni mendatang.
Ini bukan penampilan pertamanya di Eropa dengan membawakan lagu-lagu berbahasa Arab, dan tentu saja membawa semangat kemerdekaan dan perdamaian Palestina. Sejak usia yang relatif belia, 12 tahun, perempuan kelahiran Ramallah, Tepi Barat, ini sudah tampil di beberapa negara Eropa bersama Palestine Youth Orchestra (PYO). Nai sebagai pemain flute.
Baca Juga: Bentrokan Antara Warga Palestina dengan Polisi Israel, 52 Orang Warga Palestina Luka-Luka
Di bawah konduktor Sian Edwards, Nai yang kini berusia 24 tahun, sudah bermain di beberapa kota di Inggris hingga Skotlandia.
Ketika bermain dalam Layla in Orfeo and Majnun, Majalah Le Monde menjulukinya wajah baru opera abad 21.
Barghouti pernah selama dua tahun belajar di Indiana University’s Jacobs School of Music dan belajar jazz di Conservatorium van Amsterdam, dimana dia mengeksplorasi antara lagu-lagu Arabi klasik (tarab) dan jazz.
Namun, pengalaman pertama keluar dari Palestina itu juga merupakan pengalaman traumatis tak terlupakan sepanjang hidupnya.
"Pengalaman mengerikan untuk bisa keluar dari Palestina sebab harus melalui beberapa chekpoint di tengah ancaman dan perlakuan tak manusiawi," katanya mengenang, seperti dikutip dari Middle East Monitor.
Terlebih saat masuk ke Bandara Tel Aviv, Israel, dengan tingkat sekuriti tinggi. "Level keamanan tingkat tinggi dan diskriminasi bagi orang Arab," ujarnya.
Dari pengalaman yang keras itu, Nai benar-benar merasakan betapa seorang penyanyi asal Palestina seperti dirinya bahkan tetap harus diawasi dan dihalang-halangi untuk tetap bernyanyi.
Namun, Nai tidak menyerah. Melalui lagu-lagunya, dia menyuarakan perdamaian, misalnya lagu Al Insan, yang menggambarkan penderitaan manusia di tengah manusia lain yang serakah dan tidak mengenal rasa kemanusiaan. Tentang para pengungsi yang dituduh mencuri dan orang-orang yang dipenjara.
Baca Juga: Palestina Tuding "Yudaisasi", Pengadilan Israel Izinkan Proyek Kereta Gantung di Yerusalem
Lewat lagu dan musik, Nai meyakini bahwa ada sisi lain dari anak muda Palestina yang selama ini dicitrakan buruk oleh barat.
"Media barat cenderung menilai negatif anak muda Palestina sebagai orang-orang yang berbuat kekerasan dan tidak berpendidikan," katanya.
Beruntung, Nai dibesarkan dalam keluarga yang mencintai musik. Sejak usia lima tahun, keluarganya sudah sering menyetel lagu-lagu dari Umm Kulthum, Sayed Darwish, Zakariyah Ahmad, Abd Al-Wahab, Ziyad Rahbani, the Rahbani Brothers and Fairuz.
Nama Nai sendiri sama artinya dengan flute kayu khas Arab. Ketika ibunya hamil, sang ibu bertanya pada tetangga tentang nama yang bagus diberikan kepada anak keduanya itu. Tetangga itu pun menjawab, "Bila aku punya anak ketiga perempuan, akan kuberi nama Nai," kata sang tetangga.
Dan ternyata nama Nai itu seperti takdir yang membawanya pada flute. Sebab, sejak bergabung dalam Edward Said National Conservatory pada usia 9 tahun, flute adalah instrumen yang dia kuasai hingga sekarang.
Nai pun terus bermain flute dan terus bernyanyi. "Kami pertama sebagai orang Palestina dan kedua sebagai musisi. Namun kami memainkan keduanya. Kami memainkan musik karena memiliki bahasa yang kuat, membawa para anak muda berbakat melihat masa depan," ujarnya yakin.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV