Sri Lanka Memanas, Krisis Ekonomi Picu Mogok Nasional Tuntut Pemerintah Mundur
Kompas dunia | 6 Mei 2022, 16:04 WIBKOLOMBO, KOMPAS.TV - Jaringan bus dan kereta api Sri Lanka terhenti, sementara kantor dan pabrik kosong saat terjadinya pemogokan nasional pada Jumat (6/5/2022) yang menuntut pengunduran diri pemerintah karena dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi yang memburuk di negara itu.
Seperti laporan France24, Jumat, pemadaman listrik selama berbulan-bulan, kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan yang akut menyebabkan penderitaan yang meluas di seluruh negara kepulauan di Asia Selatan itu.
Kemarahan publik memicu protes berkelanjutan yang menuntut pemerintah mundur karena dinilai salah urus krisis ekonomi terburuk yang melanda Sri Lanka sejak kemerdekaannya pada 1948.
Jutaan pekerja tidak bekerja pada Jumat dalam pemogokan yang diselenggarakan oleh gerakan serikat pekerja negara itu, semua dibatalkan kecuali satu layanan kereta api yang dijadwalkan.
Bus-bus milik swasta tidak beroperasi, sementara pekerja industri berdemonstrasi di luar pabrik mereka dan bendera hitam dikibarkan di seluruh negeri sebagai ekspresi kemarahan terhadap pemerintah.
"Kami dapat menunjukkan dengan tepat kesalahan kebijakan presiden yang menyebabkan keadaan ekonomi kami yang sangat menyedihkan ini," kata pemimpin serikat pekerja, Ravi Kumudesh.
Baca Juga: Cadangan Devisa Hanya Tersisa Rp 719 Miliar, Sri Lanka Diambang Kebangkrutan
Presiden Gotabaya Rajapaksa bersikeras tidak akan mundur meskipun demonstrasi meningkat di seluruh negeri, termasuk unjuk rasa yang berkemah di luar kantor kepresidenan selama hampir sebulan.
Polisi menembakkan gas air mata ke arah ribuan mahasiswa yang berusaha menyerbu parlemen nasional pada Kamis malam setelah sidang parlemen yang dijadwalkan hari itu, ditunda.
Krisis ekonomi Sri Lanka terjadi setelah pandemi Covid-19 menghantam pendapatan dari pariwisata dan pengiriman uang.
Karena tidak dapat membayar impor bahan bakar, layanan umum memberlakukan pemadaman listrik setiap hari untuk menjatah listrik. Sementara antrean panjang warga yang ingin membeli bensin dan minyak tanah terjadi di sekitar stasiun layanan.
Adapun rumah sakit-rumah sakit mengalami kekurangan obat-obatan vital dan pemerintah mengimbau warga di luar negeri untuk memberikan sumbangan.
Bulan lalu, Sri Lanka mengumumkan gagal membayar utang luar negerinya yang bernilai USD51 miliar. Menteri Keuangan Ali Sabry memperingatkan minggu ini bahwa negara itu harus menanggung kesulitan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya setidaknya hingga dua tahun ke depan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/France24