Kilang Penyulingan Minyak Ilegal di Nigeria Meledak, 100 Orang Tewas
Kompas dunia | 24 April 2022, 05:40 WIBYENAGAO, KOMPAS.TV - Lebih dari 100 orang tewas, Sabtu (23/4/2022), dalam insiden ledakan kilang penyulingan minyak ilegal di Nigeria.
"Kebakaran terjadi di lokasi bunkering ilegal dan berdampak pada lebih dari 100 orang yang terbakar tanpa bisa dikenali," kata komisaris negara bagian untuk sumber daya minyak, Goodluck Opiah seperti dilaporkan France24, Minggu, (24/4).
Bunkering secara umum adalah proses pengisian bahan bakar dari darat ke dalam kapal, yang memiliki standar keselamatan dan keamanan sangat ketat.
Bahaya yang menghadang dari proses bunkering yang tidak mematuhi standar dan prosedur adalah ledakan dan kebocoran bahan bakar.
Pengangguran dan kemiskinan di Delta Niger penghasil minyak telah membuat penyulingan minyak mentah ilegal menjadi bisnis yang menarik tetapi dengan konsekuensi yang mematikan.
Minyak mentah disadap atau dicuri dari jaringan pipa yang dimiliki oleh perusahaan minyak besar dan disuling menjadi produk di tangki darurat.
Proses berbahaya menyebabkan banyak kecelakaan fatal dan mencemari wilayah yang dirusak oleh tumpahan minyak di lahan pertanian, anak sungai dan laguna.
Baca Juga: Geng Bersenjata Bunuh 200 Orang di Zamfara Nigeria, Bakar Desa dan Mutilasi Korban
The Youths and Environmental Advocacy Centre atau Pusat Advokasi Pemuda dan Lingkungan mengatakan beberapa kendaraan yang mengantre untuk membeli bahan bakar ilegal ikut terbakar dalam ledakan tersebut.
Sebelumnya pada Oktober 2021 lalu, sedikitnya 25 orang, termasuk beberapa anak-anak tewas dalam ledakan dan kebakaran di kilang ilegal lainnya di negara bagian Rivers.
Pada Februari 2022, pihak berwenang setempat di Nigeria mengatakan mereka memulai tindakan keras untuk mencoba menghentikan penyulingan minyak mentah curian, tetapi baru mencapai sedikit keberhasilan.
Pejabat pemerintah memperkirakan Nigeria, produsen dan pengekspor minyak terbesar di Afrika, kehilangan rata-rata 200.000 barel per hari minyak mentah, atau setara lebih dari 10% dari produksi, karena penyadapan, pencurian atau perusakan jaringan pipa.
Hal tersebut memaksa perusahaan minyak untuk secara teratur menyatakan force majeure pada ekspor minyak dan gas.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : France24