> >

Bom Tandan, Bom Curah yang Dilarang Penggunaannya tapi Ternyata Pernah Dibuat Indonesia

Krisis rusia ukraina | 19 April 2022, 16:02 WIB
Salah satu unit bom tandan atau bom klaster di pangkalan militer Lebanon di Nabatiyeh, Lebanon, 12 September 2011. Pada Selasa (19/4/2022), Ukraina diduga menggunakan bom tandan demi mempertahankan wilayahnya dari serbuan Rusia. (Sumber: AP Photo/Mohammed Zaatari, File)
JAKARTA, KOMPAS.TV – Sesuai aturan Konvensi Jenewa, bom tandan atau yang lebih dikenal sebagai bom klaster atau bom curah, dilarang penggunaannya dalam peperangan.

Kendati begitu, ditemukan sejumlah fakta adanya penggunaan bom tandan ini dalam perang Rusia-Ukraina. The New York Times mengungkap, bom tandan yang jatuh di sebuah desa di Ukraina itu diduga justru digunakan tentara Ukraina sendiri demi mempertahankan wilayahnya dari serbuan Rusia.

Indonesia pun, ternyata pernah membuatnya.

Baca Juga: Demi Pertahankan Wilayah dari Serbuan Rusia, Ukraina Hujani Rakyatnya dengan Bom Tandan

Bom tandan dilarang digunakan dalam peperangan karena daya rusaknya yang tergolong biadab.
Pasalnya, ketika dijatuhkan dari pesawat, sebelum menyentuh tanah, bom tandan akan memecah diri dalam bentuk bom-bom kecil, baru meledak.

Bom tandan ini bisa dijeniskan sebagai bom pembawa bom karena berbentuk tabung dispenser dan di dalamnya berisi ratusan butir bom berbentuk bulat.

Ketika dijatuhkan dan pada ketinggian tertentu memecah diri menjadi ratusan butir bom, area yang dihancurkan jadi demikian luas dan tidak terkendali.

Bom tandan atau dikenal juga sebagai bom curah atau bom klaster, bom pembawa bom yang dilarang penggunaannya dalam peperangan karena daya rusaknya yang biadab. (Sumber: Intisari)

Akibatnya, tidak hanya sasaran militer yang hancur, tetapi juga para penduduk sipil yang sebenarnya tidak menginginkan peperangan.

Baca Juga: Rusia Bantah Gunakan Bom Fosfor di Ukraina

Butiran-butiran bom yang terlontar dari dispenser bom klaster bentuknya bulat seperti bola bisbol dan warnanya menarik.

Terkadang, ada butiran bom yang tidak meledak saat jatuh di tanah. Bom ini kerap diambil oleh anak-anak karena dikira mainan.

Namun, sewaktu digunakan sebagai barang mainan, ‘bola bisbol’ itu ternyata bisa meledak.

Konvesi Jenewa pun kemudian melarang penggunaan bom klaster yang demikian berbahaya bagi penduduk sipil itu.

Mengutip Intisari pada 2017, Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara (Dislitbangau) pun ternyata pernah membuat jenis bom klaster.

Fisik bom itu berupa dispenser berisi beragam peledak dalam jumlah besar.

Dispenser itu dilengkapi sirip pada ekornya yang berfungsi mengendalikan arah bom menuju sasaran.

Secara teknis, dispenser itu memiliki sumbu ledak baik jenis yang bekerja secara mekanis maupun otomatis. Dalam sistem kerjanya, sumbu ledak itu akan menentukan kapan atau pada ketinggian berapa meter dari target, dispenser akan melontarkan isian butiran-butiran bomnya.

Baca Juga: Investigator: Drone dari Wilayah Ukraina yang Jatuh di Zagreb Kroasia Ternyata Angkut Bom

Bom klaster yang dibuat oleh Dislitbangau memang masih berupa prototipe dan belum pernah diuji coba karena merupakan proyek rahasia.

Namun, karena Indonesia termasuk negara yang menghindari penggunaan bom klaster, bom biadab itu akhirnya disimpan di ruangan khusus Dislitbangau dan bisa dilihat oleh masyarakat umum.

Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa dari sisi teknologi militer, Indonesia sebenarnya bisa menciptakan bom maut itu.

Dalam ‘kondisi terpaksa’, militer Indonesia pun bisa menggunakannya untuk mempertahankan kedaulatan NKRI.

 

Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Intisari


TERBARU