Inggris Tolak Desakan Rusia Gelar Sidang Dewan Keamanan Bahas Tudingan Pembunuhan Massal di Ukraina
Krisis rusia ukraina | 4 April 2022, 18:48 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV — Kremlin, Senin (4/4/2022), dengan keras menolak tuduhan bahwa pasukan Rusia melakukan kekejaman dan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Ukraina. Rusia juga mendesak digelarnya pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.
Namun permintaan tersebut ditolak Inggris yang saat ini memimpin DK PBB, seperti dilaporkan Associated Press, Senin.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Senin mengatakan, tudingan Ukraina bahwa pasukan Rusia membunuh ratusan warga sipil di luar Kiev tidak dapat dipercaya, seraya menambahkan "kami dengan tegas menolak tuduhan itu."
Komentar Peskov mengamini pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia yang menuduh pihak berwenang Ukraina mengatur apa yang digambarkan sebagai "provokasi" untuk menodai Rusia.
Peskov mengatakan, materi foto dan video dari daerah tersebut adalah “manipulasi” dan mendesak para pemimpin internasional untuk menganalisis fakta dengan hati-hati serta mendengar argumen Rusia sebelum bergegas menyalahkan Moskow.
Rusia menyerukan digelarnya pertemuan mendesak DK PBB, tetapi Inggris yang saat ini memimpinnya menolak untuk mengadakannya. Demikian menurut Mikhail Ulyanov, utusan Rusia di kantor organisasi internasional di Wina.
Peskov mengatakan bahwa Rusia akan terus mendorong digelarnya pertemuan itu, mencatat bahwa Rusia ingin masalah itu dibahas di tingkat tertinggi, seperti DK PBB.
Baca Juga: Rusia Sebut Pembunuhan Warga Sipil Ukraina di Bucha Tuduhan Palsu: Upaya Menjelekkan
Pihak berwenang Ukraina mengatakan, setidaknya 410 jenazah warga sipil telah ditemukan di daerah-daerah di luar ibu kota Kiev setelah Rusia menarik pasukannya pekan lalu.
Banyak dari jenazah-jenazah itu dilaporkan ditemukan dengan tangan terikat, luka tembak jarak dekat, dan tanda-tanda penyiksaan.
Para pemimpin internasional mengutuk kekejaman yang dilaporkan dan menyerukan sanksi yang lebih keras terhadap Moskow.
Rusia menghadapi gelombang kecaman baru pada Senin setelah bukti muncul tentang apa yang tampaknya merupakan pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil di Ukraina.
Beberapa pemimpin Barat menyerukan sanksi lebih lanjut sebagai tanggapan atas dugaan kekejaman, bahkan saat Moskow terus menggencarkan serangannya di timur Ukraina.
Menteri pertahanan Jerman menyarankan agar Uni Eropa membahas larangan impor gas Rusia.
Tetapi lebih banyak pejabat senior mengindikasikan boikot segera tidak mungkin dilakukan, sebuah tanda para pemimpin dapat berjuang dalam jangka pendek untuk meningkatkan sanksi yang sudah berat terhadap Rusia.
Baca Juga: PM Inggris Mengamuk Rusia Bunuh Warga Sipil Ukraina, Berjanji Buat Putin Kelaparan
Di Bucha, barat laut ibu kota, wartawan Associated Press melihat 21 mayat. Satu kelompok beranggotakan sembilan orang, semuanya berpakaian sipil, tersebar di sekitar lokasi yang menurut penduduk digunakan pasukan Rusia sebagai pangkalan.
Mereka tampaknya ditembak dari jarak dekat. Setidaknya ada dua orang yang tangannya diikat ke belakang.
Gambar-gambar tubuh babak belur yang tergeletak di jalan-jalan atau kuburan yang digali dengan tergesa-gesa, melepaskan gelombang kemarahan yang bisa menandakan titik balik dalam perang yang sudah berlangsung hampir enam minggu itu.
Tetapi sanksi sejauh ini gagal menghentikan serangan, dan kenaikan harga energi bersama dengan kontrol ketat di pasar mata uang Rusia, menumpulkan dampak sanksi barat, bahkan rubel rebound kuat setelah awalnya sempat jatuh.
Para pemimpin Barat dan Ukraina menuduh Rusia melakukan kejahatan perang, dan jaksa Pengadilan Kriminal Internasional telah membuka penyelidikan untuk menyelidiki konflik tersebut.
Tetapi laporan terbaru meningkatkan kecaman lebih jauh, dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan beberapa pemimpin Barat menuduh Rusia melakukan genosida.
Kementerian Pertahanan Rusia menolak tuduhan itu. Dikatakan foto dan video mayat "telah dikelola oleh rezim Kiev untuk media Barat."
Kementerian itu mengatakan "tidak ada satu pun warga sipil" di Bucha yang mengalami aksi kekerasan militer.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Associated Press