> >

Warga Perempuan Afghanistan Demo Kantor PBB, Desak Dunia Tekan AS Cairkan Aset Negara yang Dibekukan

Kompas dunia | 2 April 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi. Seorang ibu Afghanistan memberi makan putranya yang sakit dan tengah menjalani perawatan di bangsal malnutrisi Rumah Sakit Anak Indira Gandhi, di Kabul, Afghanistan, 24 Februari 2022. Pada Jumat (1/4/2022), puluhan perempuan Afghanistan terlibat demonstrasi di luar kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kabul menuntut komunitas internasional menekan AS untuk mencairkan aset Afghanistan di tengah krisis.  (Sumber: AP Photo/Hussein Malla)

“Kami ingin komunitas internasional untuk menekan AS agar melepas aset Afghanistan yang dibekukan. AS telah melakukan banyak kejahatan selama 20 tahun terakhir di Afghanistan,” timpal Khatera Darweshi Saadat, seorang aktivis Afghanistan.

Kebijakan AS merampas aset Afghanistan sendiri menjadi kontroversi di kalangan pemerintah Taliban. Taliban memperingatkan bahwa mereka akan “mempertimbangkan kembali” kebijakan tentang AS jika keputusan Biden dieksekusi.

Baca Juga: Pengungsi Afghanistan di Indonesia Demo Minta Dipindahkan: 10 Tahun Tanpa Hak Manusia

Amnesty International menyebut keputusan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil separuh dari aset Afghanistan yang dibekukan untuk diberikan kepada keluarga korban serangan 9/11, zalim.

"Keputusan itu tidak logis dan zalim. Ini harus dibatalkan," kata Amnesty International dalam pernyataannya, Selasa, 22 Februari 2022.

Amnesty mengatakan, pihaknya telah lama menyerukan agar para keluarga korban dan penyintas serangan teroris 11 September 2001 diberikan kompensasi.

"Tetapi aset mata uang asing Afghanistan bukan milik otoritas de facto Taliban atau para pelaku serangan tersebut. Dana ini yang dikumpulkan selama 20 tahun, adalah milik rakyat Afghanistan."

Sementara mantan Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband merupakan salah satu di antara pihak-pihak yang mendesak pemerintahan Biden dan Bank Dunia untuk membebaskan aset Afghanistan tidak hanya untuk bantuan kemanusiaan tapi juga untuk pemulihan ekonomi Afghanistan.

"Apa yang kita lakukan bukan memperburuk kondisi bagi Taliban, ini memperburuk kondisi rakyat. Kita tidak sedang menghukum Taliban. Rakyat jelata Afghanistan lah yang membayar akibatnya," ungkap Miliband kepada The Guardian.

"Ini bukan saja malapetaka dalam hal pilihan, tapi juga malapetaka bagi reputasi. Ini kebijakan yang membiarkan orang-orang kelaparan."

Menurut Program Pangan Dunia (World Food Program/WFP), sekitar 23 juta orang, separuh dari total penduduk Afghanistan, tidak memperoleh makanan yang mencukupi baik secara kuantitas maupun gizi.

Sementara 8,7 juta orang terancam kelaparan.

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU