Taliban Larang Perempuan Naik Pesawat tanpa Wali Kerabat Laki-Laki, Termasuk Tujuan Internasional
Kompas dunia | 26 Maret 2022, 20:02 WIBSerangan terbaru terhadap hak-hak perempuan di Afghanistan yang dikelola Taliban ini terjadi hanya beberapa hari setelah pemerintah Taliban melanggar janjinya sendiri untuk mengizinkan anak perempuan kelas 6 ke atas kembali belajar di sekolah.
Langkah itu membuat marah komunitas internasional, yang enggan mengakui pemerintahan Taliban sejak berkuasa Agustus lalu, karena khawatir mereka akan kembali ke aturan keras mereka pada tahun 1990-an.
Penolakan Taliban untuk membuka pendidikan bagi semua anak Afghanistan juga membuat marah sebagian besar penduduk Afghanistan.
Pada Sabtu (26/3), puluhan perempuan berunjuk rasa di Kabul, ibukota Afghanistan, menuntut hak agar perempuan bisa pergi ke sekolah.
Setelah larangan Taliban pada pendidikan anak perempuan di luar kelas enam, aktivis hak-hak perempuan Mahbouba Seraj pergi ke TV TOLO Afghanistan untuk bertanya, “Bagaimana kami sebagai bangsa mempercayai Anda dengan kata-kata Anda lagi? Apa yang harus kami lakukan untuk menyenangkan Anda? Haruskah kami semua mati?”
Sebuah badan amal Afghanistan bernama PenPath, yang mengelola puluhan sekolah "rahasia" dengan ribuan sukarelawan, berencana menggelar protes di seluruh negeri untuk menuntut Taliban membatalkan perintahnya, kata Matiullah Wesa, pendiri PenPath.
Baca Juga: PBB Resmi Jalin Hubungan Formal dengan Pemerintahan Afghanistan di Bawah Taliban
Pada hari Sabtu di Forum Doha 2022 di Qatar, Roya Mahboob, seorang pengusaha Afghanistan yang mendirikan tim robotika khusus perempuan di Afghanistan, mendapat Penghargaan Forum untuk pekerjaan dan komitmennya terhadap pendidikan anak perempuan.
Dalam sebuah wawancara setelah menerima penghargaan, Mahboob meminta banyak pemimpin dunia dan pembuat kebijakan yang menghadiri forum tersebut untuk menekan Taliban agar membuka sekolah bagi semua anak Afghanistan, termasuk anak perempuan.
Tim robotika Afghanistan melarikan diri saat Taliban kembali berkuasa namun Mahboob mengatakan dia masih berharap pusat sains dan teknologi yang dia harapkan bisa dibangun di Afghanistan untuk anak perempuan masih bisa dibangun.
“Saya berharap komunitas internasional, komunitas Muslim (tidak) melupakan Afghanistan dan tidak meninggalkan kami,” katanya.
"Afghanistan adalah negara miskin. Tidak memiliki sumber daya yang cukup. Dan jika Anda merampas ilmu pengetahuan kami, saya tidak tahu apa yang akan terjadi."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press