> >

Warga Asing Mengeluh Diperlakukan Diskriminatif dan Rasis di Perbatasan Ukraina-Polandia

Krisis rusia ukraina | 1 Maret 2022, 06:41 WIB
Warga Afrika yang merupakan pelajar di Ukraina ditolak melewati perbatasan ke Polandia oleh penjaga perbatasan Ukraina, mengaku mendapat perlakuan rasis karena warna kulit mereka (Sumber: France24/Mehdi Chebil)

MEDYKA, UKRAINA, KOMPAS.TV - Saat semakin banyak orang berebut untuk menyelamatkan diri dari Ukraina, beberapa laporan muncul dari warga non-kulit putih termasuk warga Nigeria, India dan Lebanon, yang terjebak di perbatasan dan mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan rasis karena penampilan yang berbeda, seperti laporan Associated Press, Selasa, (1/3/2022)

Tidak seperti orang Ukraina, banyak orang non-Eropa membutuhkan visa untuk masuk ke negara tetangga. Kedutaan besar di seluruh dunia berebut untuk membantu warganya melewati perbatasan yang kacau untuk keluar Ukraina.

Video yang dibagikan di media sosial yang diposting di bawah tagar #AfricansinUkraine diduga menunjukkan siswa kulit hitam Afrika ditahan untuk tidak naik kereta api yang akan keluar dari Ukraina, agar dapat memberi ruang bagi warga Ukraina.

Di perbatasan Medyka yang menyeberang ke Polandia, Abdirahim Syleiman, seorang mahasiswa kedokteran Kenya di Vinnytsia, Ukraina mengatakan kepada The Associated Press bahwa "orang asing dipisahkan ke satu sisi", seraya menekankan, "Mereka diperlakukan berbeda," katanya.

Baca Juga: Negara Afrika di Dewan Keamanan PBB Kutuk Rasisme atas Warga Kulit Hitam di Perbatasan Ukraina

Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani berpidato di pertemuan Dewan Keamanan PBB. Perwakilan dari tiga negara Afrika di Dewan Keamanan PBB mengutuk perlakuan rasis dan diskriminasi terhadap warga Afrika di perbatasan Ukraina (Sumber: AP Photo/John Minchillo)

Axel Ebalanke, seorang mahasiswa administrasi publik Kongo di Kharkiv, Ukraina mengatakan polisi Ukraina membuat mereka berdiri dalam cuaca dingin selama berjam-jam dalam perjalanan mereka ke perbatasan, sementara warga Ukraina dibantu untuk naik bus ke penyeberangan perbatasan Polandia

"Kami harus berjalan, kami benar-benar terkejut," katanya.

Cihan Yildiray, seorang warga negara Turki yang bekerja di Kyiv, mengatakan warga non-Ukraina yang mencoba meninggalkan negara itu tidak diberi bantuan seperti yang diberikan kepada warga negara Ukraina.

"Setiap saat orang Ukraina dapat melewati setiap pos pemeriksaan, setiap lorong, setiap pintu dengan mudah, tetapi kami selalu menunggu satu jam, dua, tiga jam dan selalu (ada) beberapa diskriminasi, beberapa tindakan rasis," katanya kepada The Associated Press.

"Saat orang-orang (warga asing) ingin berjalan, mereka (polisi Ukraina) menghentikan kami selama tiga jam, mereka tidak membiarkan kami berjalan, dan orang-orang menjadi seperti agresif dan mereka juga melancarkan sumpah serapah. Setelah itu di setiap perbatasan, di setiap pos pemeriksaan, kami tidak pernah dirawat seperti manusia."

Baca Juga: Tidak Boleh Lewat karena Berkulit Hitam, Warga Afrika Terlunta-lunta di Perbatasan Ukraina-Polandia

Warga Afrika yang merupakan pelajar di Ukraina ditolak melewati perbatasan ke Polandia oleh penjaga perbatasan Ukraina, mengaku mendapat perlakuan rasis karena warna kulit mereka (Sumber: France24/Mehdi Chebil)

Uni Afrika di Nairobi hari Senin, (28/2/2022) mengatakan setiap orang memiliki hak untuk melintasi perbatasan internasional untuk menghindari konflik.

Badan yang menaungi negara-negara di benua Afrika itu mengatakan "laporan bahwa orang Afrika sengaja dipilih untuk diperlakukan secara berbeda sungguh sangat rasis dan itu melanggar hukum internasional."

Uni Afrika mendesak semua negara untuk "menunjukkan empati dan dukungan yang sama kepada semua orang yang menyelamatkan diri dari perang terlepas dari identitas rasial mereka."

Abdirahim Syleiman, mahasiswa kedokteran Kenya di Vinnytsia, Ukraina, kepada Associated Press mengatakan, orang Ukraina diizinkan masuk dan orang asing dipisahkan ke satu sisi tanpa memandang ras. Ada beberapa warga Inggris yang ada di sana, saya menghitung dua pria Skotlandia di sana dan itu seperti terpisah antara warga asing dan warga Ukraina, dan mereka diperlakukan secara berbeda."

Axel Ebalanke, mahasiswa administrasi publik Kongo di Kharkiv kepada Associated Press mengatakan, "Kami tidak datang ke Ukraina sebagai pencari suaka, kami datang sebagai mahasiswa asing dan kami membayar semuanya, agar kami dapat tinggal di sana."

Baca Juga: KBRI Bucharest Terima 25 WNI, 85 dari Kyiv dalam Perjalanan ke Perbatasan

Mahasiswa Nigeria Natacha Daniels mengatakan dia khawatir dia akan dilarang meninggalkan Ukraina karena paspornya ada di tangan pejabat di Kharkiv, tempat dia belajar ekonomi. (Sumber: France24/Mehdi Chebil)

Axel kemudian ditanya tentang perawatan yang dia terima di perbatasan Ukraina. "Kami ditempatkan di udara beku selama berjam-jam, dari jam 8 malam sampai jam 6 pagi dan bus-bus lewat begitu saja membawa orang-orang Ukraina ke perbatasan sementara kami diam, tidak bergerak. Ketika orang Ukraina lewat, mereka akan berhenti dan melakukan pemeriksaan dokumen. Ketika kami mencapai perbatasan, hanya untuk mendapatkan stempel keluar kami harus menunggu berjam-jam, dan sementara orang Ukraina memiliki hak untuk menggunakan bus, kami harus berjalan, kami benar-benar terkejut."

Ketika ditanya tentang siapa yang melakukan itu padanya, Axel berkata, "Polisi Ukraina, saya harus mengatakan yang sebenarnya."

Duta Besar Polandia untuk PBB Krzysztof Szczerski mengatakan di Majelis Umum PBB pada hari Senin pernyataan diskriminasi berbasis ras atau agama di perbatasan Polandia adalah “kebohongan total dan penghinaan yang mengerikan bagi kami.”

“Warga negara dari semua negara yang menderita agresi Rusia atau yang hidupnya dalam bahaya dapat mencari perlindungan di negara saya,” katanya.

Szczerski mengatakan orang-orang dari sekitar 125 kebangsaan telah diterima di Polandia pada Senin pagi dari Ukraina, termasuk Ukraina, Uzbekistan, Nigeria, India, Maroko, Pakistan, Afghanistan, Belarusia, Aljazair, dan banyak lagi.

Secara keseluruhan, katanya, 300.000 orang telah tiba selama krisis.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU