> >

Karya Sastra Pertama di Myanmar Pasca Kudeta Tunjukkan Altruisme dan Keberanian

Kompas dunia | 15 Februari 2022, 22:41 WIB
Buku antologi penulis Myanmar yang diterbitkan di Inggris Raya, kebanyakan tulisan dibuat selama aksi militer pasca-kudeta Februari 2021. (Sumber: Balestier Press via The Guardian)

LONDON, KOMPAS.TV - Para pengarang Myanmar menerbitkan karya sastra usai negara itu dikudeta militer pada Februari 2021 lalu. Buku antologi bertajuk Picking Off New Shoots Will Not Stop the Spring disebut sebagai karya sastra pertama Myanmar sejak kudeta militer.

Picking Off New Shoots Will Not Stop the Spring merupakan bunga rampai puisi dan esai oleh para penulis Myanmar. Buku ini terbit pada 29 Januari 2022, dirilis di Inggris Raya oleh penerbit Balestier Press.

Menurut laporan The Guardian, buku ini menunjukkan “altruisme dan keberanian” dari generasi baru penulis di tengah kudeta.

“Jelang kudeta militer terhadap pemerintah Myanmar yang terpilih secara demokratis pada Februari 2021, kami menemukan karya sastra daring mencurahkan kemarahan, kedukaan, dan pembangkangan, terutamanya (secara) rendah hati, altruistik, dan berani,” tulis tim editor.

Ko Ko Thett, penyair sekaligus salah satu editor bunga rampai, menyebut tulisan-tulisan dalam buku itu bisa terkumpul berkat penetrasi internet.

Ia menyebut internet dan media sosial di Myanmar menjadi kendara tangguh untuk menyirkulasikan karya yang dinamai Ko Thett sebagai “tulisan kesaksian.”

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Bebaskan 800 Tahanan pada Hari Persatuan Nasional

“Peniadaan sebagian sensor setelah pemilu 2010 dan apa yang disebut ‘transisi Myanmar’ bertepatan dengan pengenalan internet dan media sosial,” kata Ko Thett kepada The Guardian.

“Banyak penyair dan penulis aktif di dunia daring sepanjang malam. Dalam keinstanan dan viralitas media sosial, penyair protes yang mengunggah puisi mereka dapat dengan mudah diketahui, diidentifikasi, dan dilacak,” sambungnya.

Ko Thett pun menyebut internet akhirnya menjadi “kendaraan utama bagi puisi dan suara-suara protes” di Myanmar.

Memuat karya mereka yang dibunuh junta

Picking Off New Shoots Will Not Stop the Spring sebagian besar berisikan tulisan yang dibuat selama aksi militer setelah kudeta Februari 2021. Ada pula tulisan yang dibuat pada kurun 1988-2020.

Menurut Ko Thett, banyak penyair Myanmar yang “dipersekusi, dieksekusi, atau dibunuh karena memberontak” oleh junta militer.

Salah duanya adalah Myint Myint Zin dan K Za win yang dibunuh pada Maret 2021. 

“Banyak penyair dipenjara karena mengikuti protes (menentang kudeta). Kami merasa terhormat bisa memasukkan sejumlah puisi dari para penyair ini, termasuk beberapa puisi yang paling dicintai dari Khet Thi yang dibunuh oleh junta pada 8 Mei,” tulis tim editor.

Tim editor menyebut, kumpulan tulisan itu perlu diterbitkan dalam format yang lebih tahan lama. Alasannya, kumpulan tulisan itu disebut “mendemonstrasikan kekuatan dan kemungkinan tulisan saat menghadapi laras senjata.”

“Ini juga mengungkap bahwa para penulis Burma signifikan dan ulung secara estetis,” tulis tim editor.

Sejak militer mengkudeta pemerintah Myanmar dan membungkam protes dengan represif, hampir 1.600 warga sipil telah dibunuh oleh junta.

Baca Juga: Setahun Kudeta, ASEAN Minta Langkah Konkret Myanmar Stop Kekerasan dan Terapkan Lima Poin Konsensus


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU