> >

Pameran Revolusi Kemerdekaan dari Kacamata Indonesia, Digelar Museum Nasional Belanda Rijksmuseum

Kompas dunia | 9 Februari 2022, 21:53 WIB
Museum Nasional Belanda, atau Rijks Museum Amsterdam untuk kali pertama menggelar pameran besar tentang revolusi kemerdekaan Indonesia, dari kacamata Indonesia dan bukan dari pengalaman dekolonisasi Hindia Belanda menurut kacamata orang Belanda, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu, (9/2/2022) (Sumber: AP Photo/Mike Corder)

AMSTERDAM, KOMPAS.TV — Museum Nasional Belanda atau Rijks Museum Amsterdam untuk pertama kalinya menggelar pameran besar tentang revolusi kemerdekaan Indonesia dari kacamata Indonesia, bukan dari pengalaman dekolonisasi Hindia Belanda menurut kacamata orang Belanda, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu, (9/2/2022). 

Salah satu yang dipamerkan adalah   rekaman video pasukan Belanda terlihat mengawasi pembakaran rumah di sebuah desa Indonesia.

Pada bagian lain, juga dipamerkan pakaian bayi yang dijahit dari sampul buku, satu-satunya potongan kain yang bisa ditemukan sang ibu. Benda itu sengaja diletakkan untuk dilihat pengunjung pameran.

Susunan pakaian bayi yang dipamerkan, "tidak menunjukkan kekerasan secara langsung, tetapi dampak tidak langsung dari kekerasan inilah yang ditunjukkan oleh benda-benda ini," ujar direktur museum Taco Dibbits kepada The Associated Press, Rabu, (9/2/2022)

Artefak bersejarah yang menampilkan dua elemen penderitaan yang berbeda, merupakan bagian dari pameran terbaru di museum nasional Belanda.

Pameran bertema “Revolusi! Indonesia Merdeka” itu  menyajikan pandangan yang beragam tentang kekerasan yang melatari dan mengiringi lahirnya sebuah bangsa besar di Asia Tenggara, Indonesia, dari abu Perang Dunia II dan tiga abad penjajahan bangsa asing.

Perang Kemerdekaan Indonesia ditampilkan melalui mata 23 saksi, mulai dari seorang anak laki-laki Indonesia dengan sekotak cat air yang secara diam-diam melukis gerakan pasukan di kota kelahirannya, hingga foto ikonik fotografer terkenal Henri Cartier-Bresson tentang pelantikan Sukarno menjadi presiden Indonesia di keraton Sultan Yogyakarta pada 17 Desember 1949.

Pameran ini juga  menampilkan lukisan, propaganda, video, dan foto-foto transformasi penuh kekerasan Hindia Belanda menjadi Indonesia.

Baca Juga: Pameran Foto Pengungsi Afghanistan Bertajuk Albania from My Eyes, Gambarkan Kebaikan Albania

Salah satu propaganda saat perang kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Museum Nasional Belanda, atau Rijks Museum Amsterdam untuk kali pertama menggelar pameran besar tentang revolusi kemerdekaan Indonesia, dari kacamata Indonesia dan bukan dari pengalaman dekolonisasi Hindia Belanda menurut kacamata orang Belanda, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu, (9/2/2022) (Sumber: Rijksmuseum)

Pertunjukan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan sejarah oleh Rijks Museum Belanda terhadap masa lalu penjajahan oleh Belanda, yang tahun lalu menampilkan pameran besar tentang peran Belanda dalam perdagangan budak secara global.

“Jika melihat sistem pendidikan Belanda, kemerdekaan Indonesia digambarkan dari perspektif Belanda, dan kami merasa sangat penting untuk terus memperluas sejarah kami,” kata Dibbits.

Pameran ini akan dipamerkan berkeliling Indonesia tahun 2023, dirangkai oleh empat kurator pameran, dua dari Belanda dan dua dari Indonesia.

Salah satu kurator Indonesia, sejarawan Bonnie Triyana, bulan lalu memicu kontroversi ketika mengkritik penggunaan kata “bersiap” dalam pameran.

“Jika kita menggunakan istilah ‘bersiap’ secara umum untuk merujuk pada kekerasan terhadap Belanda selama revolusi, itu berkonotasi sangat rasis,” tulisnya di surat kabar Belanda NRC Handelsblad.

Kata “bersiap”, sering digunakan di Belanda untuk merujuk pada kekerasan yang dilakukan oleh orang Indonesia pada masa-masa awal perjuangan kemerdekaan segera setelah berakhirnya Perang Dunia II.

Baca Juga: Festival Pameran Dagang Unta di India Utara Kembali Digelar setelah Tutup akibat Pandemi Covid-19

Sukarno sedang membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Museum Nasional Belanda, atau Rijks Museum Amsterdam untuk kali pertama menggelar pameran besar tentang revolusi kemerdekaan Indonesia, dari kacamata Indonesia dan bukan dari pengalaman dekolonisasi Hindia Belanda menurut kacamata orang Belanda, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu, (9/2/2022) (Sumber: Frans Mendur)

Atas kejadian inI,  Bonnie  dilaporkan ke polisi Belanda  oleh Federasi Hindia Belanda (FIN). Bahkan, pernyataan soal "periode bersiap" ini sempat  ramai dibahas hingga parleman Belanda.

Kepada AP Bonnie menjelaskan , "Yang ingin saya lakukan adalah (memberi) penjelasan kontekstual ke dalamnya. Agar orang mengerti apa arti istilah ini, setidaknya dari sudut pandang saya, sebagai Sejarawan Indonesia.”

Dibbits memahami kontroversi tentang istilah yang digunakan untuk menggambarkan satu bagian dari penderitaan yang ditimbulkan oleh konflik.

"Sangat dapat dimengerti ada diskusi ini dan saya pikir sangat penting ada diskusi tentang penggunaan kata-kata atau penggunaan istilah, karena bagi banyak orang yang sangat menderita, anak-anak mereka, cucu-cucu mereka," ujarnya, "sejarah hari inilah yang masih sangat penting.”

Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, mendeklarasikan berakhirnya pendudukan Jepang pada Perang Dunia II serta 350 tahun pemerintahan kolonial Belanda.

Baca Juga: Rekor Tertinggi! Lukisan Banksy Terjual 333 Miliar Rupiah, Hasilnya Disumbangkan Untuk NHS Inggris

Tiga orang pejuang remaja kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, dua diantaranya berasal dari kesatuan di Sulawesi. Museum Nasional Belanda, atau Rijks Museum Amsterdam untuk kali pertama menggelar pameran besar tentang revolusi kemerdekaan Indonesia, dari kacamata Indonesia dan bukan dari pengalaman dekolonisasi Hindia Belanda menurut kacamata orang Belanda, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu, (9/2/2022) (Sumber: Rijksmuseum)

Tetapi Belanda berjuang keras untuk mempertahankan kendali selama empat tahun sebelum mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.

Para pemimpin Belanda menyampaikan laporan luas tentang kekerasan yang berlebihan oleh pasukan Belanda selama perang kemerdekaan.

Selama kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada tahun 2020, Raja Willem-Alexander meminta maaf atas “kekerasan berlebihan dari pihak Belanda” selama perjuangan kemerdekaan.

Sebuah proyek penelitian besar tentang kekerasan akan mempresentasikan temuannya akhir bulan ini.

Remco Raben, seorang profesor sejarah di Universitas Amsterdam, mengatakan pameran ini merupakan terobosan dari sisi pendekatan sebuah pameran.

“Ini ... pertama kalinya revolusi Indonesia disajikan kepada publik Belanda sebagai revolusi Indonesia dan bukan hanya sebagai pengalaman Belanda dalam perang dekolonisasi di Indonesia.” katanya.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU