> >

Perasaan Insecure Selimuti Pemimpin Uni Afrika Saat KTT, Menyusul Gelombang Kudeta Militer

Kompas dunia | 5 Februari 2022, 19:24 WIB
Para pemimpin Afrika bertemu hari Sabtu, (5/2/2022) pada KTT Uni Afrika yang diperkirakan akan membahas tantangan paling mendesak di benua itu, termasuk gelombang baru kudeta di Afrika Barat dan respons yang lambat terhadap pandemi Covid-19. (Sumber: African Union)

ADDIS ABABA, KOMPAS.TV — Para pemimpin Afrika bertemu pada KTT, Sabtu (5/2/2022), yang diperkirakan akan membahas tantangan paling mendesak di benua itu.

Termasuk gelombang baru kudeta di Afrika Barat dan respons yang lambat terhadap pandemi Covid-19, seperti dilansir Associated Press, Sabtu (5/2/2022).

KTT Uni Afrika di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, juga diharapkan bisa mengumpulkan dukungan untuk mendorong Afrika mendapat perwakilan permanen di Dewan Keamanan PBB.

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed dalam sambutan pembukaannya menyerukan kerja sama di antara negara-negara Afrika dalam menuntut dua kursi permanen di Dewan Keamanan PBB.

“Hari ini, lebih dari tujuh dekade PBB berdiri, Afrika tetap menjadi mitra junior, tanpa masukan atau peran yang berarti dalam tata pemerintahan internasional,” kata Abiy.

“Kita harus secara kolektif bersikeras bahwa permintaan masuk akal Afrika untuk tidak kurang dari dua kursi permanen dan lima kursi tidak tetap di Dewan Keamanan PBB diadopsi.”

Berbicara melalui tautan video, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, kerja sama antara PBB dan Uni Afrika “lebih kuat dari sebelumnya.”

Guterres mencatat, “ketidakadilan tertanam kuat dalam sistem global dimana orang Afrika membayar dengan harga sangat mahal.”

“Ketidaksetaraan yang tidak etis saat ini mencekik Afrika dan memicu konflik bersenjata, ketegangan politik, ekonomi, etnis dan sosial, pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan terhadap perempuan, terorisme, kudeta militer dan sentimen impunitas,” kata Guterres.

Sebagian besar sesi KTT akan diadakan secara tertutup.

Uni Afrika, yang akan merayakan ulang tahun ke-20 pada bulan Juli, sering dikritik tidak konsisten saat menanggapi krisis sporadis di benua berpenduduk 1,3 miliar orang itu.

Baca Juga: Uni Afrika Bekukan Keanggotaan Burkina Faso Menyusul Kudeta Militer di Negara Afrika itu

Para pemimpin Afrika bertemu hari Sabtu, (5/2/2022) pada KTT Uni Afrika yang diperkirakan akan membahas tantangan paling mendesak di benua itu, termasuk gelombang baru kudeta di Afrika Barat dan respons yang lambat terhadap pandemi Covid-19. (Sumber: African Union)

Menjelang KTT, keputusan besar terbaru blok itu adalah menangguhkan Burkina Faso setelah tentara pemberontak menggulingkan Presiden yang terpilih secara demokratis Roch Marc Christian Kabore, yang dikudeta karena dianggap tidak mampu membendung kekerasan ekstremis Islam.

Keputusan itu muncul setelah blok regional Afrika Barat ECOWAS menangguhkan keanggotaan Burkina Faso.

Gelombang kudeta baru di Afrika Barat dimulai pada 2020 di Mali, diikuti oleh Guinea pada tahun berikutnya, dan Burkina Faso akhir Januari.

Hanya seminggu kemudian, orang-orang bersenjata mencoba namun gagal menggulingkan Presiden Guinea-Bissau.

Di tempat lain, terjadi konflik mematikan mulai dari Mozambik hingga Ethiopia.

International Crisis Group mengatakan, Uni Afrika tahun ini harus memprioritaskan upaya mengamankan gencatan senjata di Ethiopia, mendukung dialog di Sahel, dan mereformasi Misi Uni Afrika di Somalia.

“Ini merupakan tahun yang penuh gejolak bagi Afrika, puluhan ribu tewas dalam perang di Tanduk Afrika, negara-negara jatuh kembali di bawah kekuasaan militer, kepayahan menjalani transisi, dan militansi Islam,” kata ICG menjelang KTT.

“Lembaga (Uni Afrika) harus mampu mengatasi masalah ini, serta ancaman keamanan terkait perubahan iklim.”

Human Rights Watch mendesak Presiden Macky Sall dari Senegal untuk fokus pada perlindungan sipil, keadilan, dan akuntabilitas saat ia menjabat sebagai Presiden Uni Afrika.

“Terlepas dari tantangannya, Sall memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan dan komitmen Uni Afrika terhadap prinsip-prinsip pendiriannya, dengan mengambil sikap berani dan tanpa kompromi terhadap pelanggaran yang disponsori negara, menanggapi seruan para korban untuk perlindungan dan keadilan, dan mendesak untuk hubungan multilateral yang setara dan adil," kata Carine Kaneza Nantulya, direktur advokasi Afrika di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

KTT Uni Afrika harus memprioritaskan penanganan pelanggaran yang merajalela dalam konflik di Ethiopia antara pejuang yang setia kepada Front Pembebasan Rakyat Tigray dan pemerintah federal Ethiopia dan sekutunya, termasuk Eritrea, kata kelompok hak asasi itu.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU