> >

Setahun Kudeta, ASEAN Minta Langkah Konkret Myanmar Stop Kekerasan dan Terapkan Lima Poin Konsensus

Kompas dunia | 3 Februari 2022, 00:51 WIB
Ilustrasi. Kendaraan lapis baja junta militer Myanmar di jalan ibukota sesaat setelah kudeta militer di Myanmar 1 Februari 2021. Sejak meletusnya kudeta Myanmar, junta militer merespons protes dengan tindakan brutal yang menewaskan ribuan orang. (Sumber: Straits Times)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - ASEAN mendesak junta militer Myanmar mengambil “langkah konkret” untuk meredakan kekerasan di negara itu akibat kudeta.

Hal tersebut termuat dalam pernyataan Ketua ASEAN yang dirilis pada Rabu (2/2/2022).

Kudeta militer Myanmar sendiri genap berusia setahun pada 1 Februari 2022 lalu.

Peringatan kudeta disambut protes warga di berbagai wilayah.

Kekerasan terus terjadi usai militer pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, 1 Februari 2021.

Pada 1 Februari 2022 lalu, kendati aksi warga umumnya berlangsung damai, juga terdapat sejumlah insiden kekerasan.

Di Tachileik, perbatasan timur Myanmar, pawai kelompok pendukung junta diserang ledakan.

Insiden ini menewaskan dua orang dan melukai setidaknya 30 lain.

Sementara itu, di Kyaukpadaung, Mandalay seorang pria nekat melakukan aksi bakar diri.

Pria itu kemudian dibawa ke rumah sakit dalam kondisi serius.

Warga melakukan protes aksi diam dan mengosongkan kota-kota di Myanmar, termasuk Yangon, Mandalay, dan Magway.

Baca Juga: Peringatan Satu Tahun Kudeta Myanmar, Puluhan Orang Ditangkap

Di lain pihak, pendukung junta militer melakukan aksi balasan berupa pawai mendukung pemerintahan Min Aung Hlaing.

Ribuan orang dilaporkan mengadairi pawai mendukung junta di ibu kota Naypyidaw.

Sejak meletusnya kudeta, junta militer merespons protes dengan tindakan brutal yang menewaskan ribuan orang.

Setidaknya 1.500 orang dibunuh aparat dan 11.000 lebih ditangka sejak kudeta.

Pemrotes pun menyambut tindakan brutal junta dengan bergabung kelompok-kelompok pemberontak.

Kelompok pemberontak di seantero Myanmar dilaporkan aktif kembali melawan pemerintah usai kudeta.

Melihat situasi krisis yang tak kunjung mereda, ASEAN berupaya aktif mengembang peran mediator untuk menyelesaikan konflik Myanmar.

Ketua ASEAN sekarang, Kamboja berusaha mendekati junta untuk menyelsaikan krisis.

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengunjungi Myanmar pada Januari lalu.

Baca Juga: Disebut Berpihak pada Myanmar, Kamboja: Ini Bukan Mendukung Junta, tapi Pendekatan Berbeda

Kamboja juga telah menunjuk utusan khusus untuk Myanmar.

Usai kunjungan Hun Sen, ASEAN mendesak junta Myanmar mengambil tindakan tegas untuk meredakan kekerasan.

“Negara anggota ASEAN menegaskan urgensi penghentian kekerasan segera dan agar semua pihak menahan diri sepenuhnya, juga memastikan keamanan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan untuk mereka yang paling membutuhkan berdasarkan prinsip kemanusiaan, netralitas, imparsialitas, dan independensi,” tulis pernyataan ASEAN.

ASEAN pun mendesak junta militer Myanmar menerapkan Lima Poin Konsensus yang dicapai negara-negara anggota pada 24 April 2021 lalu.

Salah dua poin konsensus tersebut adalah membolehkan akses bantuan kemanusiaan dan membiarkan utusan khusus ASEAN menemui semua pihak yang terlibat konflik, termasuk pemimpin terguling Aung San Suu Kyi yang kini sedang diadili junta.

Baca Juga: Bicara dengan Ketua ASEAN, Jokowi Tegaskan Pentingnya Lima Poin Konsensus untuk Atasi Krisis Myanmar

Pada era keketuaan Brunei Darussalam, 2021 lalu, Myanmar menolak utusan khusus ASEAN menemui Aung San Suu Kyi.

Hasilnya, ASEAN melarang junta mengikuti KTT Oktober 2021.

Adapun Lima Poin Konsensus yang ditetapkan ASEAN untuk mengatasi krisis Myanmar sebagai berikut.

  1. Pertama, harus ada penghentian kekerasan segera di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. 
  2. Kedua, dialog konstruktif yang melibatkan semua pihak harus dimulai untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat
  3. Ketiga, seorang utusan khusus Ketua ASEAN harus memfasilitasi proses dialog dan mediasi dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. 
  4. Keempat, ASEAN harus dibolehkan mengirim bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre (pusat koordinasi bantuan kemanusiaan ASEAN).
  5. Kelima, utusan khusus dan delegasi (ASEAN) harus dibolehkan mengunjungi Myanmar untuk menemui setiap pihak yang terlibat.

Setelah Kamboja didapuk menjadi ketua ASEAN, pendekatan blok negara-negara Asia Tenggara ini lebih lunak kepada junta.

Hun Sen membuka kemungkinan mengundang Min Aung Hlaing hadir di KTT.

Akan tetapi, ASEAN telah menegaskan bahwa Myanmar harus memenuhi Lima Poin Konsensus dahulu sebelum diterima kembali oleh negara-negara Asia Tenggara.

Selain mesti hidup terancam oleh pemerintahan junta, warga Myanmar kini terancam krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang diperparah kekerasan pasca-kudeta.

Menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), setengah populasi Myanmar terancam jatuh miskin pada 2022.

Baca Juga: Jokowi: Indonesia-Singapura Setuju Bantuan Kemanusiaan Bagi Rakyat Myanmar Diberi Tanpa Diskriminasi

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU