Sekjen PBB Desak Junta Militer Myanmar Izinkan Akses Bantuan Kemanusiaan
Kompas dunia | 31 Januari 2022, 22:25 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal PBB mendesak militer Myanmar untuk mengizinkan akses bantuan kemanusiaan dan mengatasi "kebutuhan mendesak" rakyatnya, seraya menyoroti satu tahun sejak kudeta yang mengakhiri satu dekade demokrasi dan menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan.
Penggulingan terhadap pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021 memicu protes nasional berkepanjangan yang berbalas tindakan keras berdarah oleh junta militer, menggunakan senjata berat dan serangan udara terhadap perlawanan bersenjata di pedesaan negara itu, menyulut bara dendam konflik lama dan membuat puluhan ribu orang mengungsi dan lebih dari seribu warga Myanmar tewas terbunuh oleh tentaranya sendiri.
“Berbagai kerentanan yang dialami semua orang di seluruh Myanmar dan implikasi regional memerlukan tanggapan segera. Akses ke orang yang membutuhkan sangat penting bagi PBB dan para mitra untuk terus mengirim bantuan di lapangan,” kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Antonio Guterres dalam sebuah pernyataan.
"Angkatan bersenjata dan semua pemangku kepentingan harus menghormati HAM dan kebebasan mendasar. Rakyat Myanmar perlu melihat hasil konkret," kata Sekjen PBB.
Baca Juga: Menlu ASEAN Gelar Pertemuan Bulan Depan Bahas Bantuan Kemanusiaan Myanmar
Baca Juga: PBB: 1,6 Juta Pekerjaan Hilang di Myanmar Tahun 2021, Dampak Kudeta Militer dan Pandemi Covid-19
Pemerintah militer Myanmar tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Pemimpinnya berkilah tindakan keras dan serangan militer adalah untuk melindungi negara dari "teroris".
Junta militer bersumpah untuk tidak tunduk pada tekanan internasional dan sangat kritis terhadap PBB, seraya menuduh utusan PBB bias dan campur tangan, serta pejabat tinggi PBB mengandalkan "berita terdistorsi".
Haq mengatakan utusan khusus PBB untuk Myanmar Noeleen Heyzer telah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam krisis Myanmar dan akan bekerja dengan ASEAN, yang memimpin upaya diplomatik di dalam negeri itu.
"Ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk dialog inklusif," kata Haq.
"Solusi apa pun perlu dicapai dengan keterlibatan langsung dan mendengarkan dengan cermat semua orang yang terdampak oleh krisis yang sedang berlangsung. Suara mereka harus didengar dan dikumandangkan."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Antara