NeoCoV, Varian Virus Corona Baru, Bisa Menular dari Kelelawar ke Manusia
Kompas dunia | 30 Januari 2022, 00:02 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Laporan yang terkesan mengkhawatirkan mengeklaim adanya 'varian baru Covid' yang lebih mematikan. Tetapi para ilmuwan mengatakan saat ini belum ada alasan untuk khawatir.
Muncul sebuah laporan penelitian, namun belum mendapat tinjauan dari rekan sejawat peneliti atau peer-review, yang menyimpulkan ditemukannya "varian baru Covid-19" dan diidentifikasi sebagai "NeoCoV".
Varian ini mengancam, karena tingkat infeksi dan kematian akan lebih tinggi daripada varian virus sebelumnya yang menyebabkan pandemi global. Namun, kebenarannya lebih rumit, dan tidak terlalu mengkhawatirkan.
NeoCoV adalah kerabat Mers-CoV dan beredar di kelelawar. Dalam penelitian yang diterbitkan minggu ini, para ilmuwan yang berbasis di Wuhan itu memperingatkan, NeoCoV dapat menjadi masalah jika ditularkan dari kelelawar ke manusia.
Laporan tersebut mengutip sebuah penelitian, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat (peer-review), yang diterbitkan oleh para peneliti China di jurnal BioRxiv awal pekan ini, seperti dilansir The Independent Inggris, Jumat (28/1/2022).
Baca Juga: Waduh! Muncul Varian Baru Covid-19 Deltacron Gabungan Omicron dan Delta, Ditemukan di Siprus
NeoCoV sebenarnya bukan varian baru dari virus corona yang telah menyebabkan pandemi global. Sebaliknya, itu berasal dari jenis coronavirus berbeda yang terkait dengan sindrom pernapasan Timur Tengah (Mers-CoV).
Mers-CoV yang asal-usulnya belum sepenuhnya dipahami, adalah virus yang ditularkan dari unta dromedari yang terinfeksi virus tersebut ke manusia. Unta dromedari adalah unta berpunuk dua.
Virus ini bersifat zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia, dan dapat ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan.
"Mers-CoV telah diidentifikasi pada dromedari di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan," kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Secara total, 27 negara melaporkan kasus tersebut sejak 2012, menyebabkan 858 kematian yang diketahui karena infeksi dan komplikasi terkait."
Baca Juga: Ada Istilah Delmicron, Satgas IDI: Itu Bukan Varian Baru Covid-19
WHO menambahkan, "Menurut analisis genom virus yang berbeda, diyakini varian itu mungkin berasal dari kelelawar dan kemudian ditularkan ke unta di masa lalu."
WHO mengatakan 35 persen pasien yang terinfeksi Mers-Covid meninggal dunia, meskipun persentase tersebut mungkin terlalu tinggi karena kasus-kasus ringan bisa saja terlewatkan oleh sistem pengawasan yang ada.
Virus ini bersifat zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia dan dapat ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan.
"Mers-CoV telah diidentifikasi pada dromedari di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan," kata Organisasi Kesehatan Dunia.
Virus corona khusus ini tampaknya tidak dapat dinetralisir antibodi manusia yang dilatih untuk menargetkan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Baca Juga: Belajar dari Omicron, Ketidakmerataan Vaksin Picu Berkembangnya Varian Baru, Afrika Menderita
Studi tersebut menunjukkan ada potensi ancaman NeoCoV bisa menginfeksi manusia, tetapi belum ada bukti sejauh ini atau tidak ada indikasi seberapa menular atau seberapa fatal.
Tes laboratorium juga menunjukkan kemampuan buruk NeoCoV untuk menginfeksi sel manusia.
“Sebelum kita semua cemas, kita perlu melihat lebih banyak data yang mengonfirmasi infeksi pada manusia dan tingkat keparahan yang dihasilkan,” kata Profesor Lawrence Young, seorang ahli virus di Universitas Warwick, mengatakan kepada The Independent.
"[Studi] pra-cetak menunjukkan infeksi sel manusia dengan NeoCoV sangat tidak efisien," kata Lawrence Young, seraya menekankan, "Apa yang bisa kita soroti, bagaimanapun, adalah perlunya kewaspadaan tentang penyebaran infeksi virus corona dari hewan (terutama kelelawar) ke manusia."
"Ini adalah pelajaran penting yang perlu kita pelajari, yang membutuhkan integrasi yang lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : The Independent