> >

Milisi Kurdi Ultimatum Sisa Anggota ISIS di Penjara Suriah Utara yang Dijebol: Menyerah atau Mati!

Kompas dunia | 29 Januari 2022, 17:38 WIB
Personel milisi Kurdi memindahkan orang yang diduga anggota ISIS di kota Hasaka, Suriah Utara. Milisi Kurdi penguasa wilayah itu mengatakan, sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara akan menghadapi serangan habis-habisan jika tidak segera menyerah. (Sumber: Straits Times)

HASAKA, KOMPAS.TV - Milisi Kurdi di Suriah Utara yang didukung kekuatan militer Amerika Serikat memberi ultimatum menyerah atau mati kepada puluhan sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara Sinaa, kota Hasaka. Ultimatum itu dilontarkan satu minggu setelah para teroris ISIS menyerbu dan menjebol penjara tersebut untuk membebaskan kawan-kawan sesama teroris yang ditahan di penjara tersebut.

Milisi Kurdi penguasa wilayah itu mengatakan, sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara akan menghadapi serangan habis-habisan jika tidak segera menyerah, seperti dilansir New York Times, Sabtu (29/1/2022).

ISIS menyerang penjara Sinaa di kota Hasaka dalam upaya untuk membebaskan ribuan personel ISIS. Mereka menerobos tembok dengan bom dan menahan beberapa dari hampir 700 tahanan anak di sana sebagai perisai manusia, menurut milisi Kurdi, Pasukan Demokratik Suriah SDF.

Perebutan penjara membuat pasukan Amerika Serikat terlibat aktif mendukung SDF yang dipimpin Kurdi, dalam pertempuran terbesar antara kelompok ISIS dan Amerika Serikat sejak runtuh dan hancurnya ISIS hampir tiga tahun lalu, yang mendeklarasikan kekhalifahan di wilayah Suriah dan Irak yang luas.

Serangan ISIS di penjara tersebut menyoroti bahaya besar meninggalkan tanggung jawab menjaga sisa-sisa kelompok teroris tersebut ke pasukan milisi Kurdi di wilayah miskin namun ingin melepaskan diri dari Suriah. 

Penjara yang diserbu ISIS itu menahan setidaknya 3.000 orang dari lebih 12 negara yang dituduh ikut kelompok ISIS. Ketika kekhalifahan jatuh, puluhan ribu personel ISIS, bersama dengan keluarga mereka, berada di bawah kendali SDF.

Ribuan anggota ISIS yang ditangkap ini adalah orang asing yang negara asalnya menolak untuk menerima kembali mereka.

Sebaliknya, mereka mendekam di penjara darurat dan kamp penahanan yang dijalankan oleh pasukan milisi yang menghadapi ancaman keamanannya sendiri.

“Situasi keamanan membutuhkan penjara yang terorganisir dan dukungan yang tepat untuk pasukan keamanan, serta pemerintahan yang mandiri di daerah di mana penjara ISIS berada,” kata Adnan Mansour dari Pusat Koordinasi dan Operasi Militer SDF.

"Jika tidak, ini akan menjadi perang baru, dan kami akan membutuhkan operasi militer."

Baca Juga: Milisi Kurdi di Irak Utara Nyatakan Berhasil Ambil Alih Penjara yang Diserbu ISIS di Irak Utara

Sederet teroris ISIS ditangkap kembali oleh Pasukan Kurdi setelah menyerang Penjara di Hassakeh. Milisi Kurdi penguasa wilayah itu mengatakan, sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara akan menghadapi serangan habis-habisan jika tidak segera menyerah. (Sumber: AP Photo/SDF Kurds)

Ultimatum hari Jumat menggarisbawahi bahwa pasukan ISIS masih menguasai setidaknya sebagian dari kompleks penjara, meskipun ada klaim pada awal minggu bahwa pengepungan telah berakhir.

Pada hari Rabu, SDF menyatakan mereka kembali punya kendali penuh atas seluruh kompleks penjara setelah enam hari pertempuran.

Namun pada hari Kamis, pertempuran kembali berkecamuk untuk mengusir para pejuang yang masih bersembunyi di penjara di tengah kota.

Pada hari Jumat, pasukan khusus Kurdi sedang melakukan pencarian dari rumah ke rumah untuk memburu anggota sel tidur ISIS dan tahanan yang melarikan diri.

Siyamend Ali, direktur media Unit Perlindungan Rakyat, kelompok paramiliter utama Suriah-Kurdi dalam SDF, memberikan penjelasan pada hari Jumat untuk kebingungan tersebut.

Dia mengatakan milisi Kurdi pada hari Kamis, (27/1/2022) menemukan sekitar 60 personil ISIS bersembunyi tanpa terdeteksi di ruang bawah tanah salah satu bangunan di kompleks penjara, yang dibangun di sekitar bekas institut teknis.

"Kami memberi mereka batas waktu: Jika mereka tidak menyerah, maka kami akan menggunakan metode militer," kata Ali, berbicara di dekat lokasi penjara ketika kendaraan tempur lapis baja AS dari pangkalan terdekat melaju melewatinya, mengibarkan bendera Amerika. Dia mengatakan para anggota ISIS itu akan terbunuh jika tidak menyerah.

Ali tidak mengatakan batas waktu ultimatum untuk menyerahkan diri. Dia mengatakan SDF mengirim pesan ke para personil ISIS yang bertahan melalui pengeras suara tetapi tidak mendapat tanggapan.

Dia mengatakan teroris yang tersisa diyakini termasuk di antara mereka yang menyerang penjara dibanding tahanan, dan mereka dipersenjatai dengan senapan serbu dan senapan mesin, beberapa di antaranya disita dari penjaga penjara yang tewas dalam serangan itu. Dia menambahkan, beberapa memiliki bom bunuh diri.

Baca Juga: Ratusan Anak Belasan Tahun Terjebak Pertempuran ISIS Versus Pasukan Kurdi di Penjara Suriah

Pasukan Kurdi memasuki di dinding penjara kota Hasakah, Suriah pada Minggu (23/1/2022). Milisi Kurdi penguasa wilayah itu mengatakan sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara akan menghadapi serangan habis-habisan jika tidak segera menyerah. (Sumber: Hogir Al-Abdo/Associated Press)

Para pejabat SDF mengatakan ada kemungkinan teroris ISIS yang bertahan memiliki sandera. Untuk itu mereka memutuskan akan melanjutkan dengan hati-hati dalam upaya mereka untuk merebut kembali kompleks penjara tersebut.

"Ini adalah operasi kesabaran yang strategis," kata Mansour dari Pusat Koordinasi dan Operasi Militer SDF.

Dia mengatakan, kelompok ISIS mencoba untuk menjebak pasukan pimpinan Kurdi agar secara tidak sengaja membunuh sandera yang ditahan oleh para teroris ISIS.

Di Washington, seorang pejabat senior Amerika Serikat mengatakan, tujuan kelompok ISIS dalam serangan penjara tampaknya adalah untuk membebaskan narapidana tertentu, termasuk mereka yang memiliki keterampilan membuat bom.

Mansour mengatakan, serangan itu juga menjadi tujuan propaganda penting bagi ISIS dalam bentuk seruan kepada para pendukungnya bahwa kekhalifahan ISIS akan kembali bangkit dan konflik yang lebih luas dapat muncul kembali.

Para pemimpin Rojava, wilayah otonom yang dipimpin Kurdi di timur laut Suriah tempat penjara itu berada, telah lama meminta berbagai negara untuk memulangkan ribuan warganya yang ditahan ketika ISIS dihancurkan tahun 2019.

Wilayah ini terancam oleh rezim Suriah dan Turki, karena sebagai wilayah yang memisahkan diri, ia tidak memiliki hubungan resmi dengan sebagian besar negara lain.

Seorang juru bicara SDF mengatakan pada hari Rabu, setidaknya 30 personil pasukan Kurdi dan lebih dari 100 teroris ISIS tewas dalam pertempuran untuk merebut kembali penjara. Namun, jumlah korban diperkirakan jauh lebih tinggi.

SDF pada hari Kamis mengatakan, mereka berhasil mengamankan sebagian besar anak laki-laki yang disandera setelah berhasil menguasai kembali sebagian besar kompleks penjara dan sudah memindahkan mereka ke fasilitas terpisah.

Baca Juga: Pertempuran Sengit di Suriah Utara saat Pasukan Kurdi Balik Menyerbu Penjara yang Dijebol ISIS

Pertempuran sengit di Suriah Utara ketika pasukan Kurdi menyerbu balik teroris ISIS yang menjebol penjara di kota Hasakah, Suriah Utara. Milisi Kurdi penguasa wilayah itu mengatakan sisa-sisa teroris ISIS yang bertahan di penjara akan menghadapi serangan habis-habisan jika tidak segera menyerah. (Sumber: Arab News)

Aktivis hak asasi manusia dan beberapa organisasi bantuan mengatakan, anak laki-laki pengungsi yang ditahan di penjara itu paling muda diperkirakan berusia 10 tahun, sementara pejabat SDF mengatakan mereka berusia antara 14 hingga 17 tahun.

Tidak jelas apakah semua anak laki-laki itu sudah dihitung dan apakah ada korban di antara mereka.

Semua dibawa sebagai anak-anak oleh orang tua mereka untuk bergabung dengan ISIS, dengan beberapa dipaksa oleh ISIS untuk menjadi tentara anak.

Selama pertempuran satu minggu untuk merebut kembali penjara, koalisi pimpinan Amerika Serikat yang memerangi ISIS melakukan serangan udara, dan sejumlah kecil pasukan darat Amerika Serikat dikirim untuk membantu SDF merebut kembali penjara.

Badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNICEF, mengatakan, pertempuran memaksa 45.000 orang di kota berpenduduk 1 juta ini meninggalkan rumah mereka, kebanyakan dari mereka wanita dan anak-anak.

Beberapa mengungsi untuk tinggal bersama kerabat, sementara yang lain berakhir di tempat penampungan pengungsi di kota.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : New York Times/Straits Times


TERBARU