Menlu Rusia: Kami Tak Akan Mulai Perang, tapi Tak Akan Biarkan Kepentingan Keamanan Diinjak-injak
Kompas dunia | 28 Januari 2022, 20:37 WIBMOSCOW, KOMPAS.TV — Menteri Luar Negeri Rusia mengatakan Moskow tidak akan memulai perang dengan Ukraina. Tetapi Rusia tidak akan membiarkan Barat menginjak-injak kepentingan keamanannya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden sehari sebelumnya memperingatkan pemimpin Ukraina bahwa ada kemungkinan yang sangat jelas, Rusia dapat melakukan aksi militer terhadap Ukraina pada bulan Februari.
“Tidak akan ada perang sejauh itu tergantung pada Federasi Rusia, Kami tidak menginginkan perang,” kata Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dalam wawancara langsung dengan stasiun radio Rusia, menjawab kekhawatiran serangan Rusia kepada Ukraina, seperti dilansir Associated Press, Jumat (28/1/2022).
"Tapi kami tidak akan membiarkan kepentingan kami diinjak-injak dan diabaikan dengan kasar."
Ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir, dan Amerika Serikat serta sekutu NATO-nya khawatir penumpukan lebih dari 100.000 tentara Rusia di dekat Ukraina menandakan Moskow bermaksud menyerang negara bekas Soviet itu.
Rusia berulang kali membantah punya rencana semacam itu, tetapi menuntut agar NATO berjanji Ukraina tidak akan pernah diizinkan untuk bergabung, dan aliansi itu menghentikan pengerahan pasukan dan peralatan militer di Eropa Timur.
Amerika Serikat dan NATO secara resmi menolak tuntutan itu, meskipun Washington menguraikan wilayah-wilayah di mana diskusi dimungkinkan.
Tanggapan resmi Rusia terhadap proposal tersebut akan dijawab oleh Presiden Vladimir Putin, tetapi Kremlin sejauh ini mengeluarkan nada yang suram, dengan mengatakan, hanya ada sedikit alasan untuk optimisme.
Baca Juga: AS Ancam Putus Pipa Gas Nord Stream 2 jika Rusia Serang Ukraina
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Putin dapat membahas reaksi Rusia atas penolakan Amerika Serikat saat berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron hari Jumat.
Pemimpin Rusia itu juga dijadwalkan untuk memimpin pertemuan Dewan Keamanannya di hari yang sama.
Lavrov mencatat, Amerika Serikat menyarankan kedua negara dapat berdiskusi tentang batasan penyebaran rudal jarak menengah, pembatasan latihan militer dan aturan untuk mencegah kecelakaan antara kapal perang dan pesawat.
Lavrov mengatakan Rusia mengusulkan untuk membahas masalah itu bertahun-tahun yang lalu, tetapi Washington dan sekutunya tidak pernah membahasnya sampai sekarang.
Sementara Lavrov menggambarkan tawaran Amerika Serikat untuk dialog tentang langkah-langkah membangun kepercayaan sebagai hal yang wajar. Dia menekankan perhatian utama Rusia adalah untuk menghentikan ekspansi NATO dan penyebaran senjata aliansi itu di dekat perbatasan Rusia.
Dia mencatat perjanjian internasional mengatakan keamanan satu negara tidak boleh mengorbankan negara lain, dan dia akan mengirim surat untuk meminta rekan-rekan Baratnya untuk memenuhi kewajiban itu.
“Akan sulit bagi mereka untuk berkelit dari kewajiban menjawab tentang mengapa mereka tidak memenuhi kewajiban yang ditandatangani oleh para pemimpin mereka untuk tidak memperkuat keamanan mereka dengan cara mengorbankan negara lain,” katanya.
Ketika ketegangan meningkat, Washington memperingatkan Moskow tentang sanksi yang menghancurkan jika menyerang Ukraina, termasuk hukuman yang menargetkan pejabat tinggi Rusia dan sektor ekonomi utama.
Beberapa pejabat senior Amerika Serikat juga mengatakan, Jerman tidak akan mengizinkan pipa yang baru dibangun, yang dimaksudkan untuk membawa gas langsung dari Rusia, untuk memulai operasi jika Rusia menginvasi Ukraina.
Ditanya tentang kemungkinan sanksi, Lavrov mengatakan Moskow telah memperingatkan Washington bahwa penerapan sanksi akan sama dengan pemutusan hubungan.
Baca Juga: Biden Peringatkan Zelensky, Serangan Rusia ke Ukraina Pasti Terjadi
Sementara Moskow dan Barat sedang mempertimbangkan langkah mereka selanjutnya, NATO mengatakan pihaknya menambah kekuatan penangkalan atau deterrence di wilayah Laut Baltik, dan Amerika Serikat memerintahkan 8.500 tentara dalam siaga lebih tinggi untuk kemungkinan penempatan ke Eropa.
Rusia meluncurkan serangkaian latihan militer yang melibatkan unit infanteri dan artileri bermotor di Rusia barat daya, pesawat tempur di Kaliningrad di Laut Baltik, dan puluhan kapal perang di Laut Hitam dan Laut Arktik.
Pasukan Rusia juga menuju ke Belarusia untuk latihan militer gabungan, meningkatkan kekhawatiran Barat bahwa Moskow dapat melancarkan serangan ke Ukraina dari utara. Ibu Kota Ukraina hanya berjarak 75 kilometer dari perbatasan dengan Belarus.
Terlepas dari retorika yang mengkhawatirkan, pejabat Ukraina berulang kali mencoba untuk menunjukkan ketenangan.
Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov mengatakan kepada parlemen, jumlah total pasukan Rusia di dekat Ukraina sekitar 130.000 tentara beserta seluruh senjata berat, sebanding dengan penumpukan militer Moskow pada musim semi 2021, ketika Moskow akhirnya menarik pasukannya kembali setelah latihan militer besar-besaran.
“Kami belum melihat adanya peristiwa atau tindakan militer yang secara signifikan berbeda dari apa yang terjadi musim semi lalu,” dengan pengecualian pengerahan ke Belarus, kata Reznikov.
Tapi pernyataan Menhan Ukraina itu justru tidak meyakinkan banyak orang di Barat. Biden memperingatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Amerika Serikat percaya ada kemungkinan besar Rusia dapat menyerang ketika tanah membeku, dan pasukan Rusia dapat menyerang wilayah Ukraina dari utara Kyiv, menurut dua orang yang mengetahui dengan percakapan tersebut namun tidak berwenang untuk berkomentar secara terbuka.
Sementara kekhawatiran meningkat tentang invasi, Ukraina sudah dilanda konflik. Menyusul penggulingan presiden yang bersahabat dengan Kremlin di Kyiv pada 2014, Moskow mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina dan mendukung pemberontakan di jantung industri timur negara itu.
Pertempuran antara pasukan Ukraina dan pemberontak yang didukung Rusia telah menewaskan lebih dari 14.000 orang, dan upaya untuk mencapai penyelesaian masih mandek.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press