Jelang Imlek dan Ramadan, Malaysia Terancam Kekurangan Makanan akibat Banjir
Kompas dunia | 14 Januari 2022, 15:01 WIBKUALA LUMPUR, KOMPAS.TV – Jelang Tahun Baru Imlek dan bulan Ramadan yang sudah di depan mata, Malaysia terancam kekurangan pangan.
Ini disebabkan banyaknya lahan pertanian dan peternakan yang rusak parah akibat banjir yang melanda beberapa waktu lalu.
Banjir itu bahkan disebut banjir terparah dalam sejarah negeri jiran itu.
Azim Omar salah satunya. Petani bebek ini kehilangan hampir 8.000 unggasnya pada 1 Januari lalu saat banjir melanda Segamat, Johor, hingga peternakannya terendam setinggi dada.
Kerugiannya yang dialaminya ditaksir lebih dari RM15.000 atau setara Rp51 juta.
“Saya harus membuang sekitar 1.200 telur karena kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri dari air banjir,” keluhnya, dikutip dari Malay Mail pada Kamis (13/1/2022).
Baca Juga: 3 Anti-Vaksin Malaysia yang juga Pegawai Negeri Ditangkap Usai Palsukan Sertifikat Vaksin Covid-19
Dari ribuan unggasnya, Azim, yang bulan ini tak punya penghasilan, hanya 90 ekor bebek yang selamat dari banjir.
Pada Ramadan kali ini, ia tak akan mampu memenuhi permintaan telur asin yang biasanya membludak.
Presiden Asosiasi Petani Sayuran Malaysia Lim Ser Kwee menyatan, banyak petani yang terkena banjir parah di sejumlah negara bagian seperti Johor, Selangor, dan Pahang.
“Kami akan menghadapi kelangkaan sayuran hingga Imlek dan Hari Raya (Lebaran) karena banjir. Para petani tak dapat menanam kembali tepat waktu untuk Hari Raya. Sebagian besar pertanian hancur total. Dan tak ada cukup pekerja (migran) asing saat ini,” ujar Lim pada The Straits Times.
Baca Juga: Tren Unboxing Pengantin di Malaysia Bikin Gerah, Netizen Geram dan Mengecamnya
Bagi petani cabai Ahmad Irham Mohd Noor (40), luapan banjir hingga setinggi 3,4 meter di Dengkil, Selangor, benar-benar menghancurkan pertaniannya. Akibatnya, ia merugi sekitar RM100.000 atau sekitar Rp342 juta.
“Permintaan cabai selama Imlek cukup tinggi. Tanaman saya seharusnya dipanen akhir Januari, tapi sekarang semuanya hilang,” keluhnya seraya mengimbuhkan, dirinya belum menerima bantuan pemerintah.
Menurut Lim, harga sayuran telah meningkat hingga 30 persen karena pasokan yang terganggu.
“Butuh setidaknya 1–2 bulan untuk membangun kembali, dan beberapa petani tak sekuat itu. Harga-harga bahan mentah juga telah naik,” ujarnya.
Banyak para penjual makanan yang dihadapkan pada pilihan mengurangi bahan baku atau menjual dengan porsi yang lebih kecil.
“Intinya, mengurangi porsi makanan sama dengan menaikkan harga makanan, karena meski dengan porsi yang lebih kecil, konsumen tetap harus membayar (harga) yang sama,” terang Datuk Ringo Kaw, wakil presiden Asosiasi Chef.
Baca Juga: Media Malaysia Sindir PM Ismail Sabri dengan Video Presiden Jokowi, Ternyata Ini Sebabnya
Para pebisnis makanan, kata Kaw, tengah berjuang mengatasi kenaikan harga unggas yang mencapai 20 persen.
Biaya tambahan seperti kantong plastik dan peralatan sanitasi lain juga telah meroket hingga 35 persen.
Di antara kekhawatiran ini, Ketua Otoritas Pemasaran Pertanian Federal Mohd Fasiah Fakeh menawarkan jaminannya bahwa harga sayuran akan segera stabil setelah cuaca membaik.
“Kami yakin kami dapat menstabilkan harga sayuran dalam beberapa bulan ke depan, kemungkinan dalam satu hingga 2 bulan,” ucapnya.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Fadhilah
Sumber : The Strait Times/Malay Mail