Laporan Media Asing: Indonesia Mungkin Izinkan Lagi Ekspor Batu Bara Mulai Selasa
Kompas dunia | 10 Januari 2022, 21:46 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Indonesia kemungkinan akan kembali mengizinkan ekspor batu bara mulai Selasa (11/1/2022). Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Marinvest Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (10/1/2022).
Straits Times melaporkan, meningkatnya tekanan pada Indonesia sebagai eksportir batu bara termal terbesar dunia menjadi pemicu untuk mengakhiri larangan yang diberlakukan pada Tahun Baru itu.
Penangguhan ekspor batu bara, yang terjadi setelah perusahaan listrik negara PLN melaporkan tingkat persediaan bahan bakar yang sangat rendah, membuat harga batu bara global melonjak lebih tinggi minggu lalu.
Hal itu mendorong Jepang, Korea Selatan, dan Filipina mendesak Indonesia untuk menghentikan larangan tersebut.
"Akhir hari ini atau besok kami bisa melepas beberapa kapal besar berisi batu bara," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam wawancara dengan CNBC seperti dikutip Straits Times, Senin.
Menteri Energi Arifin Tasrif sebelumnya pada hari yang sama mengatakan kepada Menteri Industri Jepang Koichi Hagiuda, ia berharap Indonesia dapat mengambil keputusan dalam beberapa hari mendatang.
Hagiuda mengatakan bahwa perusahaan Jepang menginginkan kejelasan dari Indonesia.
"Juga ada beberapa kapal Jepang yang sudah memuat (batubara), sehingga perlu waktu untuk melakukan penyesuaian," katanya, seraya menambahkan, "Kami meminta Anda setidaknya mengizinkan kapal-kapal itu berangkat ke Jepang."
Kedutaan Besar Jepang di Jakarta pekan lalu meminta Indonesia untuk mengecualikan larangan batu bara kalori tinggi, yang tidak digunakan oleh pembangkit listrik dalam negeri.
Baca Juga: Soal Larangan Ekspor Batu Bara, Luhut: Sekarang Kita Mulai Longgarkan
Meskipun pihak berwenang mengatakan darurat pasokan batu bara di PLN sudah terselesaikan, pemerintah menyebut bahwa masalah lain perlu ditangani sebelum mencabut larangan tersebut.
Diskusi diperkirakan akan dilanjutkan pada Senin, dengan fokus pada masalah logistik, kata pejabat sektor batu bara Indonesia seperti dilaporkan Straits Times.
Perusahaan pelayaran berupaya mencari solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan batu bara PLN, kata Ibu Carmelita Hartoto, Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia.
Seorang juru bicara PLN tidak segera menanggapi permintaan perincian tentang situasi pasokan terbarunya.
Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (ICMA), mengatakan, PLN diperkirakan memiliki pasokan batu bara selama 10 hari.
PLN sendiri mengatakan telah mengamankan 13,9 juta ton batu bara tetapi menginginkan 20 juta ton untuk mencapai tingkat persediaan 20 hari untuk pembangkit listriknya.
“Kami siap menyuplai batu bara sesuai dengan jumlah yang diinginkan PLN,” kata Pandu. "Masalahnya sekarang adalah tentang pengiriman, tetapi harus ada solusi untuk ini segera."
Baca Juga: Terancam Krisis Listrik, Filipina Desak Indonesia Akhiri Pelarangan Ekspor Batu Bara
Fabby Tumiwa, direktur eksekutif di Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah think tank energi, mengatakan, pengangkutan batu bara ke pembangkit listrik bisa memakan waktu hingga 10 hari.
Tetapi selama musim hujan seperti Januari, pengisian batu bara ke kapal saja bisa memakan waktu hingga empat hari, tergantung pada ukuran kapal dan infrastruktur.
Fabby mengatakan, penambang kecil menghadapi risiko batu bara mereka tidak memenuhi spesifikasi PLN, yang tidak memiliki fasilitas pencampuran batu bara.
“Risiko (penambang kecil) adalah kalau setelah dikirim, batu baranya hanya ditolak PLN. Mereka juga tidak bisa menggunakan tongkang kecil jika ingin mengirim ke pembangkit PLN di Jawa dan Sumatera,” kata Fabby.
"Mereka membutuhkan kapal yang lebih besar, yang berarti mereka harus menunggu batu bara mereka dikumpulkan bersama... Ini adalah tantangan logistik yang rumit."
Sementara itu, Luhut mengatakan, Indonesia sedang menyusun struktur harga baru untuk apa yang disebut Domestic Market Obligation (DMO), di mana penambang diharuskan menjual 25 persen dari hasil produksinya ke pasar lokal dengan harga maksimum US$70 per ton untuk pembangkit listrik.
"DMO tidak akan menjadi masalah lagi karena kita akan membuat struktur baru dimana PLN harus membeli dengan harga pasar," katanya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV/Straits Times