Jerman Resmi Tutup Tiga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Tiga PLTN Tersisa akan Ditutup Akhir 2022
Kompas dunia | 31 Desember 2021, 19:06 WIBBERLIN, KOMPAS.TV - Jerman pada Jumat (31/12/2021) menutup tiga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bahkan ketika Eropa menghadapi salah satu krisis energi terburuk dalam sejarah modern. Seperti dilansir France24 hari Jumat, penutupan ini mengikuti jadwal Angela Merkel saat menjadi perdana menteri untuk menghapus energi atom secara bertahap.
Dengan harga energi yang sudah meningkat dan ketegangan yang lebih tinggi dari sebelumnya antara Eropa dan pemasok gas utama Rusia, penutupan PLTN di Brokdorf, Grohnde dan Gundremmingen dapat membuat tekanan makin sesak.
Langkah ini akan mengurangi separuh kapasitas nuklir Jerman dan mengurangi output energi sekitar empat gigawatt, setara dengan daya dari 1.000 turbin angin.
Protes atas bencana nuklir Fukushima pada tahun 2011 mendorong mantan kanselir Merkel untuk beringsut meninggalkan tenaga nuklir lebih dari 10 tahun yang lalu.
Jerman berencana untuk sepenuhnya mengurangi energi atom pada akhir 2022, saat menutup tiga pabrik terakhirnya di Neckarwestheim, Essenbach dan Emsland.
Tetapi dengan harga energi yang melonjak di seluruh Eropa membuat rencana waktu penutupan tiga PLTN terakhir Jerman memperlihatkan gambaran yang buruk.
Harga gas referensi Eropa, TTF Belanda, mencapai 187,78 euro per megawatt per jam pada Desember, 10 kali lebih tinggi daripada awal tahun, sementara harga listrik juga melonjak.
Lonjakan itu dipicu oleh ketegangan geopolitik dengan Rusia, yang memasok sepertiga gas Eropa.
Baca Juga: Jepang Mau Buang 1 Juta Ton Air PLTN Fukushima ke Laut, China dan Korea Selatan Protes Keras
Negara-negara Barat menuduh Rusia membatasi pengiriman gas untuk menekan Eropa di tengah ketegangan atas konflik Ukraina.
Moskow juga ingin mendorong melalui jalur pipa Nord Stream 2 yang kontroversial, yang akan mengirimkan lebih banyak lagi gas Rusia ke Jerman.
Berakhirnya tenaga nuklir di Jerman kemungkinan akan mendorong harga naik lebih jauh, menurut Sebastian Herold, seorang profesor kebijakan energi di Universitas Ilmu Terapan Darmstadt.
"Dalam jangka panjang, harapannya adalah peningkatan energi terbarukan akan menyeimbangkan segalanya, tetapi ini tidak akan terjadi dalam jangka pendek," katanya Herold seperti dilansir France24.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : France24