Pengusaha Protes Kebijakan Bunga Rendah Presiden Erdogan
Kompas dunia | 20 Desember 2021, 09:57 WIB"Sangat sulit untuk mencari nafkah dan membayar tagihan sewa, gas, listrik, dan air dengan 4.250 lira per bulan. Masa depan tidaklah cerah," ujar salah satu pekerja toko roti.
Erdogan juga memecat beberapa pejabat senior di Bank Sentral Turki, yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Diantaranya adalah Gubernur Bank Sentral Turki Naci Agbal, pada Maret lalu. Nacional Agbal merupakan mantan Menteri Keuangan Turki.
Hal itu dilakukan tak lama setelah Agbal kembali menaikkan suku bunga acuan bank sentral. Sosoknya pun dikenal sebagai gubernur yang condong kepada kebijakan kenaikan suku bunga tinggi atau melakukan kebijakan moneter yang ketat.
Baca Juga: Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II, Bisa Kena Sanksi 200 Persen
Saat itu Agbal berpendapat, kenaikan suku bunga bertujuan untuk mencegah inflasi Turki yang mendekati 16 persen, serta nilai tukar lira yang terus melemah.
Selama hampir 5 bulan menjabat, Agbal telah menaikkan suku bunga sebesar 875 basis poin menjadi 19 persen dan membuat lira sempat menguat. Kenaikan nilai tukar lira terhadap dolar AS sempat mencapai 15 persen.
Sedangkan suku bunga acuan 19 persen, merupakan tingkat suku bunga tertinggi di antara negara-negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. Sejumlah pihak pun memuji kebijakan Agbal karena dinilai menaikan kredibilitas bank sentral.
Baca Juga: Pajak Dianggap Beban, Sri Mulyani: Aturan Perpajakan Berpihak ke Rakyat
Erdogan sudah memecat 3 Gubernur Bank Sentral Turki dalam waktu yang berdekatan. Pada Juli 2019, Erdogan mencopot Murat Centikaya sebagai Gubernur Bank Sentral karena tidak mau menurunkan suku bunga dengan segera sesuai permintaan Erdogan.
Murat Centikaya lalu digantikan oleh Murat Uysal. Namun, dia juga kemudian dipecat Erdogan pada November lalu. Kali ini, penyebabnya kejengkelan Erdogan karena mata uang lira kembali jatuh.
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber :