10 Tahun Kekuasaan Kim Jong-un: Walau Tangguh, Sederet Ujian Menanti Korea Utara
Kompas dunia | 13 Desember 2021, 22:27 WIBPYONGYANG, KOMPAS.TV - Kim Jong-un akan genap 10 tahun memimpin Korea Utara pada pekan ini. Ia menjadi Pemimpin Tertinggi Korea Utara pekan ini pada 2011 silam.
Kim Jong-un naik ke kursi kekuasaan usai ayahnya, Kim Jong-il, meninggal tiba-tiba pada 2011.
Saat naik menjadi pemimpin tertinggi Pyongyang, berbagai pihak meragukan kapasitas Kim Jong-un. Namun, putra kedua Kim Jong-il ini sukses membuktikan kemampuan politik dan menjadi penguasa absolut selama satu dekade.
Dulu, Kim Jong-un diprediksi akan digantikan pemimpin lain atau dikudeta militer. Ia memimpin pada usia 29 tahun dan dianggap terlalu muda serta belum berpengalaman.
Akan tetapi, Kim Jong-un sukses menjawab keraguan dengan tangan besi. Cucu Kim Il-sung ini cekatan mengonsolidasikan kekuatan.
Baca Juga: Kim Jong-Un Akan Berikan Hadiah Permen saat Ulang Tahun, tapi Rakyat Korea Utara Harus Bayar
Pada awal kekuasaannya, Kim Jong-un diduga melakukan pembersihan terhadap petinggi militer dan anggota keluarganya sendiri.
Ratusan eksekusi diduga terjadi. Paman ipar Kim, Jang Song-thaek, dilaporkan turut dieksekusi.
Setelah melakukan eksekusi massal, Kim mendesain propaganda massif yang membuatnya tak tergoyahkan sebagai Pemimpin Tertinggi Korea Utara.
Kim memang telah membuktikan diri cakap mengonsolidasikan dan mempertahankan kekuatan. Namun, seiring ekonomi Korea Utara yang memburuk, rezim Kim menghadapi sederet tantangan sulit usai berkuasa satu dekade.
Pilih nuklir atau ekonomi, Kim?
Korea Utara sejak lama disanksi Amerika Serikat yang membuat ekonomi negara itu sulit berkembang. Pandemi Covid-19 sejak 2020 pun memperparah keadaan.
Kim sendiri bertekad menjaga program nuklir tetap jalan sembari memakmurkan rakyat Korea Utara. Pada pidato pertamanya pada awal 2012, ia telah berjanji rakyat Korea Utara “tidak perlu mengencangkan ikat pinggang lagi.”
Baca Juga: Rezim Kim Jong-Un Hukum Dua Tentara Korut yang Sebut Korea Selatan dengan Nama Resmi
Akan tetapi, pengamat menyebut kondisi terkini membuat Kim kemungkinan besar tidak akan bisa mengawinkan program nuklir dengan kemakmuran.
Perkembangan ekonomi Korea Utara dipukul mundur sanksi internasional yang ketat sejak 2016. AS dan Barat meminta Pyongyang batal mengembangkan senjata nuklir jika ingin sanksi dicabut.
Alih-alih setuju, Kim justru mempercepat pengembangan nuklir dan menggelar serangkaian percobaan senjata yang mengkhawatirkan Korea Selatan dan Jepang.
Kegagalan negosiasi dengan Washington pada 2018 dan 2019 pun membuat posisi Kim semakin terpojok.
“Nuklir membawa Kim ke kekacauan ini, tetapi dia mempertahankan kebijakan kontradiktif mengembangkan nuklir untuk keluar dari masalah ini,” kata Go Myung-hun, analis senior Institut Studi Kebijakan Seoul.
Baca Juga: Kim Jong-Un Lakukan Inovasi Teknologi, Korea Utara Gunakan Robot untuk Ajari Anak-anak
“Sanksi yang dipimpin AS tetap akan bertahan, dan kembali ke ekonomi yang dikontrol negara bukanlah jawaban bagi Korea Utara pada masa lalu ataupun sekarang. Pada titik tertentu, Kim akan menghadapi pilihan sulit tentang berapa lama ia akan bertahan pada (program) nuklirnya, dan itu bisa berakhir relatif cepat,” imbuh Go.
Pandemi Covid-19 menghantam ekonomi Pyongyang dan mengganggu hubungan dagang mereka dengan China. Beijing selama ini berperan sebagai sekutu utama mereka.
Dinas intelijen Korea Selatan telah mengungkapkan bahwa nilai perdagangan China-Korea Utara menurun hingga dua per tiga dibanding masa normal, sekitar 185 juta dolar AS per September 2021.
Pejabat Korea Utara juga disibukkan masalah kekurangan makanan, tingginya harga bahan pokok, serta kurangnya obat-obatan dan persediaan esensial lain.
Untuk itu, Pyongyang wajib mengatasi blokade ekonomi akibat sanksi. Namun, Washington sudah tegas tidak mau kompromi sebelum Korea Utara meninggalkan senjata nuklir.
“Program senjata nuklir, ekonomi, dan stabilitas rezim saling terhubung. Jika isu nuklir tidak teratasi, ekonomi tidak akan lebih baik, dan itu membuka kemungkinan timbulnya kecemasan dan kebingungan di masyarakat Korea Utara,” kata Park Won Gon, seorang profesor studi Korea Utara di Universitas Perempuan Ewha, Seoul.
Selama satu dekade, Kim Jong-un telah membuktikan diri sebagai pemimpin kuat. Namun, para pengamat beranggapan bahwa, akibat tekanan internasional, masa depan Korea Utara tidak akan bisa seperti harapannya.
Baca Juga: Kim Jong-Un Sebut Hujan Salju Bisa Tularkan Covid-19, Minta Warga Korut Waspada
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press