> >

Ratusan Orang Hilang di Tengah Kekerasan Ekstremis dan Militer Burkina Faso

Kompas dunia | 17 November 2021, 21:59 WIB
Seorang ibu Burkina Faso, Polenti Combery masih menunggu anaknya yang hilang sejak Maret 2021. Foto diambil pada 5 Oktober 2021 di Fada NGourma, Burkina Faso. (Sumber: Sam Mednick/Associated Press)

OUAGADOUGOU, KOMPAS.TV - Ratusan orang hilang tiga tahun belakangan di tengah kekerasan kelompok ekstremis dan pihak militer di Burkina Faso. Banyak keluarga yang melaporkan kehilangan kerabat di tengah ketidakpastian akibat konflik.

Menurut Palang Merah Internasional, laporan orang hilang naik empat kali lipat setahun lalu. Pada 2019, terdapat laporan 104 hilang. Jumlah itu naik menjadi 407 pada 2020.

Salah satu warga yang kehilangan kerabat adalah Polenti Combary, ibu berusia 53 tahun yang kini mengungsi di Fada N’Gourma, timur Burkina Faso.

Combrary kehilangan anaknya yang berusia 34 tahun pada Maret 2021. Waktu itu, Combary dan keluarga baru saja mengungsi dari desanya setelah diusir jihadis.

Anaknya hendak mengembalikan truk yang dipakai keluarga untuk mengangkut barang-barang. Namun, sang anak tak pernah kembali.

“Kami akan tetap mencari. Saya berdoa kepada Tuhan agar dia kembali,” kata Combary kepada Associated Press.

Baca Juga: Korban Tewas dalam Serangan di Burkina Faso Bertambah Jadi 32 Orang

Keluarga Combary adalah bagian dari lebih sejuta orang yang terpaksa mengungsi akibat konflik. Kekerasan kelompok ekstremis Islam telah membunuh ribuan orang di Burkina Faso.

Di Burkina Faso, laporan orang hilang cukup sering ditemui akibat migrasi, banjir, atau bencana krisis iklim. Namun, deretan kekerasan membuat jumlahnya semakin banyak.

Pencarian orang di tengah konflik pun teramat sulit. Terlebih lagi jika konflik memicu pengungsian massal.

“Dengan konflik, Anda memiliki pergerakan tiba-tiba manusia yang lebih banyak, Anda menghadapi lebih banyak insiden yang bisa berujung perpisahan dan kehilangan,” kata Marina Fakhouri, kepala perlindungan Palang Merah Internasional di Burkina Faso.

“Kami juga khawatir dengan jumlah keluarga yang secara langsung mendatangi kami untuk melapor bahwa mereka kehilangan kerabat dan butuh bantuan,” imbuhnya.

Di lain sisi, mayoritas warga Burkina Faso juga tidak bisa mengandalkan aparat keamanan. Pasalnya, aparat justru diduga menjadi pelaku pembunuhan atau penghilangan paksa.

Baca Juga: 47 Orang Terbantai dalam Serangan Kelompok Bersenjata Garis Keras di Burkina Faso

Bahkan, menurut organisasi Collective Against Impunity and Stigmatization of Communities (CISC), aparat diduga bertanggung jawab atas 70 persen kasus kehilangan yang dilaporkan keluarga.

Selain menghadapi kekerasan kelompok ekstremis, warga Burkina Faso juga mesti waspada atas kekerasan aparat negara serta kelompok paramiliter yang didukung negara.

Menurut Daouda Diallo, direktur eksekutif CISC, terdapat penurunan kasus penghilangan yang melibatkan militer pada tahun ini. Ia menduga hal ini terkait laporan Human Rights Watch yang mengungkap militer Burkina Faso terlibat dalam pembunuhan massal.

Akan tetapi, aksi kekerasan dan penghilangan masih dilakukan paramiliter yang disponsori negara.

“Sedih untuk melihat aksi kekerasan telah dialihkan ke sipil bersenjata atau milii di lapangan,” kata Diallo.

Pengamat menyebut konflik kelompok ekstremis dan militer di Burkina Faso telah menimbulkan impunitas. Heni Nsaibia, periset Armed Conflict Location and Event Data Project, menyebut kasus penghilangan dan pembunuhan menunjukkan keadaan tanpa hukum.

“Proporsi signifikan dari kasus kekerasan diatribusikan kepada kelompok jihadis atau ‘unit bersenjata tak dikenal’, membuatnya mudah untuk menghilangkan tanggung jawab dari pihak tertentu. Mudah untuk membunuh orang atau menghilangkan mereka, tetapi melindungi mereka adalah tugas yang lebih sulit,” kata Nsaibia.

Baca Juga: Komnas HAM: Impunitas Kasus HAM Sangat Kuat di Indonesia, Terutama Terkait Kekuasaan dan Institusi


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU