> >

Gletser Dunia Mencair, Sumber Data Iklim hingga Sumber Energi Terancam Hilang

Kompas dunia | 13 November 2021, 15:54 WIB
Citra satelit menunjukkan percepatan mencairnya gletser di Gunung Kilimanjaro, Tanzania. Foto kiri diambil pada 2016, foto kanan pada 2021. (Sumber: Planet Labs via Associated Press)

Baca Juga: Bencana Gletser Himalaya: Pembangunan PLTA Tak Perhatikan Lingkungan dan Risiko Bencana

Sementara itu, di Tanzania, gletser Gunung Kilimanjaro menduduki fungsi penting dalam kepercayaan masyarakat lokal. 

“Es di gunung (Kilimanjaro) adalah singgasana Tuhan. Itu memiliki makna yang sangat spiritual,” kata Rainer Prinz, glasiologis asal Universitas Innsbruck, Austria.

Selain penting bagi masyarakat adat, gletser Kilimanjaro juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Tanzania. 

Gunung Kilimanjaro sendiri diperkirakan telah kehilangan 90 persen gletser.

Di sejumlah wilayah, gletser juga menjadi sumber air berharga bagi penduduk. Salah satunya di Peru.

Peru kehilangan hampir 30 persen gletser sepanjang 2006-2016. Hilangnya gletser pun berarti hilangnya sumber air masyarakat.

“Masyarakat-masyarakat itu bergantung pada gletser untuk memperoleh air bagi masyarakatnya,” kata Lauren Vargo, periset Antarctic Research Centre di Selandia Baru.

Mencairnya gletser juga menjadi kehilangan besar bagi kalangan ilmuwan. Pasalnya, lapisan-lapisan gletser menyimpan banyak informasi berharga.

Lapisan es pada gletser bisa berumur puluhan ribu tahun. Lapisan-lapisan itu memuat informasi tahunan mengenai kondisi iklim masa lalu, termasuk komposisi atmosfer, variasi temperatur, dan tipe vegetasi yang ada.

Apabila gletser hilang, maka rekaman informasi mengenai iklim Bumi dulu dan banyak informasi berharga lain terancam ikut hilang.

Kasus seperti ini pernah terjadi ketika ilmuwan meneliti gletser Carstenz di Papua pada 2010 lalu. Para ilmuwan disebut hanya bisa memperoleh data hingga 1960-an.

“Ini menyedihkan karena ini bukan hanya hilangnya warisan lokal atau nasional untuk Indonesia, tetapi juga hilangnya warisan iklim bagi dunia,” kata ahli kelautan Raden Dwi Susanto.

Baca Juga: Menteri LHK: Pembangunan Besar-besaran Era Jokowi Tak Boleh Berhenti atas Nama Deforestasi

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU