> >

Utusan Khusus PBB Desak Komandan Pasukan Sudan Menahan Diri

Kompas dunia | 30 Oktober 2021, 16:00 WIB
Warga Sudan di Khartoum berunjuk rasa memprotes kudeta militer, pada Jumat, 29 Oktober 2021. Utusan khusus PBB Volker Perthes bertemu dengan Jenderal Muhammad Hamdan Dagalo, komandan Rapid Support Force, yang menjadi ujung tombak kudeta militer. (Sumber: AP Photo / Marwan Ali)

KAIRO, KOMPAS.TV — Utusan khusus PBB untuk Sudan bertemu dengan komandan pasukan paramiliter Sudan, dan mendesaknya untuk mengizinkan digelarnya protes dan unjuk rasa damai untuk menghindari konfrontasi setelah kudeta militer awal pekan ini, seperti dilansir Associated Press, Sabtu (30/10/2021).

Kelompok aktivis pro-demokrasi menyerukan pawai "jutaan orang" pada hari ini (30/10/2021) menuntut pemulihan pemerintahan transisi yang digulingkan dan pembebasan tokoh politik senior dari tahanan.

Kudeta itu mengancam akan menggagalkan transisi rapuh Sudan menuju demokrasi yang didukung Barat sejak dua tahun lalu, setelah penggulingan diktator lama Omar al-Bashir.

Utusan khusus PBB Volker Perthes bertemu Jenderal Muhammad Hamdan Dagalo, salah seorang pemimpin kudeta yang dianggap dekat dengan pemimpin tertinggi militer Sudan, Jenderal Abdel-Fattah Burhan.

Jenderal Dagalo memimpin Pasukan Pendukung Cepat atau Rapid Support Force (RSF) yang ditakuti, sebuah unit paramiliter yang mengendalikan jalan-jalan di ibu kota Khartoum dan memainkan peran utama dalam kudeta.

RSF terkenal karena kekejaman dan pemerkosaan selama konflik di wilayah Darfur Sudan dan serangan mematikan terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi pada 2019.

Volker Perthes mengatakan di Twitter dirinya “menekankan perlunya ketenangan, mengizinkan protes damai dan menghindari konfrontasi apa pun” dalam pembicaraannya dengan Dagalo.

Seorang pejabat senior Amerika Serikat juga mengatakan kepada wartawan pada Jumat (29/10/2021) bahwa protes massa pada Sabtu akan menjadi “ujian” bagi Sudan dan bahwa militer Sudan telah “membajak dan mengkhianati aspirasi rakyat Sudan.”

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Desak Militer Sudan Pulihkan Pemerintahan Sipil

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan yang kini menjadi penguasa tertinggi Sudan setelah militer di bawah komandonya mengambil alih pemerintahan dan menahan perdana menteri serta jajaran pejabat negara itu. (Sumber: France24 via AFP)

Sejak pengambilalihan militer, terjadi protes jalanan setiap hari. Sedikitnya sembilan orang tewas oleh tembakan pasukan keamanan, menurut Komite Dokter dan aktivis Sudan. Setidaknya 170 orang lainnya terluka, menurut PBB.

Jenderal Burhan mengklaim pengambilalihan itu diperlukan untuk mencegah perang saudara, mengutip apa yang dia katakan adalah perpecahan yang berkembang di antara kelompok-kelompok politik.

Namun, pengambilalihan itu terjadi kurang dari sebulan sebelum dia menyerahkan kepemimpinan Dewan Kedaulatan atau Sovereign Council, badan pembuat keputusan utama di Sudan, kepada seorang warga sipil.

Langkah seperti itu akan mengurangi cengkeraman militer di negara itu. Dewan tersebut memiliki anggota sipil dan militer.

Sebagai bagian dari kudeta, Burhan membubarkan Dewan Kedaulatan dan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok, dan bertanggung jawab atas urusan sehari-hari.

Sebaliknya, ia mengangkat dirinya sebagai kepala dewan militer yang akan memerintah Sudan hingga pemilu pada Juli 2023.

Baca Juga: Pemimpin Kudeta Militer Sudan Jenderal Burhan Ternyata Punya Bekingan Negara-Negara Arab

Seorang demonstran menunjukkan simbol dua jari saat demonstrasi menentang kudeta militer di Khartoum, Sudan, Senin (25/10/2021). Kudeta militer disebut mengancam transisi demokrasi Sudan, negara yang puluhan tahun sebelumnya merasakan kediktatoran militer. (Sumber: Ashraf Idris/Associated Press)

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia, Sputnik, yang diterbitkan Jumat, Burhan mengatakan dia akan segera menunjuk perdana menteri baru yang akan membentuk Kabinet dan akan berbagi kepemimpinan negara dengan angkatan bersenjata.

“Kami memiliki tugas patriotik untuk memimpin rakyat dan membantu mereka dalam masa transisi hingga pemilihan umum diadakan,” kata Burhan dalam wawancara tersebut.

Dia mengatakan selama protes berlangsung damai, “pasukan keamanan tidak akan campur tangan.”

Namun, sebagian pengamat meragukan militer akan mengizinkan transisi penuh ke pemerintahan sipil, jika hanya untuk memblokir pengawasan sipil dari kepemilikan besar keuangan oleh militer.

Kudeta tersebut juga dibanjiri kecaman masyarakat internasional.

Amerika Serikat sebelumnya telah meminta Burhan untuk memulihkan kembali pemerintahan sipil yang digulingkan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Jumat, mengulangi “kecamannya yang keras” atas kudeta dan menekankan perlunya mengembalikan proses transisi ke pemerintahan demokratis di negara Afrika timur itu.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU