Eks Petinggi Intelijen Ungkap Putra Mahkota Saudi Mau Bunuh Raja Abdullah Pakai Cincin Beracun
Kompas dunia | 26 Oktober 2021, 10:29 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, dikabarkan pernah mengusulkan membunuh Raja Abdullah dengan menggunakan cincin beracun. Hal tersebut diungkapkan mantan petinggi intelijen Saudi Saad al-Jabri
Dalam wawancara dengan CBS, Saad al-Jabri mengatakan Mohammed bin Salman pernah memberitahu sepupunya pada 2014 bahwa dia berniat melakukan aksi tersebut agar ayahnya, Salman bin Abdulaziz Al Saud, bisa naik takhta.
Seperti dikutip dari BBC, memang sempat terjadi ketegangan di dalam keluarga kerajaan pada masa peralihan kekuasaan. Namun, apa yang dikatakan Al-Jabri dibantah Kerajaan Saudi.
Baca Juga: Raja Salman dan Putra Mahkota Arab Saudi Daftarkan Diri Menjadi Donor Organ Tubuh
Pemerintah Kerajaan Saudi menyebut Al-Jabri sebagai mantan pejabat yang kehilangan kredibilitasnya dan punya riwayat berbohong.
BBC juga telah menghubungi pemerintah kerajaan tersebut untuk berkomentar mengenai tuduhan-tuduhan itu.
Ketika diwawancarai dalam program 60 Minutes yang ditayangkan stasiun televisi CBS, Al-Jabri memperingatkan bahwa Putra Mahkota MbS selaku penguasa de facto Arab Saudi dan putra Raja Salman - adalah seorang "psikopat, pembunuh di Timur Tengah dengan sumber daya tak terbatas, sosok yang menimbulkan ancaman terhadap rakyatnya, terhadap warga Amerika, dan terhadap planet ini".
Al-Jabri menuding, pada pertemuan tahun 2014, Mohammed bin Salman mengusulkan sepupunya, Pangeran Mohammed bin Nayef, yang saat itu menjabat menteri dalam negeri, bahwa dia bisa mengatur agar Raja Abdullah dibunuh.
Baca Juga: Politisi AS Minta Biden Beri Hukuman kepada Putra Mahkota Arab Saudi atas Pembunuhan Khashoggi
"Dia berkata kepadanya: 'Saya ingin membunuh Raja Abdullah. Saya mendapat cincin beracun dari Rusia. Itu cukup bagi saya untuk menjabat tangannya dan dia akan tamat'," kata Al-Jabri. "Apakah saat itu dia hanya sesumbar…dia mengatakan itu dan kami menganggap serius."
Al-Jabri mengaku perkara itu telah diurus secara tertutup di pengadilan kerajaan. Namun, dia menambahkan, pertemuan antara MbS dan Mohammed bin Nayef direkam dengan kamera video secara diam-diam. Al-Jabri mengeklaim dirinya tahu ada dua salinan rekaman video.
Raja Abdullah meninggal dunia di usia 90 tahun pada 2015. Mendiang kemudian digantikan oleh saudara laki-lakinya, Salman bin Abdulaziz Al Saud—ayahanda Mohammed bin Salman.
Raja Salman lantas mengangkat Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota. Akan tetapi, pada 2017, status itu dialihkan ke Mohammed bin Salman.
Mohammed bin Nayef juga kehilangan jabatan sebagai menteri dalam negeri dan dilaporkan sempat dijebloskan sebagai tahanan rumah. Tahun lalu dia ditahan aparat atas dakwaan yang tidak diumumkan ke publik. Al-Jabri sendiri kabur ke Kanada setelah Mohammed bin Nayef lengser sebagai putra mahkota.
Al-Jabri mengatakan dalam wawancara bahwa dia sempat diperingatkan oleh seorang teman di sebuah lembaga intelijen negara di Timur Tengah, Mohammed bin Salman mengirim sekelompok pembunuh untuk menghabisinya pada Oktober 2018—beberapa hari setelah jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi dibunuh di Turki.
Al-Jabri menuding ada enam orang yang tergabung dalam satu tim mendarat di Ottawa, tapi mereka dideportasi setelah bea cukai Kanada menemukan mereka membawa "peralatan mencurigakan untuk analisa DNA".
Baca Juga: Arab Saudi Borong Produk Makanan Indonesia, RI Raup Rp12,12 Triliun dalam Lima Hari
Tahun lalu, Al-Jabri melayangkan gugatan terhadap Putra Mahkota Saudi di pengadilan federal Amerika Serikat. Gugatan tersebut menuduh Mohammed bin Salman telah melakukan pencobaan pembunuhan.
MbS membantah tuduhan-tuduhan itu. Dia juga menyangkal telah terlibat dalam pembunuhan Jamal Khashoggi, meskipun sejumlah lembaga intelijen AS menyebut dia menyetujui operasi tersebut.
Melalui surat pernyataan kepada CBS, Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC, AS, mencap Al-Jabri sebagai "mantan pejabat pemerintah yang kehilangan kredibilitasnya, punya riwayat panjang berbohong dan menciptakan pengalihan isu guna menyembunyikan kejahatan keuangan yang dia lakukan, hingga mencapai miliaran dollar, untuk membiayai kehidupan mewah dirinya dan keluarganya".
Al-Jabri digugat atas tuduhan korupsi oleh sejumlah entitas Saudi. Hakim Kanada telah membekukan aset-asetnya dan menyebut ada "bukti-bukti penipuan yang luar biasa".
Al-Jabri membantah telah mencuri uang pemerintah. Dia juga berkilah bahwa mantan majikannya telah mengupahnya dengan royal.
Pada Maret 2020, aparat Saudi menahan dua anak Al-Jabri, Omar dan Sarah—yang disebut beberapa kelompok HAM sebagai upaya untuk memaksanya kembali ke Arab Saudi.
November lalu, dua bulan setelah ayah mereka menggugat putra mahkota, kedua anak itu dihukum masing-masing sembilan dan enam setengah tahun penjara oleh pengadilan Saudi. Mereka dinyatakan bersalah atas tuduhan pencucian uang dan "berusaha kabur" dari negara itu.
Keduanya membantah tuduhan-tuduhan tersebut. Kemudian pengadilan banding menguatkan vonis sebelumnya dalam sidang rahasia yang tidak dihadiri mereka.
Penulis : Desy-Afrianti
Sumber : BBC