> >

Sejarah Kudeta Militer Sudan: Konflik Tak Berkesudahan dan Puluhan Tahun Kediktatoran Militer

Kompas dunia | 25 Oktober 2021, 22:00 WIB
Panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan saat mengumumkan pembubaran pemerintahan transisi setelah kudeta militer Sudan pada Senin (25/10/2021) pagi waktu setempat. (Sumber: Sudan TV via Associated Press)

KHARTOUM, KOMPAS.TV - Angkatan Bersenjata Sudan dilaporkan mengambil alih pemerintahan dalam upaya kudeta pada Senin (25/10/2021) pagi waktu setempat. Aparat militer menangkap sejumlah pejabat sipil termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok.

Panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan membubarkan pemerintahan transisi yang dijanjikan menjabat hingga pemilihan umum digelar.

Sebelumnya, Sudan dipimpin pemerintahan sementara yang terdiri dari dewan sipil dan militer. Dewan ini memimpin sejak kudeta yang menjungkalkan diktator Omar Al-Bashir pada 2019 silam.

Baca Juga: Diduga Kudeta Militer di Sudan, Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Pejabat Tinggi Ditangkap

Kudeta ini memunculkan kekhawatiran terhadap nasib demokrasi di Sudan. Negara ini telah melalui puluhan tahun kediktatoran militer.

Jenderal Burhan berjanji bahwa militer tetap berkomitmen dengan demokrasi langsung.

“Angkatan Bersenjata akan terus mengupayakan transisi demokratis hingga kepemimpinan negara diserahkan kepada pemerintahan sipil terpilih,” kata Burhan.

Akan tetapi, klaim Jenderal Burhan itu diragukan berbagai pihak. Analis politk Al Jazeera, Marwan Bishara bahkan menyebut justifikasi pihak militer tak bisa diterima.

“Mereka pikir perjanjian dua tahun belakangan semata perjanjian antara militer dan sejumlah teknokrat yang menjalankan pemerintahan sehari-hari,” kata Bishara dikutip Al Jazeera.

“Jadi, gagasan bahwa Sudan telah melalui gejolak besar dan hendak mendirikan pemerintahan sipil setelah 30 tahun kediktatoran militer tidak ada di pikiran jenderal-jenderal Sudan,” imbuh Bishara.

Kudeta di Sudan sendiri memiliki sejarah panjang. Baru beberapa tahun setelah merdeka pada 1956, negara ini telah menghadapi percobaan kudeta.

Sebelum militer yang dipimpin Jenderal Burhan melakukan kudeta, percobaan kudeta juga dilakukan sekelompok tentara pada September lalu.

Menurut Institute for Security Studies (ISS), Sudan telah melalui 15 kali percobaan kudeta hingga 2020.

Sejarah Kudeta Militer Sudan: Dari 1958 hingga Diktator Al-Bashir

Menurut catatan ISS, pemerintah sah Sudan sudah dikudeta hanya dua tahun sejak seremoni kemerdekaan pada Januari 1956. Kudeta ini terjadi pada November 1958.

Kudeta kedua Sudan terjadi pada 25 Mei 1959. Kudeta ini berhasil dan pemimpinnya, Kolonel Jaafar Nimeiry menjadi perdana menteri. 

Pada Juli 1971, akibat perselisihan antara faksi Marxist dan non-Marxist di koalisi pemerintahan militer, kudeta kembali terjadi. Kudeta ini dipimpin Partai Komunis Sudan dan sempat berhasil.

Namun, pemerintahan yang dibentuk hanya bertahan beberapa hari. Jaafar Nimeiry kembali menjabat pos perdana menteri setelah perlawanan faksi militer anti-komunis berhasil.

Pada 1989, Kolonel Omar Al-Bashir memimpin kudeta untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Sadiq Al-Mahdi. Ia berhasil dan menjadi pemimpin otoriter Sudan.

Awalnya, Al-Bashir mengonsolidasikan kekuasaan dengan bersekutu dengan Hassan Al-Turabi, pemimpin Front Nasional Islam Sudan.

Baca Juga: Sudan akan Serahkan Bekas Presiden Omar al Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional

Kemudian, kekuasaan Al-Bashir semakin kuat dan ia menunjuk diri sendiri sebagai presiden Sudan pada 1993. Jabatan ini diemban Al-Bashir hingga digulingkan pada 2019.

Pada periode otoriter Al-Bashir, pemerintahannya sempat menghadapi beberapa kali percobaan kudeta sebelum 2019. Di antaranya terjadi pada 2004 dan 2012.

Pada era modern, Sudan pun dilanda kekerasan perang sipil antara wilayah utara dan selatan. Menurut BBC, perang sipil Sudan telah menelan korban sekitar 1,5 juta orang.

Perang sipil ini kemudian berujung pada perpecahan Sudan pembentukan Sudan Selatan pada Juli 2011.

Kudeta 2019 dan Janji Demokrasi Sudan

Masa kepresidenan Al-Bashir yang hampir berlalu tiga dekade mulai goyah pada 2018. Saat itu, ia ditentang demonstrasi besar-besaran.

Demonstran memprotes pemburukan ekonomi dan naiknya biaya hidup. 

Protes ini bertahan selama berbulan-bulan sejak Desember 2018. Kerusuhan membuat Presiden Al-Bashir mendeklarasikan situasi darurat pertama di Sudan dalam kurun 20 tahun.

Pada April 2019, militer Sudan menggulingkan Presiden Al-Bashir. Wakil Presiden sekaligus Menteri Pertahanan Sudan Letjen Ahmed Awad Ibn Nauf mendeklarasikan diri sebagai kepala negara de facto.

Letjen Ahmed kemudian mundur dan menunjuk Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan sebagai pemimpin pemerintahan.

Pemerintahan militer kemudian mau berbagi kekuasaan dengan pihak sipil. Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan sejumlah pejabat tinggi pun dipilih untuk mewakili sipil dalam dewan pemerintahan transisi.

Baca Juga: Kudeta Militer Sudan Diprotes Massa, 12 Demonstran Terluka akibat Bentrok dengan Aparat

Pihak sipil dan militer kemudian menyetuji Deklarasi Konstitusi pada Agustus 2019. Deklarasi ini memuat pembagian kekuasaaan dalam pemerintahan sementara dan amanat pemilihan umum dalam waktu tiga tahun.

Masa Depan Demokrasi Sudan Dikhawatirkan

Aksi sepihak militer yang membubarkan pemerintahan sipil ramai diprotes. Jalelah Ahmed, aktivis Sudan yang berada di Washington, Amerika Serikat (AS) mengaku “patah hati” karena peristiwa kudeta.

“Kami sangat kecewa pagi ini. Kami patah hati melihat (militer) memutuskan untuk melakukan cara seperti itu,” kata Ahmed kepada Al Jazeera.

“Tak ada alasan untuk membubarkan dewan transisional yang ditugasi untuk mengawasi (penerapan) konstitusi dan melindungi rakyat serta demokrasi Sudan,” imbuhnya.

Setelah kudeta, militer Sudan memberlakukan situasi darurat nasional.

Sementara itu, pihak oposisi Sudan menyerukan pembangkangan sipil.

Protes masif menentang kudeta militer dilaporkan terjadi di Sudan. Komunitas internasional pun mendesak militer Sudan membatalkan kudeta.

Kudeta militer dianggap mengganggu transisi demokrasi yang sedang dilalui Sudan. Nasib demokrasi di negara yang melalui kediktatoran militer dan perang sipil selama puluhan tahun itu pun dikhawatirkan. 

Baca Juga: Kudeta Militer Sudan Dikecam Dunia, PBB hingga China Berikan Respons


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU