Abdulrazak Gurnah, Peraih Nobel Sastra yang Tak Kenal Kompromi
Kompas dunia | 15 Oktober 2021, 20:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ketika Komite Nobel bidang sastra menghubunginya untuk memberitahu, Abdulrazak Gurnah tidak yakin bahwa dirinya terpilih sebagai pemenang Nobel sastra 2021. "Saya kira kena prank, ternyata benar," kata Gurnah kepada Adam Smith dari Komite Nobel, 7 Oktober lalu.
Gurnah adalah penulis kelahiran Zanzibar (kini bagian Tanzania) pada 1948, yang kini menetap di Inggris. Dia datang ke Inggris pada 1968 ketika berusia muda sebagai seorang mahasiswa.
Pengalaman hidupnya yang berasal dari negeri Afrika dan masuk ke Eropa, memberinya banyak inspirasi tentang kolonialisme, rasisme dan kehidupan sebagai pengungsi. Saat masuk ke Eropa di akhir tahun 1960-an, kala itu rasisme terhadap kulit hitam masih menancap kuat.
Dalam banyak karya, mantan profesor di Kent University ini, banyak mengungkapkan sisi gelap dengan latar belakang rasialisme.
Baca Juga: Jurnalis Filipina dan Rusia Menang Hadiah Nobel Perdamaian 2021
Berbagai tulisannya mulai dipublikasikan sejak dia berusia 21 tahun dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Swahili. Novel pertamanya terbit pada 1987 berjudul "Memory of Departure”.
Kemudian pada 1994 terbit novelnya berjudul "Paradise” yang mengantarkan namanya dikenal secara internasional.
Salah satu keistimewaan novel ini karena dibangun berdasarkan referensi intertekstual dari beberapa karya sastra klasik, seperti "Heart of Darkness” karya Joseph Conrad, dokumen Swahili dari abad ke-19, dan kisah Nabi Yusuf di dalam Quran.
Sementara novel "Admiring Silence” (1996) dan "By the Sea” (2001), mengeksplorasi pengalaman pengungsi di mana "fokusnya adalah pada identitas dan citra diri,” kata Komite Nobel.
Dua buku tersebut diceritakan dari sudut pandang orang pertama, yaitu seorang pria dari Zanzibar yang melarikan diri ke Inggris dan berbohong tentang masa lalunya di Afrika guna melindungi dirinya dari rasisme dan prasangka.
Sementara novel terbarunya terbit pada 2020 "Afterlives" berkisah tentang rasisme, penyerahan diri, dan pengorbanan dengan latar waktu di awal abad ke-20, menjelang keruntuhan kolonial Jerman di Afrika Timur pada tahun 1919.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV