Indonesia Sukses Uji Terbang Bandung - Jakarta Gunakan Bioavtur, Media Internasional Ramai Beritakan
Kompas dunia | 6 Oktober 2021, 23:55 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia sukses melakukan uji terbang rute Bandung-Jakarta menggunakan bioavtur, bahan bakar jet yang sebagian berasal dari minyak kelapa sawit, kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam keterangan yang dirilis di Jakarta, Rabu (06/10/2021) seperti dilansir Antara.
Uji terbang itu dilakukan dari Bandung Jawa Barat ke Jakarta dengan pesawat CN-235-220 Flying Test Bed (FTB) bertenaga bioavtur, kata Arifin Tasrif.
“Keberhasilan tersebut akan menjadi tonggak sejarah dalam upaya meningkatkan kontribusi bioavtur di bidang transportasi udara, untuk meningkatkan ketahanan dan ketahanan energi nasional,” ujarnya.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.12/2015 menetapkan kewajiban penggunaan biofuel 3 persen dalam bioavtur pada tahun 2020.
Proporsinya akan ditingkatkan menjadi 5 persen pada tahun 2025, kata Arifin Tasrif.
Namun, pencampuran bioavtur belum berjalan optimal karena beberapa kendala terkait ketersediaan, teknologi, dan nilai ekonomi bioavtur, jelas Tasrif.
Co-processing bioavtur dimulai di Institut Teknologi Bandung (ITB) menggunakan bahan baku minyak inti sawit (RBDPKO) dan katalis Merah Putih, ujarnya.
Uji co-processing skala industri dilakukan di Refinery Unit IV Cilacap, milik perusahaan minyak milik negara PT Pertamina (Persero), untuk memproduksi J2.0 pada 2020 dan J2.4 pada awal 2021, katanya.
Serangkaian pengujian yang dilakukan pada September tahun ini menunjukkan J2.4 memenuhi spesifikasi untuk avtur, yang berarti produk tersebut dapat digunakan sebagai alternatif avtur murni, tambahnya.
Sementara itu, serangkaian uji terbang dilakukan dari 8 September hingga 6 Oktober 2021 untuk menguji bahan bakar nabati, tambah Arifin Tasrif.
“Penelitian dan pengembangan lebih lanjut masih dilakukan untuk menghasilkan J100, sehingga bioavtur dapat digunakan oleh seluruh maskapai penerbangan Indonesia maupun asing,” klaim Arifin, seraya menambahkan, Bioavtur J2.4 mengandung 2,4 persen minyak inti sawit yang dimurnikan, dihilangkan baunya dan diproduksi menggunakan katalis.
Baca Juga: Pertamina Kembangkan Bioavtur J2.4, Bahan Bakar Pesawat Campuran Minyak Sawit
Pada 2020, kilang Pertamina di Dumai, Riau memproduksi 100 persen biohidrokarbon diesel dari minyak sawit yang diputihkan dan dihilangkan baunya (refined bleached deodorized palm oil/RBDPO), katanya.
RBDPO adalah produk minyak sawit yang telah dimurnikan untuk menghilangkan asam lemak bebas dan dimurnikan untuk menghilangkan warna dan baunya.
Produksi awal ini akan menjadi titik kunci dalam pengembangan produk hijau, termasuk biodiesel dan bioavtur, kata menteri.
“Indonesia sebagai produsen terbesar tentunya perlu melakukan inovasi dalam pemanfaatan kelapa sawit, antara lain dalam pengembangan biodiesel, bio jet fuel dan juga melanjutkan program D100,” kata Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi virtual mengacu pada bahan bakar diesel yang seluruhnya dari minyak sawit yang dikembangkan oleh perusahaan minyak negara Pertamina seperti dilansir Straits Times, Rabu, (06/10/2021)
Indonesia saat ini memiliki program biodiesel wajib dengan kandungan minyak sawit 30 persen, dikenal sebagai B30.
Pemerintah Indonesia ingin memperluas penggunaan minyak nabati untuk energi dan memangkas impor bahan bakar.
Bahan bakar bio jet yang digunakan selama uji terbang hanya mengandung 2,4 persen kandungan kelapa sawit, tetapi peraturan tahun 2015 mengamanatkan angka tersebut ditingkatkan menjadi 5 persen tahun 2025.
Meskipun biodiesel menjanjikan emisi karbon yang jauh lebih rendah, pembukaan lahan yang dilakukan untuk menanam minyak kelapa sawit telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pecinta lingkungan tentang deforestasi, dengan Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk melarang biodiesel yang mengandung kelapa sawit, Rabu, (06/10/2021)
Kementerian ESDM hari Rabu mengatakan pasar bahan bakar bio jet, dengan asumsi konsumsi harian 14.000 kiloliter, akan memiliki potensi pasar senilai 1,1 triliun per tahun.
"Kami membutuhkan 120.000 kiloliter (minyak sawit) per tahun," kata Dadan Kusdiana, direktur jenderal energi terbarukan di Kementerian Energi, seraya menambahkan lebih banyak penelitian diperlukan untuk komersialisasi bahan bakar tersebut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Antara