Inilah Harta Karun Mineral Afghanistan Senilai 1 - 3 Triliun Dolar AS yang Diincar Banyak Negara
Kompas dunia | 19 Agustus 2021, 00:05 WIBKABUL, KOMPAS.TV - Kerap disebutkan sebagai lelucon satir bahwa pada akhir hari ketujuh saat Tuhan selesai menciptakan alam semesta, Tuhan menempatkan semua batu-batuan sisa yang tidak terpakai di Afghanistan. Itulah mitos setengah bercanda tentang kerasnya alam Afghanistan, namun kini berubah menjadi harta karun luar biasa.
Seperti dilaporkan Deutsche Welle, Rabu, (18/08/2021), Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan, sekarang punya keunggulan finansial dan geopolitik yang dahsyat.
Sebelum mengambil alih Afghanistan, kelompok Taliban mencari dana dari perdagangan opium dan heroin. Sekarang kelompok itu secara efektif memerintah sebuah negara dengan sumber daya yang dibutuhkan China dan adidaya lain di dunia untuk menumbuhkan ekonominya.
Pada tahun 2010, sebuah laporan oleh para ahli militer dan ahli geologi Amerika Serikat (AS) memperkirakan, Afghanistan memiliki kekayaan mineral hampir 1 triliun dolar AS. Ini karena salah satu negara termiskin di dunia itu memiliki tabungan mineral besi, tembaga, lithium, kobalt, emas, dan rare-earth yang sangat besar. Belum lagi tabungan minyak bumi yang baru saja ditemukan.
Dua dekade terakhir semasa pendudukan Amerika Serikat, sebagian besar sumber daya tersebut tak tersentuh karena kekerasan dan situasi keamanan yang ekstrim.
Sekarang, nilai dari tabungan mineral itu telah meroket luar biasa, dipicu oleh transisi global ke energi hijau.
Sebuah laporan pemerintah Afghanistan tahun 2017, menindaklanjuti penelitian AS sebelumnya, bahkan memperkirakan kekayaan mineral negara itu mungkin mencapai 3 triliun dolar, termasuk bahan bakar fosil. Itu berapa rupiah ya? Tentu banyak sekali karena sekitar 3 kali produk domestik bruto Indonesia.
Lithium, yang digunakan dalam baterai untuk mobil listrik, ponsel pintar dan laptop, memiliki permintaan gila-gilaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan tahunan akan permintaan lithium mencapai 20 persen, jauh melesat dari beberapa tahun lalu yang hanya sekitar 5 - 6 persen.
Memo Pentagon menyebut Afghanistan adalah Arab Saudi-nya lithium dunia. Memo itu memproyeksikan deposit lithium satu provinsi di Afghanistan bisa menyamai Bolivia, salah satu yang terbesar di dunia.
Kita belum membicarakan tabungan batu mulia kualitas wahid seperti zamrud yang terserak di seantero Afghanistan.
Baca Juga: China Incar Peluang Ekonomi di Afghanistan, Diantaranya Incar Lithium, Emas dan Tembaga
Sementara dunia Barat mengancam untuk tidak bekerja sama dengan Taliban, China, Rusia dan Pakistan bergegas dengan gegap gempita melakukan pendekatan untuk bikin deal-deal bisnis dengan kelompok Taliban. Hal ini semakin menambah penghinaan bagi AS dan Eropa atas jatuhnya Afghanistan.
Sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri dunia, China kewalahan dengan permintaan global untuk komoditas.
Beijing, yang saat ini pun sudah menjadi investor asing terbesar di Afghanistan, tampaknya akan memimpin perlombaan untuk membantu Afghanistan membangun sistem pertambangan yang efisien. Ini, untuk memenuhi kebutuhan mineral China yang tak pernah ada cukupnya.
“Kendali Taliban atas Afghanistan datang pada puncak krisis pasokan mineral untuk masa mendatang dan China membutuhkannya,” kata Michael Tanchum, seorang rekan senior di Institut Austria untuk Kebijakan Eropa dan Keamanan. Ia menjelaskan kepada Deutsche Welle, "China sudah pasang kuda-kuda di Afghanistan untuk menambang mineral."
Salah satu raksasa pertambangan raksasa Asia asal China, Metallurgical Corporation of China (MCC), memiliki perjanjian sewa 30 tahun untuk menambang tembaga di provinsi Logar yang tandus di Afghanistan.
Beberapa analis, bagaimanapun, mempertanyakan apakah Taliban punya kompetensi dan kemauan untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara. Mengingat, pendapatan yang mereka hasilkan selama ini, sebagian adalah dari perdagangan narkoba.
“Sumber daya ini ada di bumi pada tahun 90-an juga dan mereka [Taliban] tidak dapat mengekstraknya,” Hans-Jakob Schindler, Direktur Senior di Proyek Kontra Ekstremisme, mengatakan kepada DW.
"Kita harus tetap sangat skeptis terhadap kemampuan mereka untuk menumbuhkan ekonomi Afghanistan atau bahkan minat mereka untuk melakukannya."
Baca Juga: Anak-Anak Perempuan di Herat Tetap Bersekolah Setelah Pengambilalihan Afghanistan Oleh Taliban
Meski begitu, pejabat senior Taliban bulan lalu bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Tianjin. Dalam kesempatan itu, salah satu pentolan tertinggi Komisi Politik kelompok Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar mengatakan, dia berharap China akan "memainkan peran yang lebih besar dalam rekonstruksi dan pembangunan ekonomi [Afghanistan] di masa depan."
Pada hari Senin, ketika Taliban kembali menggunakan nama lama negara itu, Imarah Islam Afghanistan, China mengatakan siap untuk "hubungan persahabatan dan kerja sama" dengan penguasa baru. Bukan main.
Media yang dikelola pemerintah China, sementara itu, menggambarkan bagaimana Afghanistan sekarang dapat mengambil manfaat dari Belt and Road Initiative yang diusung China. Inisiatif ini yaitu rencana infrastruktur kontroversial Beijing untuk membangun rute jalan, kereta api dan laut serta infrastruktur dari Asia ke Eropa.
Tetapi kekhawatiran tentang keamanan regional tetap harus ditangani. Luberan kekerasan ke negara-negara Asia Tengah lainnya dapat membuat jaringan pipa yang memasok sebagian besar minyak dan gas China menjadi rentan.
Beijing juga khawatir negara yang dilanda perang itu bisa menjadi tempat persembunyian bagi minoritas separatis Uighur di China dan bahwa kepentingan ekonominya akan dirusak oleh kekerasan yang terus berlanjut di Afghanistan.
"Operasi penambangan [Perusahaan China] MCC terganggu oleh ketidakstabilan di negara itu karena konflik antara Taliban dan mantan pemerintah Afghanistan," tambah Michael Tanchum, yang juga seorang rekan non-residen di Institut Timur Tengah (MEI).
"Jika Taliban dapat menyediakan kondisi operasional yang stabil bagi China, maka penambangan tembaga saja berpotensi menghasilkan pendapatan puluhan miliar dolar bagi Afghanistan, memacu pengembangan operasi penambangan untuk mineral lain di negara itu," kata Tanchum.
Baca Juga: China Nyatakan Siap Kerja Sama dan Bersahabat dengan Pemerintah Taliban Afghanistan
Sampai saat ini, pemerintah Afghanistan belum mendapatkan keuntungan dari proyek pertambangan yang ada. Menurut sebuah laporan penyiar televisi kabel Al Jazeera, pemerintah Afghanistan di bawah pemerintahan lama kehilangan 300 juta dollar AS per tahun.
Tetangga Afghanistan, Pakistan, juga akan mendapat manfaat dari kekayaan mineral Afghanistan. Pakistan yang mendukung pengambilalihan pertama Taliban atas Afghanistan pada tahun 1996, mempertahankan hubungan dengan Taliban dan dituduh Amerika Serikat menyembunyikan gerilyawan Taliban.
Pakistan juga akan menjadi penerima manfaat utama dari investasi infrastruktur China, yang sering disebut Jalur Sutra Baru.
"Pakistan memiliki kepentingan nasional karena bahan-bahan tambang tersebut berpotensi diangkut di sepanjang rute transit komersial dari Pakistan ke China," kata Tanchum kepada Deutsche Welle. Tanchum menambahkan, kesepakatan dengan Taliban akan memberi Islamabad insentif untuk mendukung lingkungan keamanan yang stabil di wilayah tersebut.
Afghanistan memiliki cadangan emas, platinum, perak, tembaga, besi, kromit, litium, uranium, dan aluminium yang sangat besar.
Zamrud, rubi, safir, pirus, dan lapis lazuli berkualitas tinggi di negara ini telah lama memikat pasar batu permata. Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), melalui penelitian ilmiahnya yang luas tentang mineral, menyimpulkan bahwa Afghanistan menyimpan 60 juta metrik ton tembaga, 2,2 miliar ton bijih besi, 1,4 juta ton unsur Rare Earth Elements (REE) seperti lantanum, cerium, neodymium, dan urat aluminium, emas, perak, seng, merkuri, dan lithium.
Menurut pejabat Pentagon, analisis awal mereka di satu lokasi di provinsi Ghazni menunjukkan potensi deposit lithium sebesar cadangan Bolivia, yang diketahui memiliki cadangan lithium terbesar di dunia. Itu baru di satu provinsi.
USGS memperkirakan deposit Khanneshin di provinsi Helmand akan menghasilkan 1,1 - 1,4 juta metrik ton REE. Beberapa laporan memperkirakan sumber daya REE Afghanistan termasuk yang terbesar di dunia.
REE telah menjadi bagian penting dari teknologi modern. Mereka digunakan dalam ponsel, televisi, mesin hibrida, komputer, laser, dan baterai.
Kongres AS menyebut REE sangat strategis bagi keamanan nasional Amerika Serikat.
REE adalah kunci untuk sistem navigasi tank, sistem panduan peluru kendali, komponen pertahanan rudal, satelit, dan sistem komunikasi militer.
Afghanistan dapat menjadi bagian dari solusi jangka panjang untuk masalah pasokan REE dunia.
Sumber daya mineral Afghanistan yang kaya, jika dieksploitasi secara efektif, akan menjadi pengganti terbaik bantuan asing dan mengurangi ketergantungan negara tersebut pada dukungan asing.
Pengelolaan sumber daya mineral yang lebih baik dapat berujung pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, membuka jalan bagi perdamaian yang langgeng.
Namun ada satu masalah, seperti dikutip dari berbagai laporan, bahwa Taliban memiliki tafsir yang sangat ketat tentang Islam. Hingga, deal apapun harus mematuhi secara ketat prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Hal tersebut bisa menjadi simalakama bagi kekuatan kapitalisme barat. Tapi, justru menjadi berkah bagi kekuatan ekonomi Islam yang moderat di dunia dan Asia Tenggara yang bersedia melaksanakannya dengan penerapan ketat ekonomi syariah. Kecuali, Taliban memilih tunduk pada prinsip dan cara ekonomi Barat.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Deustche Welle/USGS/The Diplomat