Gadis 14 Tahun Tewas Usai Melahirkan, PBB Kecam Praktik Pernikahan Anak di Zimbabwe
Kompas dunia | 9 Agustus 2021, 03:35 WIBHARARE, KOMPAS.TV – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam praktik pernikahan anak di Zimbabwe, menyusul kematian seorang gadis berusia 14 tahun setelah melahirkan di sebuah kuil gereja. Insiden itu telah menyulut kemarahan warga dan para aktivis hak asasi manusia (HAM).
Kasus kematian Memory Machaya (14), seorang gadis dari kawasan pedesaan Marange di timur Zimbabwe, mengungkap praktik pernikahan anak di gereja-gereja apostolik di Zimbabwe. Gereja-gereja ini juga mengizinkan poligami.
Dalam pernyataannya, PBB di Zimbabwe mengatakan, “PBB mencatat dengan keprihatinan mendalam dan mengecam keras keadaan yang menyebabkan kematian Machaya.”
Baca Juga: Selama Pandemi, Pernikahan Anak Naik Drastis 300 Persen, Komnas Perempuan Jelaskan Alasannya
“Sedihnya, laporan-laporan yang mengganggu tentang pelanggaran seksual terhadap anak-anak perempuan, termasuk pemaksaan pernikahan anak, terus muncul dan memang, ini adalah kasus menyedihkan lainnya,” kata PBB seperti dilansir dari The Guardian, Minggu (8/8/2021).
Menurut PBB, satu dari tiga anak perempuan di Zimbabwe kemungkinan besar akan menikah sebelum berusia 18 tahun. Polisi dan komisi gender Zimbabwe tengah menyelidiki penyebab kematian Machaya.
Media setempat melaporkan, Machaya meninggal dunia bulan lalu. Namun, kasusnya mencuat pekan lalu setelah para kerabatnya yang marah – karena dilarang oleh sekuriti gereja menghadiri pemakamannya – mengungkap kisah kematiannya pada media pemerintah.
Gereja-gereja apostolik, yang menghindari rumah sakit, berhasil menarik jutaan jemaat dengan janji mampu menyembuhkan penyakit dan membebaskan dari kemiskinan.
Baca Juga: Situs Jasa Pernikahan Anak Bikin Geram KPAI, Sang Penyelenggara Dilaporkan ke Polisi
Warga Zimbabwe melampiaskan kemarahan mereka di media sosial.
“Apa yang Anda lihat hari ini, yakni seorang anak perempuan yang dipaksa menikah, hamil, dan meninggal, bukanlah penyimpangan yang terpisah! Ini bagian dari rangkaian kesatuan. Perempuan tidak dipandang sebagai manusia seutuhnya, dengan hak-hak individu, pilihan dan hak atas tubuh kami sendiri,” cuit Everjoice Win, seorang aktivis feminis dan HAM.
Pemerintah telah menutup mata pada keberadaan pernikahan anak. Zimbabwe sendiri memiliki dua hukum pernikahan, yakni Undang-Undang (UU) Pernikahan dan UU Pernikahan Adat.
Namun, keduanya tidak mencantumkan batasan usia minimum untuk menikah, dan hukum adat membolehkan praktik poligami.
Parlemen tengah memperdebatkan Rancangan UU yang baru untuk menyelaraskan kedua UU itu. RUU itu rencananya akan melarang pernikahan mereka yang berusia di bawah 18 tahun dan menghukum siapa pun yang terlibat dalam pernikahan anak di bawah umur.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : The Guardian