> >

Kisah Cinta 1.300 Tahun dari Kota Pelabuhan Jeddah, Gerbang Haji Puluhan Generasi dari Penjuru Bumi

Kompas dunia | 19 Juli 2021, 06:40 WIB
Pelabuhan kuno Jeddah, tempat belasan generasi haji secara turun-temurun turun dari kapal untuk pergi ke Makkah dan Madinah menunaikan ibadah haji. (Sumber: Arab News)

JEDDAH, KOMPAS.TV - Selama berabad-abad, haji menjadi pengalaman sekali seumur hidup bagi jutaan umat Islam yang melakukan perjalanan ke Kota Suci Makkah.

Di masa lalu, perjalanan sering kali sulit, menggunakan kapal laut menembus badai dan topan. Jemaah haji yang lelah akhirnya tiba di Jeddah, pintu masuk Arab Saudi bagi jemaah haji yang datang lewat lautan.

Bagi banyak jemaah haji, Jeddah adalah pelabuhan pertama mereka di jazirah Arab, dan mereka selalu menemukan kenyamanan dan persahabatan berkat keramahan penduduk kota yang terkenal ke penjuru dunia Islam.

Kota pelabuhan di pantai Laut Merah itu punya sejarah sangat panjang sebagai pintu masuk haji, 1.300 tahun Jeddah menerima jemaah dari seluruh dunia sebelum meneruskan perjalanan ke Makkah dan Madinah.

Pada tahun 674, Khalifah Utsman bin Affan, seorang sahabat Rasulullah SAW, menetapkan Jeddah sebagai pintu gerbang bagi para jamaah yang hendak bepergian ke Makkah dan Madinah.

Sejak titah Khalifah Utsman bin Affan, Jeddah terus-menerus mengemban tugas mulia hingga ke masa Kerajaan Arab Saudi, yang meneruskan amanat untuk memfasilitasi pergerakan, akomodasi, dan kenyamanan jemaah haji dalam perjalanan ke Makkah, sekitar 65 kilometer perjalanan ke arah Timur kota Jeddah, dan perjalanan ke Madinah, sekitar 355 kilometer perjalanan ke Utara kota pelabuhan itu. 

Baca Juga: Jamaah Haji Terpilih Mulai Jalani Tawaf Al Qudum di Masjidil Haram Setelah Memasuki Kota Mekah

Jamaah haji Indonesia diatas kapal pada tahun 1970-80an sebelum melanjutkan perjalanan dalam ibadah haji mereka (Sumber: Arab News)

Jeddah, pintu gerbang jamaah menuju dua kota suci umat Islam itu selalu menyediakan tempat berteduh dan makanan bagi ratusan generasi umat Muslim dari seluruh penjuru bumi dalam perjalanan mereka ke tanah suci. 

Jeddah menawarkan lebih dari sekedar tempat berteduh dan makanan bagi semua yang datang. 

Jemaah ibadah haji, umrah, maupun yang datang untuk berdagang secara tradisional disambut dengan keramahan, solidaritas, dan persahabatan yang sangat menyentuh, sebuah tradisi yang membanggakan di antara warga Jeddah yang berlanjut hingga hari ini.

Keluarga penduduk Madinah sering disebut sebagai "Muzawariin", yang berasal dari kata Arab "zeyara," yang berarti "mengunjungi". Sepanjang sejarah, keluarga-keluarga di Madinah mengemban dan mewarisi amanat untuk membawa ke rumah mereka para jemaah yang mengunjungi masjid dan makam Rasulullah.

Keluarga-keluarga di Makkah sering disebut "Mutawafiin," yang berasal dari "tawaf," salah satu ritual haji dan umrah. Sekali lagi, ini menunjukkan amanat tradisional mereka, turun-temurun membimbing jemaah dalam melaksanakan ibadah.

Baca Juga: Jelang Ibadah Haji Pemerintah Arab Saudi Perketat Pintu Masuk Mekkah

Warga Jeddah tahun 1930an, dengan mobil kuno mengantar pendatang ke tempat akomodasi yang berlangsung turun-temurun di Arab Saudi sebelum menjalankan haji maupun umrah menuju Makkah dan Madinah. (Sumber: Arab News)

Dengan cara yang sama, warga Jeddah yang kerap dipanggil Jeddawi, sering dikenal sebagai “Wukalaa” sebagai pengakuan atas bantuan yang mereka berikan untuk jemaah haji dan umrah yang tiba di sana melalui laut.

Di masa lalu, kapal-kapal besar yang membawa jamaah berlabuh di perairan dalam di lepas pantai Laut Merah, dan para jemaah akan dibawa ke darat oleh penduduk setempat dengan sambouk dan dhow kayu yang lebih kecil.

Di sana mereka disambut oleh agen yang ditunjuk, yang akan menunjukkan penginapan mereka.

Ahmed Badeeb, seorang sejarawan lokal dan penduduk lama kota tua bersejarah Jeddah, mengatakan ikatan khusus antara penduduk kota dan jamaah yang berkunjung tidak hanya membentuk geografi kota tersebut, tetapi seluruh budaya dan cara hidupnya warganya.

“Jemaah yang datang melalui darat (saat itu) sangat sedikit,” katanya kepada Arab News. “Kapal besar akan membawa jemaah haji dari seluruh penjuru dan tidak ada hotel di Jeddah.”

Warga Jeddah Arab Saudi masa kini, yang sangat banyak mendapat pengalaman dan penyerapan budaya dari seluruh dunia selama 1.300 tahun melayani jamaah haji maupun umrah. (Sumber: UNESCO/Kingdom of Saudi Arabia)

Penduduk kota akan menerima jemaah di rumah mereka sendiri dan jamaah akan menjadi bagian dari keluarga, di mana setelah itu mereka membangun hubungan turun-temurun. Dan ketika tamu mereka kembali ke negeri masing-masing, mereka akan melanjutkan korespondensi karena mereka merasa seperti memiliki rumah (di Jeddah).

Tuan rumah biasanya akan tidur di mabeet, kamar tidur yang terletak lantai paling atas rumah, dan menyediakan penginapan bagi para jemaah di megad (ruang duduk) di lantai dasar.

Kunjungan jemaah haji bisa berlangsung hingga empat bulan, tetapi mereka biasanya tinggal di Jeddah hanya beberapa hari sementara agen mereka mengatur perjalanan selanjutnya ke Makkah atau Madinah.

Oleh karena itu Jeddah merupakan tempat perhentian singkat dalam perjalanan, yang kerap menjadi kisah turun-temurun perjalanan hidup mereka.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Arab News/UNESCO


TERBARU