Diklaim Disusupi Geng Kriminal, Qantas Bantah dan Nyatakan Terganggu
Kompas dunia | 8 Juni 2021, 00:23 WIBSYDNEY, KOMPAS.TV – Maskapai penerbangan Qantas menyatakan “terganggu” oleh sejumlah klaim beberapa stafnya kemungkinan terlibat dalam kejahatan terorganisir. Klaim tersebut berdasar laporan sebuah media Australia yang menyebut geng kriminal telah “menyusup” ke dalam Qantas.
Melansir BBC pada Senin (7/5/2021), harian The Nine dan 60 Minutes mewartakan dugaan itu berdasarkan sebuah operasi intelijen rahasia.
Dalam laporannya, media Australia itu menyebut, pihak intelijen meyakini bahwa kelompok-kelompok kejahatan terorganisir telah menyusup ke dalam Qantas untuk memfasilitasi sejumlah aktivitas ilegal.
Dalam pernyataannya, Qantas mengatakan bahwa pihak berwenang tidak menyampaikan kekhawatiran apa pun.
Baca Juga: Mengenal Penerbangan Supermoon Qantas yang Ludes Terjual dalam 2,5 Menit
Surat kabar The Nine menyatakan, operasi intelijen rahasia menemukan sebanyak 150 staf Qantas terkait dengan kejahatan, termasuk geng motor yang terlibat impor narkoba dan aktivitas ilegal lainnya. Laporan intelijen itu menyebut, dugaan kejahatan itu “serius dan merupakan ancaman sangat tinggi terhadap perbatasan Australia”.
Harian The Nine juga menyatakan, sumber-sumber resmi terkait temuan itu tak bisa berbicara ke publik “karena persyaratan kerahasiaan”.
Dugaan itu termasuk penyebutan salah seorang afiliasi geng motor yang bekerja di bagian operasional Qantas di bandara Sydney. Sang afiliasi geng motor itu diduga telah merekrut sejumlah penjahat ke dalam maskapai Qantas untuk membantu mengimpor narkotika.
Seruan Peninjauan Mendesak
Menyusul laporan tersebut, sejumlah politikus oposisi dari Partai Buruh Federal, Kristina Keneally dan Catherine King, menyerukan “peninjauan mendesak” atas keamanan bandara-bandara Australia.
“Kisah yang tak terekspos dari Covid-19 ini adalah bahwa sindikat-sindikat kejahatan terorganisir tak hanya beradaptasi, tapi juga merajalela di era Covid. Sementara, Pemerintahan Morrison tertidur di belakang kemudi keamanan bandara,” demikian bunyi pernyataan dari Keneally dan King.
Baca Juga: Berpisah dari Suaminya yang Selingkuh, Perempuan Australia ini Bawa Anjingnya Keliling Eropa
Dalam pernyataannya, Qantas menyatakan “terganggu” atas klaim-klaim itu.
“Untuk jelasnya, tak ada satu pun lembaga penegak hukum Australia yang telah mengatakan pada kami tentang adanya laporan yang menunjukkan bahwa ada potensi 150 karyawan Qantas yang terkait dengan kejahatan terorganisir."
"Mereka juga tidak menyampaikan kekhawatiran kepada kami terkait proses seleksi atau pemeriksaan latar belakang,” kata Direktur Keamanan Qantas Group, Luke Bramah dalam pernyataannya.
“Jika ada kekhawatiran terkait salah satu karyawan kami, kami akan secara aktif mendukung penyelidikan mereka dan mengambil tindakan yang tepat,” imbuh Bramah.
Maskapai berlambang kangguru itu menyatakan telah menyurati sejumlah pihak berwenang terkait, termasuk Kepolisian Federal Australia dan Komisi Intelijen Kriminal Australia, untuk mencari rincian laporan tersebut.
Baca Juga: Australia Tawarkan Bantuan Cari KRI Nanggala 402: Kami Berikan Apapun yang Kami Bisa
Qantas juga menekankan, pihaknya merupakan satu-satunya maskapai penerbangan komersial yang memegang “akreditasi Pedagang Tepercaya” bersama Pasukan Perbatasan Australia.
Ini berarti bahwa seluruh karyawan yang terlibat dalam penerbangan dan angkutan udara internasional harus lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan.
“Kami belum diberi tahu oleh Pasukan Perbatasan tentang karyawan kami yang gagal dalam tes ini,” ujar Bramah.
Namun, harian The Nine tetap bersikukuh menyebut bahwa sejumlah sumber resmi yang diberi pengarahan tentang laporan itu mengatakan, lembaga-lembaga intelijen Australia telah menemukan beberapa karyawan Qantas tengah menciptakan “kerentanan dalam keamanan rantai pasokan dan infrastruktur penting”.
Ini, kata The Nine, berisiko merusak kepercayaan publik terhadap maskapai Qantas dan keamanan perbatasan.
Tudingan itu muncul saat maskapai nasional Australia itu tengah menjalani masa sulit akibat hantaman pandemi. Bulan lalu, Qantas menyatakan akan mengajukan laporan kerugian tahunan sebelum pajak sebesar lebih dari USD1,5 miliar atau sekitar Rp21,3 triliun.
Seperti maskapai lainnya, Qantas pun telah memangkas ribuan pekerjanya dalam upaya mengatasi krisis yang telah menghancurkan bisnis perjalanan itu.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV