Korban Tewas Serangan Terhadap Sekolah Putri Afghanistan Menjadi 50 Orang, Kebanyakan Anak Kecil
Kompas dunia | 9 Mei 2021, 16:50 WIBBaca Juga: Taliban Rebut Distrik Penting di Afghanistan dari Tentara Pemerintah, Ribuan Warga Melarikan Diri
Penduduk di daerah itu mengatakan ledakan itu memekakkan telinga.
Salah satu siswa yang lolos dari maut mengingat serangan bom itu, jeritan gadis-gadis itu, dan darah mereka yang berceceran.
“Saya saat itu bersama teman sekelas saya, kami sedang berjalan meninggalkan sekolah ketika tiba-tiba terjadi ledakan,” kata Zahra, 15 tahun, yang lengannya patah karena pecahan ledakan.
"Sepuluh menit kemudian ada ledakan lagi dan hanya beberapa menit kemudian ledakan lain," katanya. "Semua orang berteriak dan ada darah di mana-mana, dan saya tidak bisa melihat apa pun dengan jelas." Teman Zahra meninggal dalam serangan tersebut.
Di luar Rumah Sakit Muhammad Ali Jinnah, di lingkungan Dasht-e-Barchi, puluhan orang berbaris untuk menyumbangkan darah, sementara anggota keluarga memeriksa daftar korban yang dipasang di dinding.
Sebagian besar dari lusinan yang terluka dibawa ke Rumah Sakit bernama EMERGENCY untuk korban luka perang di ibu kota Afghanistan. "Hampir semua gadis dan wanita muda berusia antara 12 dan 20 tahun," kata Marco Puntin, koordinator program rumah sakit tersebut di Afghanistan.
Baca Juga: Kastaf Gabungan AS: Militer Afghanistan Berpeluang Kepayahan Melawan Taliban Sepeninggal Pasukan AS
Dalam pernyataan menyusul serangan itu, Rumah Sakit EMERGENCY mengatakan tiga bulan pertama tahun ini mengalami peningkatan 21 persen korban peperangan.
ISIS sebelumnya mengklaim serangan terhadap minoritas Syiah di daerah yang sama, tahun lalu mengklaim dua serangan brutal terhadap fasilitas pendidikan yang menewaskan 50 orang, kebanyakan dari mereka adalah pelajar.
Sebelumnya kelompok itu mengambil tanggung jawab atas pembunuhan yang ditargetkan terhadap tiga personel media wanita di Afghanistan timur.
Serangan itu terjadi beberapa hari setelah 2.500 hingga 3.500 tentara Amerika yang tersisa secara resmi mulai meninggalkan negara itu, yang akan pulang paling lambat 11 September.
Penarikan itu dilakukan di tengah kebangkitan kembali Taliban, yang menguasai lebih dari separuh Afghanistan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV