Kentut Sapi Bisa Sebabkan Pemanasan Global, Cara Untuk Menguranginya Telah Ditemukan
Kompas dunia | 8 Mei 2021, 12:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah penelitian menunjukkan kentut sapi memberikan dampak besar pada pemanasan global.
Kentut dan sendawa sapi memang menghasilkan metana, yang merupakan unsur kedua penyebab pemanasan global setelah karbon dioksida.
Namun, kini sudah ditemukan cara untuk membuat kentut dan sendawa sapi tak akan memiliki kandungan metana berlebih.
Baca Juga: Selandia Baru akan Luncurkan Satelit untuk Mengamati Metana Akibat Kentut Sapi
Dikutip dari Daily Star, Jumat (7/5/2021), penelitian tersebut menunjukkan, dengan menambahkan rumput laut di pakan ternak selama lima bulan akan mengurangi perut kembung dan sendawa sapi.
Gas yang keluar dan masuk ke atmosfer akan minim metana mencapai 82 persen.
Penelitian itu dilakukan oleh Direktur Pusat Makanan Dunia, Ermias Kebreab.
Baca Juga: Sering Tak Berumur Panjang, Sapi Berkepala Dua Ini Miliki Fungsi Organ dan Tanda Vital yang Baik
Menurutnya, penelitian itu telah menunjukkan jumlah kecil rumput laut di makanan ternak mampu menunjukkan dampak yang besar.
“Kami telah menemukan bukti suara bahwa rumput laut di pakan sapi sangat efektif untuk mengurangi gas rumah kaca dan keampuhannya tidak berkurang seiring waktu,” tuturnya.
Memerangi masalah ternak menjadi kunci dari rencana PBB untuk memotong emisi metana agar mencapai 45 persen pada dekade ini.
Baca Juga: Bentrokan Polisi Israel dan Jemaah Salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa, 178 Warga Palestina Terluka
Menurut laporan dari Program Lingkungan Koalisi Iklim dan Udara Bersih PBB hal itu akan menghindari pemanasan hampir 0,3 Celsius hingga 2045.
“Mitigasi metana yang cepat dan ambisius adalah salah satu strategi terbaik yang tersedia saat ini untuk memberikan berbagai manfaat langsung dan tahan lama bagi iklim, pertanian, kesehatan manusia dan ekosistem,” ujar Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB, Inger Andersen.
Sekitar 35 persen metana berasal dari produksi minyak dari fosil.
Sedangkan 40 persen dari pertanian dan 20 persen dari limbah.
Penulis : Haryo Jati Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV