Ruwetnya Bencana Covid-19 India: Negara yang Tak Siap, Data yang Dimanipulasi, dan Persoalan Vaksin
Kompas dunia | 4 Mei 2021, 14:14 WIBNEW DELHI, KOMPAS.TV - Infeksi dan kematian COVID-19 di India meningkat hingga ke tahap yang mengkhawatirkan tanpa terlihat adanya akhir krisis.
Seorang pakar terkemuka memperingatkan, beberapa minggu mendatang akan menjadi "mengerikan" di negara berpenduduk hampir 1,4 miliar orang itu .
Seperti dilansir Associated Press, jumlah kasus positif virus corona di India telah melampaui 20 juta pada Selasa (04/05/2021), hampir dua kali lipat hanya dalam tiga bulan terakhir, dengan kematian akibat COVID-19 secara resmi telah merenggut 220.000 korban.
Meskipun angka-angka itu mengejutkan, angka yang sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi. Hal itu merupakan cerminan nyata dari masalah dalam sistem perawatan kesehatan.
India menyaksikan pemandangan orang-orang sekarat di luar rumah sakit yang kewalahan merawat pasien. Bahkan malam hari terlihat terang benderang karena bara api kayu yang mengkremasi korban meninggal terus menyala.
Infeksi melonjak sangat tajam di India sejak Februari disebabkan oleh varian virus yang lebih menular. Keputusan pemerintah yang mengizinkan kerumunan besar untuk festival agama Hindu dan kampanye politik dalam pemilihan negara bagian menambah ruwet semuanya.
Baca Juga: Mutasi Covid-19 dari India dan Afrika Masuk Indonesia, Menkes Minta Masyarakat Lebih Disiplin
Kebijakan Berdasar Spekulasi
Pejabat tinggi kesehatan India, Rajesh Bhushan, bulan lalu menolak berspekulasi mengapa pihak berwenang tidak lebih siap. Tetapi spekulasi itu menimbulkan konsekuensi ngeri: Orang-orang sekarat karena kekurangan oksigen dan kekurangan tempat tidur rumah sakit.
Rata-rata data resmi India untuk kasus yang baru dikonfirmasi per hari dari lebih dari 65.000 pada tanggal 1 April 2021. Angka itu melonjak tajam menjadi sekitar 370.000 infeksi baru per hari ini.
Sementara data kematian per hari ini secara resmi telah meningkat juga menjadi lebih dari 3.000 per hari ini.
Pada hari Selasa (04/05/2021) Kementerian Kesehatan India melaporkan 357.229 kasus baru dalam 24 jam terakhir dan 3.449 kematian akibat COVID-19.
Dr. Ashish Jha, dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Brown di Amerika Serikat seperti dikutip Associated Press mengatakan, dia prihatin pembuat kebijakan India yang telah dihubunginya percaya segala sesuatu akan membaik dalam beberapa hari mendatang.
"Saya telah mencoba mengatakan kepada mereka, jika semuanya berjalan dengan baik, segalanya akan menjadi mengerikan selama beberapa minggu ke depan. Dan mungkin (untuk jangka waktu yang) bisa lebih lama lagi,'' katanya.
Jha mengatakan, fokusnya perlu ditekankan pada langkah-langkah kesehatan masyarakat "klasik", yaitu karantina wilayah, lebih banyak pengujian COVID-19, kewajiban pemakaian masker secara universal, dan pelarangan pertemuan besar serta kerumunan.
Itulah yang akan mematahkan lonjakan ini, jelasnya.
Baca Juga: Mutasi Corona dari India dan Afrika Selatan Masuk Indonesia, Menkes: Jangan Kendorkan Prokes
Angka kematian dan infeksi saat ini dianggap tidak dapat diandalkan karena pengujian COVID-19 yang tidak lengkap dan pelaporan juga tidak lengkap.
Misalnya, pedoman pemerintah pusat meminta negara bagian India untuk memasukkan dugaan kasus COVID-19 saat merekam kematian akibat wabah, tetapi banyak negara bagian yang tidak melakukannya.
Amerika Serikat, dengan seperempat populasi India, telah mencatat lebih dari 2,5 kali lebih banyak kematian, sekitar 580.000.
Catatan pemerintah Kota New Delhi untuk Minggu lalu menunjukkan 1.680 orang meninggal dirawat dan dimakamkan sesuai prosedur penyerahan jenazah yang terinfeksi COVID-19. Tetapi dalam periode 24 jam yang sama, hanya 407 kematian ditambahkan ke jumlah korban resmi COVID-19 dari New Delhi.
Pengadilan Tinggi New Delhi mengumumkan akan mulai menghukum pejabat pemerintah jika pasokan oksigen yang dialokasikan ke rumah sakit tidak terkirim.
Baca Juga: Cerita Dokter di India Hadapi Tsunami Covid-19, Kelelahan, dan Kekurangan Tenaga Medis
Pemilihan Umum jadi Kendala Anyar
Jumlah korban meninggal akibat COVID-19 mencerminkan sangat rapuhnya sistem kesehatan India. Namun, pihak partai Perdana Menteri Narendra Modi membalas kritik dengan menunjukkan, masalahnya adalah kekurangan dana kronis untuk perawatan kesehatan.
Tapi itu semua adalah alasan pihak berwenang untuk tidak melakukan persiapan yang memadai saat memiliki waktu dan kesempatan selama beberapa bulan ketika kasus di India rendah dan stabil, kata Dr. Vineeta Bal dari Institut Penelitian dan Pendidikan Sains India.
“Hanya perbaikan tambal sulam yang mungkin terlihat,” katanya. Tetapi negara pun "bahkan tidak melakukan itu".
Sekarang pihak berwenang India tengah berjibaku memperbaiki keadaan.
Tempat tidur ditambahkan di rumah sakit, lebih banyak tes sedang dilakukan, oksigen dikirim dari satu sudut negara ke sudut lain, dan pembuatan beberapa obat yang efektif melawan COVID-19 sedang ditingkatkan.
Tantangan terberat nantinya adalah adanya pemilihan umum negara bagian dan banyaknya kerumunan orang yang tidak memakai masker.
Jumlah rata-rata infeksi harian di negara bagian Bengal Barat telah meningkat dengan kelipatan 32 menjadi lebih dari 17.000 sejak pemungutan suara dimulai.
Baca Juga: 6 WNA Asal India Tiba Di Samarinda Positif Covid-19
Persoalan (Persediaan dan Harga) Vaksin
“Ini adalah krisis yang mengerikan,” kata Dr. Punyabrata Goon, penyelenggara Forum Dokter Bengal Barat.
Punyabrata Goon menambahkan, negara juga perlu mempercepat vaksinasi. Tetapi pembuat vaksin terbesar di dunia yang berada di India saat ini kekurangan dosis vaksin akibat kelambanan manufaktur dan kekurangan bahan baku.
Para ahli juga khawatir harga yang dikenakan untuk suntikan vaksin akan mempersulit masyarakat miskin mendapatkan vaksinasi. Pada hari Senin (4/5/2021), partai oposisi mendesak pemerintah membuat vaksinasi gratis untuk semua warga India.
India memvaksinasi sekitar 2,1 juta orang setiap hari, atau sekitar 0,15% dari populasinya.
“Ini tidak akan segera berakhir,” kata Dr. Ravi Gupta, seorang ahli virus di Universitas Cambridge di Inggris. "Dan sungguh ... jiwa negara ini terancam."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV