> >

Petani NTT Menang Gugatan Tumpahan Minyak Montara Lawan Perusahaan Thailand

Kompas dunia | 20 Maret 2021, 15:04 WIB
Petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengadilan Australia memenangkan gugatan petani NTT terkait tumpahan minyak di Montara. (Sumber: Dokumen KKP)

SIDNEY, KOMPAS.TV - Sebanyak 15 ribu petani rumput laut dan nelayan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) menang dalam gugatan pencemaran air melawan BUMN minyak Thailand.

Pengadilan Federal Australia memutuskan perusahaan bernama PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia bersalah terkait tumpahan minyak di lepas pantai Montara.

Petani bernama Daniel Sanda menjadi perwakilan 15.843 petani lain dalam pengajuan gugatan itu.

Hakim Pengadilan Federal David Yates, dalam putusannya, menghukum PTTEP untuk membayar ganti rugi sebesar Rp252 juta (22.500 dolar Australia) kepada Daniel Sanda.

Baca Juga: Singgung Sidang Rizieq Shihab, Hotman Paris Usul ke Mahfud Perlu Ada UU Contempt of Court

"Saya yakin bahwa, meskipun sulit untuk menilai, dan meskipun penuh dengan ketidakpastian, kerugian pemohon dapat dihitung, dan bahwa ia berhak atas ganti rugi," ujar Hakim David Yates, dikutip dari Canberra Times, Jumat (19/3/2021).

Menurut Yates, hukuman ganti rugi ini adalah sebagai kompensasi atas mata pencaharian para petani NTT yang hilang serta kerusakan ekosistem laut dan pantai di sekitar Pulau Rote dan lepas pantai Montara.

Gugatan ini bermula saat anjungan sumur minyak Montara yang berjarak 250 km dari Pulau Rote meledak dan terbakar pada 21 Agustus 2009. Ledakan itu menyebabkan minyak sebanyak 23 juta liter tumpah selama 74 hari hingga November 2009.

Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. 

Selain minyak, laut di sekitar Pulau Rote juga tercemar oleh bahan kimia untuk penutupan kebocoran itu. Yayasan Peduli Timor Barat mencatat, 13 kabupaten di NTT terdampak tumpahan minyak dan pencemaran bahan kimia itu.

Akibatnya, panen rumput laut di Pulau Rote rusak selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Timnas Bulutangkis Indonesia Pulang Lebih Cepat Usai Dipaksa Mundur dari All England 2021

Mengutip VOA Indonesia, Sebuah tim dari firma hukum Australia pernah melakukan penghitungan, bahwa kerugian nelayan dan petani rumput laut di NTT karena kasus ini bisa mencapai Rp 5,5 triliun. Sedangkan kerusakan lingkungannya diperkirakan senilai Rp 10 triliun.

Namun, pada April 2011 pemerintah melalui Menteri Perhubungan saat itu, Freddy Numberi meminta nilai ganti rugi langsung dan tidak langsung hanya Rp 247 miliar kepada PTTEP.

BUMN asal Thailand itu berjanji membayar ganti rugi itu, tetapi tak juga terlaksana bertahun-tahun.

"Masalah ini menjadi lama penyelesaiannya, karena baik pemerintah Australia maupun perusahaan minyak sebagai pelaku pencemaran ini, bersembunyi di balik ketidaktegasan pemerintah RI," ujar Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanone pada 21 Agustus 2017, dikutip dari VOA Indonesia.

Pemerintah akhirnya membentuk Satuan Tugas Montara pada Agustus 2018 setelah mendapat desakan dari masyarakat dan anggota DPR. Mereka ikut mendampingi kelompok petani rumput laut yang telah mengajukan gugatan sejak 3 Agustus 2016.

Persidangan masalah itu berjalan sejak Juni 2019 lalu. Para petani NTT menuntut ganti rugi senilai 200 juta dollar Australia atau sekitar Rp1,9 triliun.

Akan tetapi, Pengadilan Federal Australia memutuskan kewajiban ganti rugi jauh di bawah angka itu.

Baca Juga: Pemprov DKI Kembali Minta Persetujuan Dewan Buat Jual Saham di PT Delta Djakarta

"Saya menyambut baik putusan pengadilan ini, selanjutnya kami sedang menunggu sikap dari PTTEP," kata Ferdi Tanone yang aktif mendampingi para petani korban, dikutip dari Kompas.com.

Mengutip Canberra Times, pihak PTTEP Australasia mengakui kelalaian pengoperasian sumur minyak itu. Tetapi, mereka berpendapat tidak memiliki kewajiban memberi ganti rugi pada para petani NTT. 

Itu karena PTTEP beranggapan tidak ada cukup bukti pencemaran air itu mencapai NTT dan merusak rumput laut. Sebab itu, PTTEP mengaku kecewa dengan putusan itu.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU