> >

Dengan Ketapel dan Bom Molotov, Para Demonstran Myanmar Balas Melawan Aparat

Kompas dunia | 18 Maret 2021, 01:37 WIB
Seorang demonstran tampak melemparkan bom molotov ke arah barisan aparat keamanan di Yangon, Myanmar, Rabu (17/3/2021). (Sumber: AP Photo)

YANGON, KOMPAS.TV – Para demonstran di Myanmar menembakkan ketapel dan melemparkan bom Molotov ke arah barisan aparat Myanmar pada Rabu (17/3/2021). Aksi melawan balik yang dilakukan para demonstran ini merupakan insiden langka yang dilakukan oleh demonstran anti kudeta di tengah aksi kekerasan oleh aparat Myanmar yang terus terjadi.

Aksi perlawanan oleh para demonstran ini terjadi setelah sebuah organisasi menyebut bahwa sudah lebih dari 200 orang tewas sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari silam. Setidaknya 2 orang ditembak mati dalam aksi unjuk rasa pada Rabu (17/3/2021) di barat-laut Myanmar.

Baca Juga: Dua Orang Tewas dalam Demonstrasi, Aksi Kekerasan di Myanmar Terus Berlangsung

Aksi unjuk rasa melawan kudeta yang telah melengserkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi telah menunjukkan kekuatan bertahan yang luar biasa dan tetap berlangsung damai, meskipun ada pembatasan akses internet, pemberlakuan darurat militer di beberapa tempat, dan respon yang sangat kejam dari polisi Myanmar. Para demonstran menemukan beragam cara inovatif untuk untuk tetap melanjutkan aksi di tengah aksi kekerasan yang dilancarkan polisi dan militer Myanmar, termasuk membuat tameng dari plakat, membuat senjata rakitan, hingga menggunakan tabung pemadam kebakaran untuk melindungi sesama demonstran dari kejaran aparat.

Seorang demonstran tampak menyemprotkan isi tabung pemadam kebakaran untuk melindungi sesama demonstran dari kejaran aparat dalam aksi unjuk rasa di Yangon, Myanmar, Rabu (17/3/2021). (Sumber: AP Photo)

Pada Rabu (17/3/2021), Associated Press melaporkan, setelah aparat melancarkan rentetan tembakan di Yangon, para demonstran semula kocar-kacir melarikan diri, namun kemudian merayap kembali dan berlindung di balik barikade karung pasir. Beberapa di antara para demonstran melempar bom molotov, sementara lainnya membidik dengan ketapel, meski sasarannya berada terlalu jauh dari jangkauan.

Sejumlah demonstran tampak berupaya membidik aparat dengan ketapel rakitan di Yangon, Myanmar, Rabu (17/3/2021). (Sumber: AP Photo)

Asosiasi Bantuan Untuk Para Tahanan Politik yang independen yang mendata jumlah korban tewas akibat kekerasan aparat Myanmar, menyebut bahwa per hari Selasa (16/3/2021), sudah 202 orang tewas terbunuh dan 2.181 orang ditangkap dan didakwa.

“Junta tak cuma menyasar para demonstran, tapi juga warga biasa menggunakan senapan penembak jitu, tak peduli waktu dan tempat,” kata asosiasi itu.

Baca Juga: Taktik Demonstran Myanmar Gunakan Sarung Perempuan Lawan Aparat

“Sejumlah orang yang terluka ditangkap dan tewas tanpa mendapat akses perawatan medis, sejumlah lainnya tewas karena disiksa dalam interogasi, sejumlah lainnya yang ditembak mati dalam aksi unjuk rasa diseret tanpa belas kasihan dan junta tak mengembalikan jenazah mereka pada keluarga mereka,” terang asosiasi tersebut.

Dua orang demonstran tampak sedang mengetes senjata buatan mereka untuk membalas serangan aparat keamanan di Yangon, Myanmar, Rabu (17/3/2021). (Sumber: AP Photo)

Junta militer Myanmar membantah melakukan aksi kekerasan, namun mengakui telah menembak para demonstran yang mereka gambarkan sebagai kerusuhan. Jumlah korban tewas yang diklaim junta jauh lebih rendah ketimbang lainnya.

Baca Juga: PBB: Sedikitnya 138 Pengunjuk Rasa Tewas Dibunuh Aparat Keamanan Myanmar Sejak Kudeta

Selain aksi kekerasan, junta awalnya juga telah menahan ratusan politisi senior. Pemimpin de facto sebelum kudeta Suu Kyi juga ditahan dan didakwa atas sejumlah kejahatan yang disebut para pendukung Suu Kyi bermotif politik.

Televisi negara MRTV mengumumkan pada Selasa (16/3/2021) bahwa seorang tokoh terkemuka lain, Dr. Sasa, telah didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi, dengan ancaman hukuman mati. Dia tetap bebas, dan meskipun berada dalam persembunyian, tetap kerap berkomunikasi dengan jurnalis, diplomat dan pihak lain.

Dr. Sasa ditunjuk sebagai utusan khusus PBB oleh sebuah komite bentukan anggota parlemen terpilih, yang dilarang menempati posisi mereka oleh kubu kudeta.

Komite bayangan pemerintah yang mengklaim sebagai badan perwakilan rakyat Myanmar sah satu-satunya, juga dinyatakan telah berkhianat oleh junta.

Dr. Sasa mengatakan, ia bangga didakwa dengan pengkhianatan. “Karena pengkhianatan terhadap junta berarti saya berdiri bersama rakyat Myanmar, memberikan hidup saya bagi kebebasan mereka, bagi demokrasi federal dan bagi keadilan,” ujarnya.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Berlakukan Darurat Militer di Yangon, Imbas Perusakan Pabrik China

Selain aksi perlawanan oleh para demonstran di Yangon, sejumlah media setempat dan media sosial melaporkan sejumlah aksi unjuk rasa damai yang berlangsung pada Rabu (17/3/2021) di Taungoo, Thayet, Myingyan dan Madaya di Myanmar tengah; Tamu di kawasan barat-laut dekat perbatasan India, dan Pyay di tepi Sungai Irrawaddy di barat-laut Yangon.

Pada Minggu (14/3/2021), pemerintah Myanmar telah memerintahkan penutupan layanan data internet seluler. Akses wi-fi tetap dibiarkan, namun sejumlah pengguna melaporkan pada Rabu (17/3/2021) bahwa internet wi-fi berjalan sangat lambat hingga sulit mengunggah foto dan video.

Sejak Senin (15/3/2021), aparat telah memberlakukan darurat militer di sejumlah kawasan di Yangon hingga kawasan tersebut berada di bawah kendali militer dan menyulitkan para demonstran untuk berkomunikasi.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU