> >

Kisah Maya Ghazal, Perempuan Cantik Pengungsi Suriah yang Kini Jadi Pilot di Inggris

Kompas dunia | 9 Maret 2021, 16:14 WIB
Maya Ghazal, pengungsi Suriah perempuan pertama yang menjadi pilot. (Sumber: Twitter @Refugees)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Meski hidup menjadi pengungsi tentu tidak mudah. Namun, kisah dari Maya Ghazal ini bisa jadi inspirasi terutama untuk para perempuan.

Bertepatan pada Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day, profil Maya Ghazal diulas dalam sebuah utas oleh akun Twitter UN Refugee Agency, @refugees, pada Senin (8/3/2021) kemarin.

Lalu, siapakah Maya Ghazal? Maya Ghazal adalah salah satu perempuan dari jutaan pengungsi Suriah.

Baca Juga: Tiga Bulan Berlalu, Komnas Perempuan Pertanyakan Gerak Lamban Polisi Usut Kasus Lurah Cabul

Pengungsi Suriah jumlahnya dari tahun ke tahun memang terus meningkat. Tahun 2019 menjadi tahun dengan jumlah pengungsi tertinggi.

Tercatat ada sekitar 79,5 juta pengungsi di seluruh dunia dengan Suriah menjadi jumlah pengungsi terbanyak yakni 6,6 juta sejak perang meletus pada 2011.

Meski begitu, status sebagai seorang pengungsi tak menyurutkan semangant Maya Ghazal untuk sukses dalam menjalani hidup.

Kini, Maya Ghazal yang tinggal di Inggris merupakan pengungsi perempuan Suriah pertama yang berhasil menjadi pilot.

Baca Juga: Supir Taksi Perempuan Pertama Gaza Palestina Rayakan Hari Perempuan Sedunia Kemarin Dengan Bekerja

Prestasi lain juga diraih Maya dengan ditunjuk sebagai Goodwill Ambassador untuk Bada Pengungsi PBB UNHCR 2021 atas komitmennya dalam memberikan dukungan selama 4 tahun.

Sebelum pecah perang saudara di Suriah pada tahun 2011, Maya mempunyai mimpi untuk menjadi seorang diplomat.

Namun, apa yang diharapkannya pun tak jadi kenyataan karena perang.

"Itu adalah situasi ketika kebutuhan dasar hidup jauh lebih mahal dan tidak bisa diakses untuk semua orang," kata Maya yang dilansir dari Kompas.com dalam wawancara dengan UNHCR.

Pada tahun 2015 saat usianya baru menginjak 16 tahun, Maya meninggalkan Damasks dan memulai hidup baru di Inggris di bawah skema reunifikasi keluarga.

Baca Juga: Cantiknya Awkarin Pakai Kebaya, Rayakan Hari Perempuan Sedunia

Memulai hidup baru di negara baru tentu tidak mudah bagi gadis yang masih berusia 16 tahun. Masalah perbedaan bahasa dan budaya menjadi perjuangan yang dilalui Maya untuk menyesuaikan diri.

"Saya pikir mereka akan memandang rendah saya sebagai seseorang yang tidak berpendidikan, tidak terampil, tidak layak untuk bersekolah," jelas dia, dikutip dari World Economic Forum, 19 Desember 2019.

Meski sempat minder, namun kemudian ia sadar bahwa mendapatkan pendidikan adalah hak.

Awal ketertarikannya dengan dunia penerbangan adalah saat ia melihat pesawat lepas landas dan mendarat di Heathrow.

Baca Juga: Hari Perempuan Sedunia, Erick Thohir Targetkan Tiap BUMN Punya Direksi Perempuan

Saat itu ia menyadari ketertarikannya kepada pesawat dan dia ingin belajar terbang.

"Saya selalu hanya mengamati pesawat dan saya terpesona oleh mesin-mesin besar itu," ujar Maya.

Berkat kerja keras dan keyakinan terhadap mimpinya, Maya bisa mengenyam pendidikan di Teknik Penerbangan dan Pilot di salah satu universitas di kota London.

Tahun 2019 menjadi tahun dimana ia berhasil melakukan penerbangan solo pertamanya. Tak lama setelah itu, Maya sukses mendapatkan lisensi penerbangan pada usia 21 tahun.

Baca Juga: Dimulai Sejak 1922, Ini Sejarah Hari Perempuan Sedunia, Dirayakan Setiap 8 Maret

"Saya pikir, penting bagi para pengungsi untuk mendapatkan edukasi. Tanpa kesempatan itu, mereka tidak akan memiliki harapan untuk masa depan," kata Maya.

"Kita bisa hidup, bermimpi, dan sukses sama seperti semua orang. Perbedaan kami dengan kebanyakan orang hanya satu, yaitu kami kehilangan rumah," ujar Maya.

Dengan keberhasilannya ini, Maya Ghazal berharap kisah inspiratifnya ini bisa menjadi pendorong semangat para pengungsi lain untuk bisa mendapat akses pendidikan dan peluang kerja yang sama serta melawan sterotip negatif tentang pengungsi.

Penulis : Rizky-L-Pratama

Sumber : Kompas TV


TERBARU