Partai Oposisi Senegal Serukan Demo Besar-besaran Tiga Hari, Pemerintah Liburkan Sekolah
Kompas dunia | 8 Maret 2021, 15:43 WIBDAKAR, KOMPAS.TV - Bentrokan berdarah meletus pada minggu lalu di Senegal setelah polisi menangkap pimpinan oposisi Ousmane Sonko pada Rabu (3/3/2021). Oposisi menyatakan akan melakukan demonstrasi besar-besaran mulai Senin (8/3/2021).
Sedikitnya lima orang, termasuk seorang anak sekolah, telah tewas dalam beberapa hari bentrokan. Orang-orang membakar mobil, menjarah toko dan melempari polisi dengan batu. Kerusuhan ini menjadi kekerasan politik terburuk di negara Afrika Barat ini dalam beberapa tahun terakhir.
PBB dan 15 negara Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) telah mendesak semua pihak di negara itu untuk menahan diri dan tetap tenang.
Baca Juga: Terjadi Demo Ricuh Pendukung Ousman Sonko di Dakar Senegal
Semua ini bermula oleh penangkapan politisi yang populer di kalangan anak muda dan kelompok Islam, Ousmane Sonko. Sonko adalah pimpinan Partai Pastef yang kerap mengkritik pedas pemerintah.
Pada Pemilu 2019 Sonko berada di urutan ketiga perolehan suara di bawah Presiden Senegal Macky Sall.
Polisi menangkap Sonko dengan tuduhan menganggu ketertiban umum. Dalam kasus terpisah, Sonko juga terjerat tuduhan pemerkosaan dari pekerja salon. Sonko sendiri mengaku datang ke salon itu untuk mendapatkan jasa pijat punggung.
Para pendukung Sonko turun ke jalan saat polisi hendak membawa Sonko ke pengadilan di Ibu Kota Senegal, Dakar. Bentrokan pun pecah antara pendukung Sonko dan aparat pemerintah.
Bentrokan berubah menjadi protes nasional menentang pemerintah di bawah Presiden Macky Sall. Sebagian besar orang yang turun ke jalan adalah pemuda yang kehilangan pekerjaan akibat krisis pandemi Covid-19.
“Situasi ekonomi yang suram telah membuat orang turun ke jalan dan menunjukkan bahwa mereka sudah muak,” kata Ndeme Dieng, seorang anggota oposisi, dikutip dari Al Jazeera.
Masyarakat Senegal merasa frustasi akibat kehancuran ekonomi karena pandemi COVID-19 dan jam malam untuk menahan penularan virus. Sementara, sebagian besar warga bekerja di sektor informal.
Senegal sering disebut sebagai surga tenang di Afrika Barat, tetapi sekitar 40 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.
Baca Juga: Pria Ini Ledek Polisi dengan Komentari Surat Perintah Penangkapannya di Facebook
Kerusuhan berhenti pada Sabtu (6/3/2021). Namun, kelompok oposisi, termasuk partai Pastef menyerukan protes tiga hari lagi mulai Senin (8/3/2021). Mereka mendesak masyarakat untuk "turun ke jalan secara besar-besaran".
Pada Senin ini juga Sonko mesti menghadiri persidangan soal tuduhan tuduhan pemerkosaan.
Antrian panjang mengular di pom bensin dan pasar. Masyarakat ramai-ramai membeli bensin dan memborong bahan makanan pada hari Minggu (7/3/2021) menjelang demo besar-besaran mulai Senin.
Kementerian Pendidikan Senegal mengatakan, sekolah akan tutup hingga Senin minggu depan tanggal 15 Maret.
Macky Sall sendiri belum membahas ketegangan ini di depan publik. Alioune Badara Cisse, anggota ombudsman pemerintah Senegal, utamanya Presiden Sall tampil ke depan publik.
“Rakyat Senegal ingin mendengar Anda. Mengapa iblis, tidak maukah kamu berbicara dengan mereka?” kata Cisse pada konferensi pers di Dakar, Minggu (7/3/2021), dikutip dari Al Jazeera.
“Lakukan sebelum terlambat,” tambah Cisse, yang sebelumnya menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah Sall.
Sebagai ombudsman, Cisse berperan menengahi lembaga-lembaga pemerintah dan melindungi hak asasi manusia.
Sementara itu, Liga Imam dan Penceramah Senegal menyerukan pembebasan Sonko dan masyarakat "kembali tenang".
Protes dan kerusuhan ini muncul di tengah ketidakpastian apakah Sall akan maju dalam pemilihan presiden untuk masa jabatan periode ketiga.
Baca Juga: Viral, Aksi Kekejaman Polisi Myanmar Saat Menganiaya Seorang Pria
Presiden Senegal sebelumnya hanya bisa menjabat untuk dua periode berturut-turut. Namun, Sall meluncurkan referendum konstitusional pada tahun 2016. Beberapa pihak khawatir Sall akan memanfaatkannya untuk mencalonkan diri lagi.
Fenomena ini juga terjadi di negara-negara Afrika Barat lain. Alpha Conde, Presiden Guinea dan Alassane Ouattara, Presiden Pantai Gading telah menggunakan perubahan konstitusional untuk memenangkan masa jabatan ketiga.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV