> >

Para Perempuan Pemberani di Demo Myanmar: Tak Peduli Nyawa, Kami Peduli pada Generasi Mendatang

Kompas dunia | 5 Maret 2021, 20:01 WIB
Para guru perempuan bergabung dalam demo Myanmar menentang militer. (Sumber: AP Photo)

MANDALAY, KOMPAS.TV - Para perempuan memiliki andil besar dalam demo menentang kudeta militer Myanmar. Meski korban terus berjatuhan karena kekerasan aparat, perempuan-perempuan Myanmar ini tak gentar melawan.

Ma Kyal Sin mengadopsi nama Inggris Angel yang berarti malaikat. Ia pamit dan memeluk ayahnya sebelum bergabung dengan massa pengunjuk rasa di kota Mandalay, Myanmar bagian tengah.

Demo itu berjalan damai menentang militer yang melengserkan dan menahan Aung San Suu Kyi dan jajaran pimpinan Partai NLD, partai Su Kyi.

Baca Juga: Viral Polisi Myanmar Tembak Mati Demonstran dari Jarak Dekat, Ini Kata Utusan PBB

Kyal Sin bergabung di barisan depan pengunjuk rasa pada Rabu (3/3/2021). Gadis berumur 19 tahun itu mengenakan kaos hitam bertulis, “Everything will be OK”. Semua akan baik-baik saja.

Namun, sore itu aparat keamanan menembak Kyal Sin di kepala saat ia bertiarap badan berlindung.

Pada hari yang sama, PBB menyebut 37 warga Myanmar lain juga tewas karena kekerasan aparat, dua di antaranya pun perempuan.

“Ia (Kyal Sin) adalah pahlawan negara kami. Dengan ikut dalam revolusi ini, perempuan muda dari generasi kami menunjukkan bahwa kami tak kalah berani dari laki-laki,” kata Ma Cho Nwe Oo, salah satu teman Kyal Sin, dikutip dari New York Times.

Sebelum berangkat, Kyal Sin mengunggah status di akun media sosialnya. Dalam unggahan itu, ia mengatakan ingin menyumbangkan bagian tubuhnya, bila terluka parah dan meninggal saat demo.

Angel Ma Kyal Sin (berbaju hitam) di saat-saat terakhir hidupnya sebelum tertembak di kepala oleh polisi Myanmar, Rabu (3/3/2021). (Sumber: Twitter @TostevinM)

Seperti Kyal Sin, para perempuan Myanmar memahami bahaya ikut dalam demo menentang junta militer ini. Namun, setiap hari ribuan perempuan terus berkumpul melakukan mogok dan demonstrasi.

Mereka berasal dari berbagai kalangan, antara lain guru dan pegawai negeri sipil, buruh garmen, tenaga kesehatan, dan etnis minoritas. Perempuan-perempuan muda sering terlihat di garis depan pengunjuk rasa.

"Kami mungkin kehilangan beberapa pahlawan dalam revolusi ini. Darah perempuan kami (warga Myanmar) merah," kata Ma Sandar, asisten sekretaris jenderal Konfederasi Serikat Buruh Myanmar, yang ikut serta dalam protes.

Hingga Rabu kemarin, korban tewas sejak kudeta militer setidaknya berjumlah 54 orang. Sedikitnya tiga anak ditembak mati selama protes sebulan terakhir.

Seorang perempuan berusia 20 tahun menjadi korban pertama kekerasan aparat pasca kudeta militer. Ia ditembak di kepala pada 9 Februari 2021.

Baca Juga: Retno Marsudi Ketemu Menlu Myanmar, Sampaikan Sikap Indonesia

Penulis : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV


TERBARU