Korea Selatan Catat Rekor Angka Kelahiran Terendah Tahun 2020
Kompas dunia | 25 Februari 2021, 02:28 WIBSEOUL, KOMPAS.TV - Korea Selatan (Korsel) mencatatkan rekor angka kelahiran terendah pada tahun lalu, sehingga memicu kekhawatiran terkait kondisi yang disebut "jurang demografi", seperti dipaparkan data badan statistik negara tersebut pada Rabu (24/02/2021).
Seperti dilansir Xinhua, Rabu (24/02/2021), jumlah bayi yang baru lahir tercatat 272.400 pada 2020, turun 10 persen dari tahun sebelumnya, menurut Statistics Korea. Angka itu turun di bawah 300.000 untuk pertama kalinya sejak data mulai dihimpun pada 1970.
Angka kelahiran bertahan di atas 400.000 selama 15 tahun hingga 2016, sebelum menyusut di bawah level 400.000 pada 2017.
Angka kematian naik 3,4 persen menjadi 305.100 di sepanjang tahun 2020, yang menyebabkan penurunan populasi alami pertama di negara tersebut pada tahun lalu.
Baca Juga: Sedang Bulan Madu, Pasangan Korea Selatan Ungkap Sauna Terlihat Melalui Jendela Luar Hotel
Sementara itu, angka kesuburan total, yang mengukur jumlah bayi yang diperkirakan akan dilahirkan seorang wanita selama hidupnya, menyentuh level terendah baru secara tahunan di angka 0,84 pada 2020.
Angka tersebut berada di bawah 1 selama tiga tahun berturut-turut, dengan masing-masing tercatat di angka 0,98 pada 2018 dan 0,92 pada 2019.
Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan tingkat replacement 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi negara tersebut pada tingkat saat ini.
Rekor kelahiran terendah itu menimbulkan kekhawatiran terkait "jurang demografi", yang mengacu pada penurunan mendadak dalam jumlah kepala keluarga yang akhirnya mengarah pada "jurang konsumsi".
Baca Juga: Tak Cuma Valentine, Orang Korea Selatan Juga Rayakan Hari-hari Berikut Tiap Tanggal 14 Per Bulannya
Angka kelahiran yang rendah telah menjadi hambatan bagi Korsel karena dapat menyebabkan berkurangnya angkatan kerja di tengah populasi yang menua.
Situasi ini akan membuat potensi pertumbuhan ekonomi Korsel terseret turun.
Merosotnya angka kelahiran yang menyentuh rekor terendah itu disebabkan oleh tren sosial yang meluas untuk menunda pernikahan dan tidak memiliki anak.
Tren ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti mahalnya biaya pendidikan swasta, mahalnya harga rumah, dan kekhawatiran soal jeda karier perempuan karena cuti melahirkan.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV