Sebanyak 75 Persen Vaksin di Dunia Hanya Digunakan 10 Negara, Sekjen PBB: Tidak Adil!
Kompas dunia | 18 Februari 2021, 10:31 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV – Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak negara-negara kaya untuk memimpin upaya global, guna memastikan warga dunia segera mendapatkan vaksin Covid-19.
Guterres mengkritik tajam distribusi vaksin Covid-19 yang disebutnya sangat tidak merata dan tidak adil. Ia menyebut bahwa hanya 10 negara yang menguasai 75 persen dari semua vaksin yang ada di dunia.
Berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu (17/2/2021), Guterres mengatakan masih ada 130 negara yang belum kebagian vaksin Covid-19.
“Pada saat kritis ini, pemerataan vaksin merupakan ujian moral terbesar di hadapan masyarakat global,” ujarnya seperti dikutip dari Al Jazeera.
Baca Juga: Israel Akhirnya Izinkan Vaksin Covid-19 Sputnik V Bantuan Vladimir Putin Masuk Jalur Gaza Palestina
Guterres menyerukan rencana vaksinasi global yang mendesak, untuk memastikan distribusi vaksin yang adil. Ilmuwan, produsen vaksin dan pihak pemberi dana harus memastikan agar semua orang di dunia mendapatkan vaksin sesegera mungkin.
Sekjen PBB juga meminta negara-negara yang tergabung dalam kelompok G20 untuk membentuk gugus tugas darurat. Gugus tugas ini berfungsi untuk menyatukan perusahaan farmasi, pelaku industri dan logistik untuk distribusi vaksin.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, dimana Inggris saat ini memegang kursi kepresidenan Dewan Keamanan PBB, mendesak PBB untuk mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata di zona konflik untuk memungkinkan pengiriman vaksin Covid-19.
Inggris mengatakan lebih dari 160 juta orang berisiko karena mereka tinggal di negara-negara yang dilanda konflik dan tidak stabil. Negara-negara itu adalah Yaman, Suriah, Sudan Selatan, Somalia, dan Ethiopia.
Baca Juga: Jepang Mulai Vaksinasi Massal Covid-19 Bagi Tenaga Kesehatan, Targetkan 40.000 Nakes Hingga Maret
“Organisasi kemanusiaan dan badan-badan PBB membutuhkan dukungan penuh dari dewan untuk dapat melakukan pekerjaan yang kami minta mereka lakukan,” kata Barbara Woodward, duta besar Inggris untuk PBB, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Woodward mengatakan gencatan senjata sebelumnya telah digunakan untuk melakukan vaksinasi. Hal itu terjadi pada tahun 2001, dimana terjadi jeda dua hari dalam pertempuran di Afghanistan. Gencatan senjata ini pun memungkinkan 35.000 pekerja kesehatan dan sukarelawan untuk memvaksinasi 5,7 juta anak di bawah usia lima tahun untuk melawan polio.
Sementara itu program COVAX, yang merupakan proyek ambisius untuk membeli dan mengirimkan vaksin virus corona untuk orang-orang termiskin di dunia, telah gagal mencapai tujuan untuk memulai vaksinasi di negara-negara miskin pada saat yang sama ketika suntikan diluncurkan di negara-negara kaya.
Banyak negara berkembang bergegas untuk menandatangani kesepakatan pribadi untuk membeli vaksin dan tidak mau menunggu COVAX.
Baca Juga: Jokowi: 16,9 Juta Pelayan Publik Terima Vaksin Covid-19
Woodward mengatakan, Inggris mendukung pencadangan 5 persen dosis COVAX sebagai upaya terakhir untuk memastikan bahwa populasi berisiko tinggi memiliki akses ke vaksin Covid-19.
Virus corona telah secara resmi menginfeksi lebih dari 109 juta orang dan menewaskan sedikitnya 2,4 juta di antaranya. Tetapi banyak negara belum memulai program vaksinasi dan bahkan negara-negara kaya menghadapi kekurangan dosis vaksin karena para produsen masih berjuang untuk meningkatkan produksi.
Penulis : Tussie-Ayu
Sumber : Kompas TV