Bagaimana Unjuk Rasa Myanmar Diorganisir dan Apa Proyeksi ke Depan? Simak Penjelasannya
Kompas dunia | 10 Februari 2021, 09:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Unjuk rasa di Myanmar terhadap kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi dari kekuasaan meluas beberapa hari terakhir meskipun ada upaya resmi untuk mempersulit pengorganisasian mereka atau bahkan membuat unjuk rasa menjadi ilegal.
Berikut sekilas tentang siapa yang mengorganisir unjuk rasa dan hambatan yang mereka hadapi, seperti dilansir dari Associated Press, Rabu, (10/02/2021):
APAKAH UNJUK RASA DIIZINKAN?
Itu adalah area abu-abu beberapa hari setelah kudeta 1 Februari, termasuk pernyataan keadaan darurat itu sendiri.
Tetapi dengan unjuk rasa yang tumbuh dan meluas dalam beberapa hari terakhir, militer pada hari Senin mengeluarkan keputusan yang secara efektif melarang unjuk rasa damai di dua kota terbesar di negara itu, Yangon dan Mandalay.
Unjuk rasa dan kerumunan lebih dari lima orang, termasuk pawai bermotor, dilarang mulai jam 8 malam hingga jam 4 pagi. Pelarangan itu sudah diberlakukan di daerah Yangon dan Mandalay, tempat ribuan orang berdemonstrasi sejak Sabtu.
Pembatasan membuat berbagai pihak mulai kuatir akan potensi penumpasan dengan kekerasan.
Baca Juga: Generasi Milenial Turun Gunung Berunjuk Rasa Melawan Militer Myanmar, Simak Cara Mereka Melawan
SIAPA YANG MEMIMPIN UNJUK RASA?
Sebagian besar Unjuk rasa tumbuh secara organik. Artinya, tidak ada pemimpin terpusat yang memiliki rencana terperinci.
“Gerakan ini tanpa pemimpin - orang turun ke jalan dengan cara mereka sendiri dan dengan keinginan mereka sendiri,” kata Thinzar Shunlei Yi, seorang aktivis terkemuka.
Kelompok aktivis, kelompok kerja profesional, serikat pekerja, mahasiswa dan individu di seluruh Myanmar semuanya menentang kudeta tersebut, seperti halnya partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi.
Tidak lama setelah militer kembali berkuasa, sesuatu yang dialami Myanmar selama lima dekade hingga tahun 2011/2012, laman Facebook langsung muncul berisi ajakan “Gerakan Pembangkanan Sipil” dan seruan unjuk rasa damai.
Halaman itu sekarang memiliki 230 ribu pengikut dan tagar yang ditampilkan langsung digunakan secara luas oleh pengguna Twitter di Myanmar.
Tidak hanya itu, tenaga kesehatan sudah turun gunung dan ikut berunjuk rasa, tidak hanya berdiri dipinggir dan menunjukkan dukungan. Mereka turun ke jalan mengenakan pita merah, menampilkan poster dan mengajak tenaga kesehatan lain untuk tidak bekerja di fasilitas yang dioperasikan negara.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV