> >

Inilah Sebabnya Jalan Menuju Pemilu Palestina Penuh Rintangan

Kompas dunia | 17 Januari 2021, 10:05 WIB
Dalam foto file 11 Februari 2020 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas berbicara pada sidang Dewan Keamanan PBB. Abbas telah mengumumkan pemilihan presiden dan parlemen pertama sejak 2006 akan diadakan pada akhir tahun 2021. Pemungutan suara dipandang sebagai langkah kunci dalam memperbaiki keretakan antara partai Fatah yang memerintah Tepi Barat dan kelompok militan Islam Hamas yang mengendalikan Jalur Gaza. (Sumber: AP Photo/Seth Wenig, File)

GAZA CITY, KOMPAS.TV — Presiden Palestina Mahmoud Abbas sudah mengumumkan keputusan pemilihan umum pertama Palestina sejak 2006, yang akan memilih presiden dan anggota parlemen Palestina, akan digelar pertengahan tahun ini.

Namun perjalanan menuju pemungutan suara, yang merupakan kunci untuk mendirikan negara Palestian dan mempertemukan jurang perbedaan antara Fatah dan Hamas, penuh dengan onak dan duri, demikian dilansir Associated Press, Minggu (17/01/2021)

Pemilihan anggota parlemen akan dilaksanakan 22 Mei, diikuti oleh pemilihan presiden pada 31 Juli tahun ini.

Faksi-faksi di Palestina akan bertemu di Mesir bulan Januari ini, berharap bisa mencapai kesepakatan soal logistik pemilu dan mempertemukan perbedaan mereka sebelum kampanye pemilu digelar.

Saat ini Mahmoud Abbas berkuasa di Tepi Barat, sementara Hamas memerintah di Jalur Gaza. Sangat banyak pertanyaan menggantung tentang rencana pemilu tersebut. Inilah berbagai kerumitan yang menyelimuti rencana Palestina itu:

Baca Juga: Mahmoud Abbas Umumkan Pemilu Presiden dan Parlemen Palestina Akan Digelar Tahun ini

KENAPA SEKARANG?

Palestina sudah menderita lahir batin semasa pemerintahan Amerika Serikat dibawah Donald Trump, yang secara garis besar berpihak pada Israel, sehingga Palestina memutuskan hubungan dengan pemerintahan Donald Trump.

Trump juga menjadi perantara pembukaan hubungan diplomatik antara Israel dengan empat negara Arab, meruntuhkan tembok persatuan Arab menentang normalisasi hubungan diplomatic dengan Israel sampai terjadi konsesi yang adil kepada Palestina.

Lebih dari itu, pemerintahan Donald Trump memutus bantuan AS kepada Palestina sehingga makin melemahkan posisi Palestina.

Sementara, presiden AS terpilih, Joe Biden, diperkirakan akan mengambil posisi yang lebih seimbang, dimana Biden diharapkan akan lebih dulu memusatkan perhatian pada kesepakatan nuklir Iran.

Mahmoud Abbas tampaknya berupaya memulai hubungan baik dengan pemerintahan Joe Biden di AS melalui pelaksanaan pemilu, yang merupakan tuntutan dunia Barat sejak lama.

Abbas kemungkinan juga mendapat tekanan dari Uni Eropa, salah satu pihak paling penting dalam perjuanan Palestina memiliki pemerintahan berdaulat.

Tekanan yang sama tampaknya juga meluncur dari Turki dan Qatar perihal Hamas.

Baca Juga: Diplomasi Indonesia di Tahun 2021 Akan Tetap Mendukung Palestina

Dalam file foto 27 Maret 2019 ini, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh berkeliling ke lokasi bangunan yang hancur, di Kota Gaza. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan pemilihan presiden dan parlemen pertama sejak 2006 akan diadakan pada 2021 nanti. Pemungutan suara tersebut dipandang sebagai langkah kunci dalam memperbaiki keretakan antara partai Fatah Abbas yang memerintah Tepi Barat dan kelompok militan Islam Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. (Sumber: AP Photo/Adel Hana, File)

TANTANGAN KE DEPAN

Fatah dan Hamas sudah bertahun-tahun berupaya mempertemukan perbedaan setelah mereka pecah kongsi sekitar satu dekade lalu.

Hamas yang masuk kategori organisasi teroris oleh Israel dan negara-negara Barat, memenangkan pemilu tahun 2006 namun komunitas internasional secara garis besar menolak berurusan dengan pemerintahan Palestina yang memiliki unsur Hamas.

Setelah pertempuran sengit , Hamas mendesak mundur pasukan Fatah dan mengambil alih Gaza tahun 2007. Mereka tetap memegang kendali di Gaza walaupun diblokadi Israel dan Mesir.

Sudah banyak sekali upaya mempertemukan Fatah dan Hamas namun selalu gagal, dengan isu pemilihan umum yang selalu menonjol di setiap pertemuan keduanya.

Kedua pihak masing-masing tidak bersedia berkompromi, apalagi menyerahkan kekuasaan. Saat ini belum jelas apakah posisi tersebut masih dipegang kedua pihak.

Di Gaza, Hamas menciptakan sendiri birokrasi pemerintahan, berikut dengan sayap militer dan tumpukan roket yang diarahkan ke Israel.

Abbas, yang mengendalikan wilayah otonom di Tepi Barat, menentang jalan kekerasan untuk mengakhiri pendudukan Israel yang sudah lebih dari setengah abad.

Halangan lain adalah ketidak jelasan pemungutan suara di Yerusalem Timur yang dianeksasi Israel, namun menjadi syarat mutlak Palestina sebagai ibukota.

Israel menduduki Yerusalem Timur pada perang Timur Tengah tahun 1967, termasuk Gaza dan Tepi Barat, dan memandang seluruh Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Dulu pada pemilu tahun 2006, Israel mengizinkan pemungutan suara karena saat itu diperintah oleh pemerintahan yang tidak terlalu garis keras.

Saat ini, pemungutan suara pemilu Palestina di Yerusalem Timur akan dipandang menafikan kekuasaan mereka, sehingga kemungkinan tidak akan diizinkan.

Kepala Komisi Pemilihan Umum Palestina Hanna Nasser hari Sabtu (16/01/2021) mengatakan, pejabat mereka sudah bertanya kepada otoritas Israel tentang izin pemungutan suara di sana. Abbas sudah mengatakan, pemungutan suara di Yerusalem Timur sangat penting untuk diadakan.

Baca Juga: Indonesia Tolak Buka Hubungan Diplomatik Israel, Presiden Palestina Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Dalam file foto 25 Januari 2012 ini, pemimpin senior Fatah Marwan Barghouti muncul di pengadilan Yerusalem. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan pemilihan presiden dan parlemen pertama sejak 2006 akan diadakan pada 2021 nanti. Pemungutan suara tersebut dipandang sebagai langkah kunci dalam memperbaiki keretakan antara partai Fatah Abbas yang memerintah Tepi Barat dan kelompok militan Islam Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. (Sumber: AP Photo/Bernat Armangue, File)

PERTANYAAN MENGGANTUNG

Mahmoud Abbas yang saat ini berusia 85 tahun sudah memimpin Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina sejak wafatnya Yasser Arafat tahun 2004.

Walau berulangkali menyatakan tidak akan mencalonkan diri kembali, Abbas tidak memiliki calon pengganti yang disiapkan. Ada kemungkinan Abbas akan kembali mencalonkan diri.

Beberapa anggota senior Fatah yang berusia 60 dan 70an memandang diri mereka sebagai kandidat potensial, namun sampai saat ini belum muncul kandidat favorit.

Marwan Barghouti, pemimpin perlawanan  kedua Palestina atas pendudukan Israel, tampak bagus di jajak pendapat, namun saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup di penjara Israel, sehingga akan menyulitkan pencalonan.

Penantang dari Hamas juga masih diawang-awang. Pemimpn Hamas, Ismail Haniyeh, yang memimpin kemenangan Hamas pada pemilu 2006, pergi dari Gaza tahun 2019 untuk kunjungan regional namun hingga kini tidak pulang-pulang ke Gaza.

Haniyeh, yang sekarang memimpin badan pembuat keputusan gerakan itu, selama bertahun-tahun menjadi perdana menteri kelompok itu, menjalankan Gaza selama blokade dan tiga perang dengan Israel.

Sebagai calon dan kepala pemerintahan wilayah, Haniyeh menggambarkan dirinya sebagai orang biasa yang masih tinggal di kamp pengungsi al-Shati yang padat di pinggir Kota Gaza, namun citra itu tidak bertahan lama.

Orang-orang di Gaza, banyak yang miskin dan menganggur karena blokade yang diberlakukan sebagai tanggapan atas kebijakan Hamas, berbisik tentang rumor kekayaan Haniyeh.

Sejak dia meninggalkan Gaza, foto-foto masa inapnya yang seringkali mewah di suite hotel di Qatar telah bocor secara online, sangat kontras dengan kenyataan suram dari 2 juta orang Gaza.

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU