> >

Akui Gagal Laksanakan Program, Kim Jong-Un Minta Kongres Partai Pekerja Susun Rencana Baru

Kompas dunia | 6 Januari 2021, 17:29 WIB
Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un. (Sumber: AFP/SERGEI ILNITSKY)

SEOUL, KOMPAS TV - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengakui rencana pembangunan ekonominya gagal terlaksana lima tahun terakhir. Hal itu diungkapkan saat ia membuka kongres Partai Pekerja Korea, partai yang berkuasa penuh pertama di negara itu, seperti dilaporkan media pemerintah Korea Utara KCNA yang dikutip Associated Press.

Dalam pidato pembukaan di kongres yang dimulai Selasa, Kim mengatakan tujuan pembangunan negara yang ditetapkan pada kongres 2016 "tidak terpenuhi di hampir semua bidang," menurut Kantor Berita Pusat Korea resmi Korea Utara.

"Kita harus lebih jauh mempromosikan dan memperluas keberhasilan serta kemenangan yang telah kita capai melalui upaya keras kita, tetapi kita tidak boleh mengalami pelajaran yang menyakitkan ini lagi," katanya seperti dikutip KCNA

Baca Juga: Isi Surat Kim Jong Un untuk Warga Korut di Awal 2021

Kongres Partai Pekerja Korea Utara menggelar acara itu membantu Kim Jong-un untuk menunjukkan kepada bangsanya bahwa dia punya kendali penuh, serta untuk menggalang persatuan untuk berdiri dibelakang kepemimpinannya menghadapi pandemi Covid-19 dan berbagai tantangan berat di bidang ekonomi.

Kalangan pengamat ragu kongres tersebut akan menghasilkan jalan keluar yang bersifat mendasar untuk masalah-masalah berat Korea Utara, dimana banyak diantara masalah tersebut adalah hasil dari kesalahan tata kelola ekonomi, serta hasil dari ambisi Kim memiliki senjata nuklir yang mampu mencapai daratan Amerika Serikat.

Kim, 36 tahun, memegang kendali atas jalannya kongres yang akan berlangsung selama beberapa hari ke depan, ditengah tantangan paling berat yang pernah dihadapi Korea Utara selama 9 tahun dia berkuasa, yang dia sebut sebagai "krisis berganda"

Baca Juga: Ramalan Nostradamus Baru pada 2021, Kim Jong-Un Digulingkan Rakyatnya

Korea Utara yang menganut sistem otoritarian adalah salah satu negara termiskin di Asia, dan kondisi ekonominya yang sangat parah karena kepungan sanksi saat ini ditambah dengan penutupan perbatasan China akibat pandemi. Perbatasan China dan Korea Utara adalah urat nadi penyambung nyawa Korea Utara.

Selain itu beban lain yang harus ditanggung Korea Utara adalah dampak bencana alam yang terjadi musim panas tahun lalu dan sanksi yang diterapkan Amerika Serikat atas program nuklir Korea Utara.

Presiden AS terpilih Joe Biden, yang akan dilantik 20 Januari nanti, kemungkinan besar akan tetap mempertahankan sanksi atas Korea Utara dan tidak akan bertemu langsung dengan Kim Jong-un hingga Korea Utara mengambil langkah signifikan ke arah denuklirisasi.

Kongres tersebut digelar untuk menentukan "garis baru perjuangan dan kebijakan strategis dan taktis," dengan ribuan delegasi dan pengamat yang hadir, KCNA melaporkan.

Baca Juga: Kim Jong-Un Kirimkan Kartu Tahun Baru untuk Rakyatnya, Ucapannya Mengharukan

Dalam pidatonya, Kim menggambarkan kesulitan yang dihadapi pemerintahnya saat ini sebagai "yang terburuk dari semua" dan "belum pernah terjadi sebelumnya," menurut KCNA.

Kim mendorong tersusunnya rencana lima tahunan yang baru, dan mengkaji status terkini dari industri kunci Korea Utara seperti industri metal, kimia, listrik, dan industri kunci lain. Selain itu Kim mendorong Kongres untuk menetapkan tujuan bagi pembangunan di masa depan, demikian dilaporkan KCNA.

Bukan baru kali ini Kim lugas menyebut kegagalan sistem dan kebijakan. Agustus tahun lalu, Kim mengakui 'kekurangan' pencapaian ekonomi akibat "tantangan yang tidak diperkirakan dan tidak mungkin terelakkan."

Baca Juga: Anggrek Pemberian Soekarno Simbol Persahabatan Indonesia dan Korea Utara

Tahun lalu Kim juga mengatakan Korea Utara kekurangan fasilitas medis modern, serta kondisi penanggulangan bencana di wilayah pesisir digambarkannya sebagai "buruk".

Kalangan ahli ragu kekuasaan Kim melemah, namun makin panjangnya pembatasan sosial akibat pandemi mungkin akan makin menggoyang stabilitas suplai makanan dan nilai tukar serta memperburuk sumber penghidupan di Korea Utara. Beberapa pengamat mengatakan, hal itu mungkin mengurangi kekuasaan Kim.

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU