> >

Staf PBB Sempat Ditembaki Saat Berupaya Menerobos Kawasan Peperangan Tigray di Ethiopia

Kompas dunia | 9 Desember 2020, 01:41 WIB
Seorang perempuan Tigray yang mengungsi dari Ethiopia tengah menggendong anaknya di kamp pengungsi di Qadarif, Sudan timur, Senin (7/12). (Sumber: AP Photo / Nariman El-Mofty)

Baca Juga: Menghindari Konflik, Penduduk Tigray Mengungsi ke Sudan Menyebrangi Sungai Tekeze

Ketua Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, menyatakan keprihatinannya atas fakta bahwa akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut masih sangat dibatasi. “Orang-orang ini tidak bisa lagi diminta menunggu. Bantuan tidak boleh macet. Selama berminggu-minggu kami telah bersiap mengirimkan bantuan makanan, tempat penampungan darurat dan material penting lainnya, dan kami berharap kesepakatan ini akan membuka jalan.”  

Rabu pekan lalu, PBB mengumumkan kesepakatan dengan pemerintah Ethiopia yang ditandatangani pada 29 November.

Peperangan di Tigray dimulai sejak 4 November antara pemerintah Ethiopia dan pemerintah daerah Tigray menyusul tensi ketegangan yang semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Sejak itu, truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan tersendat macet di perbatasan-perbatasan Tigray, di tengah makin parahnya kekurangan makanan, bahan bakar, air bersih, uang tunai dan bahan-bahan penting lainnya yang terjadi di Tigray.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrel juga mencuitkan seruan, “Akses penuh bagi para pekerja kemanusiaan harus dijamin,” pada Selasa (8/12).

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan pada Senin bahwa pihaknya tengah bekerja sama dengan PBB dan pihak lain untuk memperluas bantuan kemanusiaan dengan ‘kerangka kerja yang terkoordinasi dengan baik yang dipimpin oleh pemerintahan federal’.

Sehari setelahnya, Redwan kembali mengulangi pesan itu dan menambahkan, “Tidak ada entitas, multilateral atau unilateral, yang seharusnya menggantikan pemerintah. Kami, pemerintah, yang akan mengambil keputusan.”

Bantuan kemanusiaan harus didampingi pasukan keamanan, tegasnya.

Bahkan setelah Abiy mengumumkan kemenangan pada 28 November dalam apa yang disebutnya sebagai ‘operasi penegakan hukum’ terhadap pemerintah Tigray yang sekarang dianggapnya tidak sah, pertempuran masih terus terjadi di sejumlah wilayah, yang semakin mempersulit akses bantuan kemanusiaan.

Baca Juga: Umumkan Penyerangan ke Tigray, Perdana Menteri Ethiopia: Masyarakat Sipil Tak Akan Dilukai

Ribuan orang diperkirakan tewas dalam perang perebutan kekuasaan antara TPLF  yang mendominasi pemerintahan Ethiopia dan militer selama lebih dari 25 tahun dan pemerintahan Abiy, yang memandang TPLF sebelah mata segera setelah ia menjabat pada 2018 dan memperkenalkan reformasi politik dramatis yang membuatnya memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.

Kini Abiy menolak dialog dengan TPLF. Kedua belah pihak telah memulai konflik bersenjata yang menyebabkan kekhawatiran akan adanya konflik berlarut-larut lain di negara berpenduduk terpadat kedua di benua Afrika itu.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU