10 Negara ASEAN Bersama 5 Lainnya Teken Kerja Sama Perdagangan Terbesar Dunia
Kompas dunia | 15 November 2020, 20:40 WIBSebagian analis masih ragu apakah Biden akan kembali bergabung ke dalam pakta perdagangan lintas Pasifik (Trans Pacific Partnership) atau menarik kembali berbagai sanksi yang diterapkan Trump terhadap China, di tengah rasa frustasi AS atas catatan perdagangan dan HAM China, serta tuduhan mata-mata dan pencurian teknologi.
Kalangan pengkritik kesepakatan perdagangan bebas mengatakan, kesepakatan tersebut cenderung berakibat melayangnya pekerjaan manufaktur ke negara lain.
Michael Jonathan Green dari CSIS AS mengatakan, setelah memenangkan negara-negara bagian yang merupakan tuan rumah industri manufaktur AS dalam pemilu presiden awal November kemarin, Biden tidak akan blunder dengan bergabung kembali ke dalam TPP.
Green lebih jauh melihat pesatnya pertumbuhan pengaruh China akan membuat Biden kemungkinan lebih aktif dengan negara-negara Asia Tenggara demi tujuan melindungi kepentingan AS.
Baca Juga: Rayakan 45 Tahun Asean - Selandia Baru, Jokowi Ingin Perkuat Kerja Sama
Asia Tenggara memiliki pasar 650 juta orang yang selama ini tumbuh pesat, namun terjengkang akibat pukulan pandemi Covid-19 dan saat ini membutuhkan dorongan baru untuk bangkit dan tumbuh
RCEP awalnya akan menjadi pasar bagi 3,6 miliar penduduk dan secara total akan berkekuatan sepertiga perdagangan dunia dan PDB global.
Tanpa India, RCEP tetap akan menjadi pasar dengan 2 miliar penduduk dan hampir sepertiga perdagangan dunia. Jumlah yang menggiurkan untuk negara pengekspor manapun.
USMCA, atau Kesepakatan Perdagangan AS, Meksiko dan Kanada memiliki kegiatan perdagangan lebih sedikit namun hanya sepersepuluh dari populasi dunia.
USMCA adalah versi revisi dari NAFTA yang perubahannya dipimpin presiden AS Donald Trump. Kesepakatan Uni Eropa dan TPP, yang ditolak Trump, juga lebih kecil.
Sebelumnya, India mundur dari RCEP karena menolak kalangan petani dan industri harus menghadapi kompetisi asing.
Di antaranya, peternak penghasil susu India khawatir denga kompetisi melawan penghasil susu dan keju Australia dan Selandia Baru.
Di samping itu, kalangan produsen kendaraan khawatir adanya impor kendaraan dari negara anggota RCEP. Namun, kekhawatiran terbesar adalah banjir barang-barang dari China ke India.
Perdagangan dan penanaman modal tumbuh sangat pesat di Asia satu dekade terakhir, terlepas dari konflik antara AS dan China, yang menghasilkan perang tarif senilai miliaran dollar AS bagi kedua negara tersebut.
Kesepakatan RCEP cukup luwes untuk menampung kepentingan yang berbeda dari setiap negara anggota mulai dari Myanmar, Singapura, Vietnam dan Australia.
Tidak seperti Comprehensive TPP dan Uni Eropa, RCEP tidak menerapkan standar yang sama dan baku di bidang tenaga kerja dan lingkungan, atau membuat negara anggota harus berkomitmen membuka sektor yang rapuh dari ekonomi mereka.
Namun begitu RCEP menerapkan aturan perdagangan yang akan memfasilitasi penanaman modal dan kegiatan perdagangan lain di wilayah, seperti dituturkan Jeffrey Wilson, direktur penelitian USAsia Center yang berpusat di Perth Australia dalam laporan kepada Asia Society.
“RCEP adalah landasan yang sangt dibutuhkan kawasan untuk bangkit setelah badai Covid-19 berakhir,” ujar Jeffey menambahkan. (Edwin Shri Bimo)
Baca Juga: Erick Thohir di Inggris Bukan Hanya Bahas Vaksin tapi Jalin Kerja Sama Bisnis
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV