Besok, Myanmar Tetap Gelar Pemilu di Tengah Pandemi Covid-19
Kompas dunia | 7 November 2020, 20:56 WIBYANGON, KOMPAS.TV – Myanmar akan menggelar pemungutan suara pada pemilihan umum tingkat nasional besok, Minggu (8/11/2020).
Aung San Suu Kyi dari Liga Nasional untuk Demokrasi NLD berupaya meraih suara terbanyak dan tetap memimpin pemerintahan.
Pemilu Myanmar diikuti 37 juta pemegang hak suara dari 56 juta penduduk.
Baca Juga: Menlu: Desak Pemerintah Myanmar Repratriasi 296 Pengungsi Rohingya di Indonesia
Pemilu kali ini diikuti 90 partai politik yang memajukan calon mereka untuk meraih dukungan dan duduk di kursi majelis rendah dan majelis tinggi parlemen Myanmar.
Associated Press melaporkan, kemenangan NLD pada pemilu 2015 diraih setelah negara itu berada di bawah pemerintahan militer selama 5 dekade.
Dunia internasional melihat pemilu demokratis Myanmar 2015 cukup bebas dan adil namun dengan satu pengecualian besar; militer yang menyusun konstitusi tahun 2008 secara otomatis memiliki 25% kursi parlemen, dimana jumlah tersebut cukup untuk menghadang upaya apapun yang bermaksud mengubah konstitusi.
Pemilu besok dihantui pandemi Covid-19 yang diprediksi akan menekan jumlah partisipasi pemilih, terlepas berbagai upaya pemerintah Myanmar menerapkan pembatasan sosial dan prosedur untuk mencegah penularan.
Pada pemilu kali ini, NLD difavoritkan kembali menang dan menjadi parpol mayoritas di parlemen, namun dengan kursi tidak sebanyak pemilu sebelumnya.
Saat ini Aung San Suu Kyi tetap menjadi politisi paling terkenal di Myanmar dengan NLD yang memiliki jaringan paling kuat di seluruh negeri dan diperkuat dengan kekuasaan yang dimiliki partai dalam pemerintahan.
Popularitas dan kredibilitas NLD menurun beberapa waktu terakhir, serta kerap dilanda kritik karena dianggap kurang memiliki visi.
Selain itu NLD dipandang menggunakan pendekatan otoriter pemerintahan militer sebelumnya, terutama dalam menyasar para pengkritik NLD dengan membawa mereka ke pengadilan.
NLD hingga saat ini banyak kehilangan dukungan partai-partai minoritas berbasis kesukuan yang populer di wilayah perbatasan negara.
Padahal tahun 2015, mereka adalah sekutu yang sangat rapat, hingga bersepakat untuk tidak memecah suara pendukung, yang hanya akan menguntungkan pesaing mereka Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan USDP yang didukung militer.
Kegagalan Suu Kyi membuat suku-suku minoritas memiliki otonomi politik yang lebih besar membuat mereka makin berjarak dengan NLD, bahkan dalam pemilu kali ini, partai-partai tersebut akan bersaing terbuka dengan NLD.
Partai-partai berlatar suku minoritas yang berjumlah sekitar 60 partai telah sangat lama memperjuangkan otonomi politik yang lebih besar.
Baca Juga: Leher Panjang, Rahasia Cantik Wanita Suku Kayan di Myanmar
Sementara, partai oposisi utama USDP dibentuk sebagai perpanjangan kelompok militer dan saat ini adalah pesaing terkuat NLD.
USDP sangat terorganisir dan memiliki pendanaan kuat. Saat ini masih buram apakah pemilih di Myanmar masih melihat USDP sebagai perpanjangan tangan militer di parlemen atau tidak.
Secara umum, pemilu kali ini dipandang sebagai semacam referendum atas 5 tahun Aung San Suu Kyi duduk di tampuk kekuasaan, seperti pemilu 2015 yang dipandang sebagai referendum rakyat atas kekuasaan militer.
Myanmar di bawah pemerintahan Suu Kyi mengalami pertumbuhan ekonomi, namun dipandang hanya bisa dinikmati segelintir lapisan masyarakat. Hal tersebut dilihat melanggar harapan rakyat di salah satu negara paling miskin di kawasan.
Tidak hanya kelompok suku minoritas yang kecewa dengan kegagalan Suu Kyi memberi mereka otonomi yang lebih luas, namun di wilayah Rakhine, Tentara Arakan, kelompok bersenjata yang terlatih dan mengklaim diri sebagai perwakilan suku Rakhine yang beragama Budha, muncul sebagai ancaman militer terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Keputusan KPU Myanmar membatalkan pemungutan suara di beberapa wilayah menghasilkan badai kritikan pedas, terutama di wilayah yang partai politiknya kritis terhadap pemerintah namun diyakini akan memenangkan kursi parlemen.
Langkah tersebut diperkirakan membuat lebih dari 1 juta orang tercabut hak pilihnya. Para pengkritik menuduh KPU Myanmar berkonspirasi untuk memberi keuntungan bagi NLD.
Topik yang paling mendapat perhatian dunia, yaitu penindasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar tidak terlalu menjadi isu politik, kecuali bagi segelintir politisi anti-Muslim.
Kampanye militer yang dipandang brutal untuk memadamkan pemberontakan di kawasan Rohingya tahun 2017 telah membuat sekitar 740.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Selama ini kelompok Rohingya mengalami diskriminasi sistematis yang membuat mereka tidak mendapat status kewarganegaraan serta hak untuk ikut pemilu. (Edwin Shri Bimo)
Baca Juga: Penghitungan Suara Pilpres AS Mendekati Akhir, Joe Biden di Ambang Kemenangan
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV