Kisah Karya Raden Saleh Penangkapan Pangeran Diponegoro, Target Curian di Film, Sempat Tak Terawat
Memoar | 20 Agustus 2022, 07:10 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Maestro seni rupa Indonesia, Raden Saleh, agaknya akan semakin dikenal generasi muda Indonesia lantaran adanya penayangan film Mencuri Raden Saleh pada 25 Agustus 2022 mendatang.
Sebagaimana ditampilkan dalam trailer atau cuplikan film itu, salah satu karya Raden Saleh ialah lukisan berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Dalam film yang menampilkan berbagai aktor ibu kota, di antaranya Iqbal Ramadhan, Angga Yunanda, dan Rachel Amanda itu lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro menjadi target curian.
Baca Juga: 5 Fakta Film Mencuri Raden Saleh, Aksi Angga Yunanda Curi Lukisan Pangeran Diponegoro
Mengutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (kemdikbud.go.id) lukisan yang mengisahkan penangkapan dan pengkhianatan penjajah Belanda terhadap Pangeran Diponegoro itu saat ini berada di Istana Kepresidenan Yogyakarta dan menjadi salah satu koleksi Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Dilukis di Eropa untuk Menentang Kolonialisme Belanda
Rupanya, dulu Raden Saleh melukis kisah penangkapan Pangeran Diponegoro saat berada di Eropa. Peristiwa penangkapan pahlawan dari Yogyakarta itu terjadi pada 28 Maret 1830 dan sudah dilukis oleh Nicolaas Pieneman, seorang pelukis yang ditugaskan untuk mendokumentasikan peristiwa itu oleh Pemerintah Belanda.
Akan tetapi, Raden Saleh tak sependapat dengan hasil lukisan Pieneman yang diberi judul Penyerahan Diri Diponegoro. Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, sedangkan Raden Saleh menggambarkan pangeran dari Kesultanan Yogyakarta itu dengan raut tegas dan menahan amarah.
Selain itu, ningrat asal Semarang, Jawa Tengah itu juga tidak melukis bendera Belanda dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro sebagaimana lukisan Pieneman.
Bukan tanpa alasan, laki-laki yang hidup pada sekitar tahun 1811 hingga 1880 itu memang tokoh yang menentang penjajahan di Hindia Belanda. Hal itu disampaikan oleh Werner Kraus, Direktur Pusat Studi Seni Asia Tenggara di Passau, Jerman.
Baca Juga: Sebelum Nonton Film ‘Mencuri Raden Saleh’, Mari Mengenal Raden Saleh sang Maestro Lukis
Kraus telah meneliti tentang Raden Saleh selama lebih dari 15 tahun. Ia menemukan surat-surat maestro bernama lengkap Raden Saleh Sjarif Bustaman itu kepada teman-temannya di Jerman. Raden Saleh disebut menentang kolonialisme yang telah membuat teman-temannya di Jawa tertindas.
Raden Saleh menceritakan lukisan yang ia buat selama satu tahun sejak 1856 itu kepada temannya di Jerman, yakni Duke Ernst II dari Sachsen-Coburg dan Gotha, dengan judul “Ein historisches Tableau, die Gefangennahme des javanischen Häuptings Diepo Negoro” (lukisan bersejarah tentang penangkapan seorang pemimpin Jawa Diponegoro).
Surat untuk Duke Ernst II dari Sachsen-Coburg dan Gotha tertanggal 12 Maret 1857 itu lah yang menjadi petunjuk sejarah pertama mengenai lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Raden Saleh kemudian memberikan lukisan tersebut kepada Raja Belanda, Willem III, untuk menggambarkan pandangan dirinya atas penangkapan Pangeran Diponegoro yang berbeda dengan pandangan Pieneman.
Dalam melukis Penangkapan Pangeran Diponegoro pun, Kraus menemukan bahwa Raden Saleh mendapat ilham komposisi lukisan dari lukisan Pengunduran Diri Charles V karya Gallait yang menggambarkan kebangkitan kekuatan nasional setelah invasi pasukan Jerman.
Sejalan dengan komposisi lukisan Gallait, Raden Saleh menggambar lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro sebagai bentuk kemarahan terhadap pengkhianatan Belanda.
Melansir dari laman Kemdikbud, lukisan ini menggambarkan peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda yang menandai berakhirnya perlawanan Diponegoro pada tahun 1830. Sang Pangeran dibujuk untuk hadir di Magelang membicarakan kemungkinan gencatan senjata, namun kenyataannya Pangeran Diponegoro dan pengikutnya ditangkap lalu diasingkan.
Baca Juga: Mengenang Kisah Penangkapan Diponegoro dalam Lukisan Raden Saleh yang Masyhur
Lukisan Aliran Romantisisme
Raden Saleh melukis Penangkapan Pangeran Diponegoro di permukaan kanvas menggunakan cat minyak dengan gaya romantisisme.
Rupanya, Raden Saleh mendapat pengaruh aliran romantisisme karena pernah tinggal selama beberapa tahun di Perancis. Salah satu tokoh penting dalam aliran romantisisme Perancis ialah Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863).
Akan tetapi, menurut Kraus, pelukis favorit atau paling disukai oleh Raden Saleh ialah Emile Jean Horace Vernet (1789-1863).
"Dia sangat menyukai Vernet dan kadang terpengaruh gayanya. Setidaknya ada satu lukisan Raden Saleh yang merupakan sebuah 'quote by Horace Vernet'. Dia tidak menjiplak. Dia melukis dengan caranya sendiri, tapi kalau Anda melihat lukisannya Anda akan tahu bahwa dia pernah melihat lukisan Vernet dan terinspirasi," kata Kraus dilansir dari artikel Antara berjudul Warisan Raden Saleh Sang Pembaru pada 13 Desember 2012.
Baca Juga: Sebelum Nonton Film ‘Mencuri Raden Saleh’, Mari Mengenal Raden Saleh sang Maestro Lukis
Sempat Tak Terawat
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro sempat diabaikan di tempat penyimpanan dan nyaris rusak.
"Ini salah satu lukisan terpenting dalam sejarah Indonesia, dan mereka (pemerintah Indonesia -red) sama sekali tak peduli," jelas Kraus.
Saat mencari dokumen di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Kraus juga mengaku tak menemukan satu pun dokumen tentang Raden Saleh. Menurutnya, pemerintah Indonesia kurang memperhatikan perawatan dokumen-dokumen dan karya-karya Raden Saleh di Indonesia.
Padahal, Kraus dapat menemukan berbagai dokumen tentang Raden Saleh di Jerman dan Belanda.
Pada tahun 1975, Kerajaan Belanda menyerahkan lukisan tersebut kepada Indonesia bersamaan dengan realisasi perjanjian kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969.
Pada tahun 2013 ahli restorasi dari Jerman bernama Susanne Erhards merestorasi pernis lukisan tersebut dengan dukungan Yayasan Arsari Djojohadikusumo dan Goethe Institute Indonesia.
Pada tanggal 27 September 2013 dilakukan serah terima hasil restorasi lukisan Raden Saleh oleh Yayasan Arsari Djojohadikusumo kepada Sekretariat Negara.
Setahun berikutnya, yakni pada Desember 2014, lukisan ini dipindahkan dari Istana Merdeka ke Istana Kepresidenan Yogyakarta dan menjadi salah satu koleksi Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Baca Juga: Ditampilkan di Istana Merdeka saat HUT RI ke-77, Naskah Asli Proklamasi Ternyata Pernah Dibuang
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Kemdikbud/Antara