Kisah Unik Masjid An-Nur di Dili Timor Leste, Khutbah Jumat Pakai Bahasa Indonesia
Jejak masjid nusantara | 22 Juli 2022, 11:57 WIB"Siapa pun terutama yang beragama muslim tidak perlu lagi khawatir untuk bepergian ke negara ini. Timor Leste memang luar negeri berasa dalam negeri," tulisnya.
Baca Juga: Cerita Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta Familier dengan NU karena Faktor Gus Dur
Khutbah Jumat Berbahasa Indonesia
Khutbah salat Jumat di Masjid An-Nur di Dili, selalu menggunakan bahasa Indonesia karena mayoritas jemaah berasal dari negara tetangga Timor Leste itu.
Di negara yang berbahasa resmi Tetun dan Portugis ini, penggunaan bahasa Indonesia masih sangat melekat di kehidupan warga.
Hal ini tidak hanya karena Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia, tetapi juga karena budaya-budaya pop Indonesia.
Budaya pop Indonesia disebut telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Timor Leste. Mulai fesyen, artis-artis hingga sepak bola dikenal di negeri yang saat ini dipimpin Jose Ramos Horta ini.
Selain itu, menurut undang-undang negara Timor Leste, pada Bagian VII mengenai Ketentuan-Ketentuan Akhir dan Sementara Pasal 159, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang diakui sebagai bahasa kerja.
Meskipun menjadi minoritas di negeri yang 90 persen beragama Katolik, umat Islam di Timor Leste hidup dengan normal dan aman.
Baca Juga: Ini Poin-Poin yang Dibahas Presiden Jokowi dengan Presiden Jose Ramos Horta di Istana Bogor
Jadi Saksi Bisu Hiruk Pikuk Politik
Ketika Timor Leste berada di bawah pendudukan Portugis, masyarakat Kampung Alor menjadikan Masjid An-Nur ini sebagai salah satu tempat perjuangan politik untuk mengusir penjajah.
Tokoh-tokoh muslim di sana seperti Haji Salim Bin Said Al-Katiri, Hedung Bin Abdullah dan Sya’ban Joaqim meminta bantuan rakyat untuk mengusir penjajah.
Ketika masa peralihan Timor Timur menjadi Timor Leste, tempat ini juga menjadi tempat bernaung warga Indonesia.
Waktu itu, sempat terjadi ketegangan terkait kewarganegaraan saat proses kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia pada 2001.
Masjid ini menjadi tempat warga Indonesia dan warga muslim berkumpul dan berbagi informasi.
Kini, masjid ini tetap berdiri megah dan jadi simbol toleransi di Kota Dili. Konflik kewarganeraan pun sudah tidak ada lagi. Masyarakat setempat pun sudah melebur jadi satu sebagai warga Timor Leste.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Kemendikbud